11. Onsen

25.2K 3K 37
                                    



Rombongan kami sudah sampai di hotel yang letaknya masih di sekitar kaki gunung Fuji. Hotel bernuansa tradisional khas Jepang. Ketika gue masuk kamar hotel gue ngerasa kayak lagi main ke kamarnya Nobitha. Iya beneran! Kasurnya pake futon yang diletakkan di atas tatami itu.

Gue sekamar sama Vivi. Iyalah, yakali dia sama Rama. Terus tadi di bus gue duduk sama Vivi di belakang. Gue dendam banget sama tour guide kampret itu. Biar aja Rama situ yang duduk sama dia. Gue ogah!

Kita lagi siap siap untuk dinner. Peraturan di hotel ini saat kita makan malam harus mengenakan yukata (baju tradisional Jepang, mirip kimono) yang sudah tersedia di dalam lemari. Di dalam bus tadi Mas Tama sudah ngasih tau cara pakainya. Yang gue inget cuma sisi kanan dimasukkin.

"Gini kan, Vi?" Tanya gue mencoba memakai yukata.

"Kakak.."

"Hah? Ini kan yang dimasukkin?"

"Gue mau ngomong, Kak."

Gue mengalihkan fokus dari yukata ini ke Vivi.

"Apa?" Sumpah gue gak bisa liat muka Vivi jadi serius begini. Pasti ini bukan hal sepele.

Mukanya Vivi kayak bete gitu. "Mas Bayu sms gue. Dia kirim alamat, tapi gak gue jawab."

Nafas gue tiba-tiba tercekat. Gila memang si brengsek! Buat apa dia kasih tau Vivi alamatnya?

"Bagus lah. Gak usah lo jawab!" Kata gue mencoba terlihat santai.

"Kak, lo gak berencana buat nemuin dia kan?! Lo bilang semuanya udah berakhir!" Kok Vivi paranoid gini sih...

"Udah yuk, turun! Gue laper." Ucap gue.

Vivi gak menyahut lagi, dia ngikutin gue dengan wajah yang kecewa. Gue tahu apa yang dirasakan Vivi. Begitu juga yang dirasakan ayah sama ibu. Mereka gak akan mau gue jadi seperti ini. Tapi semua itu kan diluar kendali gue.

Selama makan malam berlangsung Vivi diam aja. Bahkan kalau Rama ajak ngobrol gak ditanggapin, makanya Rama malah pilih ngobrol sama mas Tama. Gue juga malas bahas soal itu. Gak akan ada ujungnya. Gue cuma bisa menghembuskan nafas panjang.

"Setelah makan malam teman-teman bisa menikmati fasilitas onsen yang ada di lantai dua. Biasanya orang Jepang kalau masuk onsen itu, pure tanpa busana sehelai pun. Ada yang mau coba?"

"Pake boxer doang juga gak boleh?" Tanya Rama.

"Itu akan dianggap tidak sopan. Tapi kabar baiknya, karena kita menginap di hari kerja dan bukan pada masa liburan, tamu di hotel malam ini hanya dari rombongan kita. Jadi silahkan saja asal gak ketahuan."

Yang bapak-bapak pada ketawa setelah itu.

"Untuk yang perempuan gak perlu khawatir. Walaupun kolam outdoor dan sebelahan, tapi dijamin areanya gak akan bisa diakses untuk diintip. Terus juga saya ingatkan ya, karena kita seharian ini diterpa cuaca dingin, supaya gak kaget kita harus berdiri di bawah shower yang ada di pintu masuk kolam. Supaya apa? Supaya kulit kita gak kaget, kalau langsung masuk ke kolam air panas khawatir pembuluh darah akan pecah."

"Dan untuk yang laki-laki, jangan terlalu lama berendam, bahaya, bisa mateng."

Bapak-bapak kembali tertawa.

Yang ibu-ibu? Senyum-senyum jaim laaaah.

Gue? Ngelamjor!!!! Hahaha.

"Vi, kamu ikut ke onsen?" Rama bertanya pada Vivi.

"Gak tau deh. Lo ikut gak, kak? Lo ikut gue ikut." Vivi menunggu jawaban gue.

Gue menimbang-nimbang tawarannya. Pengen sih gue berendem air hangat yekan, tapi gue rada malas gitu.

TOKYO, The Unexpected GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang