13

199 31 9
                                    


~~Happy Reading~~

.

.

.

"Bisakah kau sedikit menceritakan tentang ryser kepadaku?" tanya Hakyeon. Wongeun yang sedang mencari kerikil pun menoleh dan terkekeh pelan. "Kau ini seorang ryser, Hakyeon ah. Tetapi, kau benar-benar buta tentang ryser," jawab Wongeun seraya melemparkan kerikil yang ia genggam ke dalam sebuah sungai.

Hakyeon mendengus pelan. "Lantas apa tujuanmu mengajakku ke sini? Jika hanya ingin mengejekku lebih baik aku mencari pangeran." Namja itu tersenyum kecil lalu menolehkan kepalanya. "Kapan hari pernikahaanmu?" pertanyaan Wongeun sontak menghentikan langkah Hakyeon yang ingin meninggalkan area taman sekolah.

"Jadi, benar kau akan menjadi salah satu anggota kerajaan? Aku kira aku dapat menjadikanmu teman, ternyata tidak," lirih Wongeun seraya menatap air sungai di hadapannya sedih. Alis Hakyeon terangkat, kenapa namja itu terdengar tak menyukai anggota kerajaan?

"Apa yang terjadi, Wongeun ah?" tanya Hakyeon lembut sembari menepuk bahu Wongeun. Namja itu beralalu tanpa menghiraukan ucapan Hakyeon sama sekali. "Seorang anggota kerajaan tak akan mengerti," tuturnya. Penuturan namja itu merasuk ke dalam hatinya, sakit mendengar orang yang ia anggap sahabat itu ternyata tak menyukainya. "Apa masalahnya, Geun ah? Setidaknya ceritakan masalahmu dahulu," bujuk yeoja itu lagi.

Langkah Wongeun terhenti, ia menundukkan kepalanya. "Tak ada yang perlu diceritakan. Benar kata pangeran, seharusnya calon putri mahkota sepertimu tidak berteman dengan penyihir sepertiku. Setelah ini, bersikaplah tak mengenaliku. Anggap kita tak pernah berteman."

Hakyeon menggeleng, ini semua tak benar. Jalan pikir Wongeun benar-benar tak benar, ia harus memperbaikinya. "Lantas mengapa? Kau hanyalah penyihir, tak ada salahnya berteman dengan siapapun. Kau beruntung memiliki sebuah kekuatan, kau kira aku juga tak ingin memilikinya? Aku juga ingin, tetapi aku bukanlah toria yang memiliki riamo ataupun penyihir yang memiliki sihir. Aku hanyalah seorang manusia! Manusia! Makhluk yang tak memiliki apapun yang sespesial kalian. Jadi berhentilah untuk saling bertengkar, kita ini sama-sama makhluk hidup!!" pekik Hakyeon penuh kekesalan. Kenapa di dunia ini sangatlah memandang derajat, apakah seorang penyihir itu sangat terkutuk hingga para toria memusuhinya? Lantas bagaimana dengan dirinya yang hanyalah seorang manusia?

Wongeun membalikkan tubuhnya dengan wajah terkejut. "Kau..adalah manusia?" tanyanya. "Ne! Waeyeo? Aku tahu aku hanyalah makhluk lemah, jadi berhetilah bersikap bahwa dirimu adalah yang pantas dijauhi," pekiknya lagi seraya memelankan nada di akhir kalimatnya.

.

.

.

"Apakah kau benar seorang manusia?" Hakyeon yang sedari tadi terus saja mendapatkan pertanyaan sama dari sahabatnya itu mulai jengah. "Harus kukatakan berapa kali lagi, eoh?" Wongeun menyengir. "Maafkan aku, Hakyeon ah."

"Ya..ya. Terserah kau saja," jawab Hakyeon singkat. "Tapi, jujur saja. Aku masih tak percaya jika kau adalah seorang manusia. Ups! Aku lupa, jangan pernah menyebut dirimu seorang manusia lagi di sini, Hakyeon ah."

Dahi Hakyeon mengerut. "Kenapa?"tanyanya. Wongeun sedikit mendekatkan bibirnya ke telinga Hakyeon. "Tak aman jika yang lain tahu jika kau adalah manusia, jadi bersikaplah sebagai seorang toria, mengerti?" bisik Wongeun. Yeoja itu tak mengerti, namun ia tetap mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Oh iya, apakah kau membenci seorang anggota kerajaan?" tanya Hakyeon penasaran. Wongeun menatap yeoja itu sekilas lalu tersenyum kecut. "Ya begitulah. Jangan bilang kau penasaran akan hal itu." Seketika Hakyeon menyengir kuda. "Ayolah..ceritakan padakuu," bujuk Hakyeon.

I CANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang