1. Japan Solution's Trip

83.4K 5K 62
                                    



Sebuah koper yang cukup besar sudah siap di tangan gue. Sangking gedenya kayaknya gue bisa masuk deh ke dalamnya. Gue menyeret kopor ini dengan sangat semangat. Sebenernya gue sama adik perempuan gue, Vivi, maunya naik taksi aja ke bandara. Tapi Ayah ngotot mau nganter.

"Inget yah, kemana-mana paspornya tetep dibawa!" Muka ibu gue sudah gak karuan, manyun gitu. Mungkin beliau khawatir mengenai niat gue ke Jepang.

"Iya, bu." Jawab gue.

"Vivi sama Rama bisa ibu percaya. Kan?" Ibu lagi-lagi memastikan. Kali ini yang ditanya adalah Adik gue dan tunangannya.

"Hehehe, bisa ibu, tenang. Ada kak Hani." Jawab Vivi.

Gue menyalimi ibu lalu gue peluk untuk yang kesekian kalinya. Kemudian gue menyalimi ayah yang ada di sebelah Ibu. Diikuti Vivi dan tunangannya yang kali ini ikut ngintilin gue melancong ke negeri Sakura.

Harusnya gue tolak mereka, tapi gue ingat kayaknya gue bakal butuh cungpret deh disana. Jadi yaudah gue biarkan aja mereka ngintil. Meskipun konsekuensinya gue harus lebih waspada karena mereka bisa aja jadi spy gue disana nanti.

Di sebelah ayah, adik laki-laki gue yang paling bungsu udah manyun dari kemaren karena gak diajak. Dia salim ke gue ikhlas gak ikhlas.

"Jangan ngambek, Eja! Kan masih bisa kelonan sama ibuuuuu!" Ledek gue yang membuat ekspresinya semakin marah. Erza ini masih SMA kelas tiga, lagi sibuk-sibuknya persiapan masuk universitas. Jadi dia gak gue izinin ikut trip kali ini, biar fokus dulu.

"Nanti kelonan sama ayah, ya Dek?" Ayah mengalungkan tangannya ke pundak Erza. Ngeledek banget emang ini ayah gue.

"Apaan sih, Ayaaaaah." Protes Erza gak terima. Punya malu juga ya adek bungsu gue? Haha.

Kami semua tertawa melihat tingkah Erza yang misuh-misuh gak jelas.

"Males gue sama lo, kak! Liat aja nanti gue Europe Trip gak bakal ngajak lo! Inget tuh!" Duuuuh lucu banget sih, janji deh kalau dia bisa masuk UI gue ajak dia keliling Eropa.

"Ibuuu bontot nih gaya-gayaan mau ke Eropa, Bahasa Inggris aja remed mulu!" Remeh gue. Nggak kok, gue bercanda aja barusan soalnya Erza kalau udah ngomong pake bahasa inggris tuh aksennya british banget, cuy! Gue dengernya kayak lagi nonton Harry Potter.

Mata besar Erza semakin membulat. "Berisik lo! Udah sana ketinggalan peswat gue ketawain!" Cuma ya gitu, namanya anak bontot temperamennya ngalahin ibu hamil!

Gemes deh sama adik gue yang satu ini, makin diledek makin lucu tingkahnya. Sambil tertawa Ayah melerai kami.

"Sudah sana ikut rombongan, tuh udah pada kumpul dari tadi!" ucap Ayah mengingatkan. Wajahnya memang keliatan biasa aja, tapi gue yakin ayah memendam kekhawatiran yang sama besar kayak ibu.

Gue menoleh ke arah rombongan tour yang lagi kumpul untuk dengerin briefing dari panitia. Ah palingan lagi bahas yang ada di itinerary, kan? Gue udah cukup sering travelling jadi sudah sedikit paham lah.

"Ayah ibu kita pamit dulu." Rama menyalimi orang tua gue.

"Hati-hati, ya. Tolong di jaga ini dua cewek-cewek." Pesan Ayah pada Rama.

"Rama kan pernah ke Jepang sekali, ngerti dia pasti." Gue optimis aja sih. Rama juga kan Bahasa Inggrisnya faseh banget kayak bule, gue bisa tenang dong nanti seumpama ada masalah. Jadi gak gue doang gitu maksudnya yang bisa Bahasa Inggris.

"Vivi, lo jangan lupa pesenan gue! Sampe lupa awas aja! Gue memegang kunci dari kegagalan lu hahaha." Ancam Erza gak ada sopan-sopannya sama kakak dia. Sesongong-songongnya Erza, dia tetap gak akan berani nitip oleh-oleh sama gue, gak tau kenapa kalau sama gue dia masih rada takut dikit. Kalau sama ayah atau ibu dia masih berani ngelawan, apalagi sama Vivi. Mana mau dia panggil si Vivi pake Kakak atau imbuhan sopan lainnya.

"Iya baweeel." Jawab Vivi lalu dia nyubit pipi Erza. Padahal nanti yang bayar titipannya gue gue juga. Si Vivi mana mau modal.

"Kakak!" Cegah ibu saat gue hendak meninggalkan mereka. "Jangan nemuin dia ya kak?" Daripada memerintah, kalimat ibu kedengaran lebih ke meminta.

"Ibu percaya sama Hani kan?" Tanya gue balik.

Ibu mengangguk lemah. Yah dia juga gak bakal tau kan? Maaf ya Bu Hani harus membohongi ibu dan ayah.

Setelah itu kami bertiga menuju rombongan tur yang kurang lebih berjumlah lima belas orang untuk mendengar briefing yang disampaikan panitia. Sempet curi-curi pandang nengok ke belakang, muka adek gue suram banget melihat kepergian gue. Kocak dah.

Ketika gue gabung, si panitia tur lagi absen nama-nama anggota tur sambil bagi-bagi goodie bag yang isinya guiding book, itinerary book, dan macam-macam snack.

"Anggrahani Kusuma Adinata... Arandevi Dwiretno Adinata... Rama Yogaswara."

"Hadiiiir..." sahut gue sambil mengangkat tangan. Lalu gue menepuk pundak Rama, menyuruh dia buat ambilin goodie bag milik kami.

"Baik sudah lengkap dan siap semua ya. Tolong diingat lagi begitu semuanya sudah tiba di Narita, cari orang yang berseragam seperti saya ini, dia juga bawa bendera yang ada tulisan Mahameru Travel, Mas Tama namanya. Kalau sudah ketemu, lapor sama dia kalau Bapak-Ibu anggota turnya. Jadi sudah jelas ya, saya hanya mengantar Bapak-Ibu sampai disini, setelah itu di Bandara Narita akan di handle dengan Mas Tama. Ada yang mau ditanyakan lagi?" Jelas panitia travel itu.

Orang-orang kayaknya gak ada yang berminat untuk angkat tangan. Pasti pada gak sabar tuh pengin cepet-cepet nyampe di Jepang.

"Jelas ya semuanya. Terima kasih sudah percaya pada jasa kami. Demi kelancaran perjalanan Bapak-Ibu mari kita berdoa sebelum berangkat, semoga selamat sampai kembali ke tanah air. Berdoa mulai..."

Kami semua menunduk, termasuk gue. Tulus berdoa supaya semua masalah gue sebelum ini bisa di buang di Jepang nanti.  Gue harus bertemu sama dia untuk yang terakhir kalinya. Gue harus pastikan bahwa pertemuan di negeri Sakura dengan orang itu menjadi akhir dari semuanya. Lalu kembali ke tanah air dengan sejuta solusi. Jangan sampai malah nambah masalah baru, amit-amit.

Note:

Ketika pertama nulis cerita ini, ide mengalir gitu aja. Cerita ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi, walaupun tidak detail dan banyak yang saya ubah di berbagai sisi. Saya sudah dapat konsep untuk TOKYO, The Unexpected Guy, sejauh ini masih lancar Alhamdulillah.

Terima kasih sudah mau membaca cerita ini ^,^ Sampai jumpa lagi~

TOKYO, The Unexpected GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang