Ketika bus memasuki jalanan yang di penuhi gedung-gedung pencakar langit, gue yakin kalau kita sudah memasuki wilayah kota Tokyo. Padat tapi rapih. Tujuan pertama selepas makan siang di Tokyo adalah mengunjungi Tokyo Tower.
Gue kembali duduk di belakang dengan Vivi. Kita sudah baik-baik saja setelah gue melakukan klarifikasi ke Ibu bahwa gue gak akan menemui Bayu disini. Tentu saja gue bohong. Gue tetap harus menemui si brengsek itu. Harus!
Tokyo masih dalam suasana hujan seakan mewakilkan perasaan gue. Dan gue usahakan gak ada drama pinjam-meminjam payung lagi hari ini karena gue pake punya gue sendiri.
Gue mendapat pesan dari Erza yang isinya pesanan oleh-oleh. Punya adek dua gak ada yang bener, heran!
"Dipikir gue jastip kali!" Umpat gue.
Gak ada yang spesial di Tokyo Tower dan gue mulai bosan setengah mati. Gue memang menjauhi rombongan supaya Mas Tama gak bisa modus-modus lagi. Sekalian menikmati kesendirian.
Kemudian gue menerima sebuah panggilan lagi, dari Bayu. Si brengsek.
"Kenapa, Bay?"
"Kamu di Tokyo kan? Aku mau ketemu kamu, Hani." Gue juga, Bay! Pengen banget ketemu supaya bisa gue tampar muka lo.
"Nanti ya, Bay. Aku masih harus ikutin rombongan." Jawab gue jujur.
"Aku kangen, Hani. Oh iya maaf aku kemarin bener-bener gak teliti. Aku salah kirim pesan alamatku ke Vivi."
"Terus?"
"Aku takut Vivi ngadu ke Ibu yang bukan-bukan, jadi aku putuskan hubungi ibu kamu juga."
Sudah gue duga memang.
"Kayaknya hari terakhir nanti aku free?"
"Kita bisa ketemu setelah aku selesai kerja. Aku jemput kamu ya?"
"Jangan. Kita ketemuan aja di stasiun mana gitu." Gila kali dia mau jemput gue. Nanti kalau Vivi liat haduh... berabe. Belum tentu kan gue bisa tahan gak nendang burungnya dia pas ketemu.
"Oke. Ini aku lagi nemenin Sasa belanja tapi dia lagi ke toilet jadi aku bisa telfon kamu. Kamu udah makan belum?"
Setelah mendengar merek micin itu mood gue makin merosot sampe level inti bumi. Gue jadi malas bicara sama Bayu lagi.
"Hm."
"Dia gak akan tau kok, Hani. Asal kita pinter aja sembunyi-sembunyi..."
Brengseeeeeek.
"Hani?"
"Kamu masih mau bertahan sama aku, kan?"
Anjing!
Gue gak bisa jawab. Gue mengepalkan tangan kuat-kuat. Nafas gue makin memburu setelah mendengar ini. Gak cukup lo buat gue jadi menyedihkan begini, Bayu? Oke, ayo ketemu! Gue kayaknya memang harus nempeleng kepala lo biar cepet sadar.
"Udah dulu ya, Bay. Nanti aku kabarin lagi." Gue langsung memutuskan sambungan itu.
Bayu masih berusaha nelfon tapi gue reject.
Dari kejauhan gue melihat rombongan, sudah siap kembali ke bus untuk menuju tempat makan malam. Kemudian gue berjalan lunglai menuju bus kami terparkir.
Mas Tama menghampiri gue. "Kalau ikut tur gini jangan sendirian mulu, dong! Ansos banget kamu." Bentaknya.
Gue sebenernya males sih meladeni tapi dia ngeselin gini. "Saya juga punya hak privasi kali, mas! Lagian saya gak jauh-jauh kok!"

KAMU SEDANG MEMBACA
TOKYO, The Unexpected Guy
ChickLitSebagai seorang backpacker, Hani sudah tidak asing lagi dengan yang namanya liburan. Gadis itu berharap di tengah hiruk-pikuknya kota Tokyo dia dapat menyelesaikan misi rahasianya . Tapi justru saat liburannya ke Jepang, dia menemukan perbedaan dari...