~~Happy Reading~~
.
.
.
"Pang-ah maksudku, Taekwoon ssi. Sebenarnya.. tadi aku melihat Wongeun saat kereta berguncang."
.
.
.
"Aku melihatnya membantu para pengawalmu, Taekwoon ssi. Ia tidak seperti yang kau pikirkan, aku bersungguh-sungguh." Taekwoon tersenyum kecut, lalu kembali melangkah mendekati ranjang Hakyeon. "Apa kau menyukainya? Kulihat kau selalu membelanya, iya begitu?" tanya Taekwoon lirih.
Mata Hakyeon bergerak gusar, bukan itu maksudnya, tetapi kenapa namja itu dapat berpikir demikian? "A-aniya, jinjja. Ia hanyalah sahabatku. Aku hanya tak ingin kau terus saja berpikiran seperti itu. Aku benci jika perbedaan derajat membuat seseorang berlaku seenaknya, aku ingin semua makhluk di dunia ini saling mengerti satu sama lain. Aku hany--/Cup!" Antara sadar dan tidak Taekwoon bergerak mendekat lalu membungkam bibir Hakyeon yang menurutnya sangatlah berisik.
Kecupan dadakan Taekwoon menimbulkan degupan kencang dari jantung keduanya. Tanpa sadar sebuah ukiran halus kembali terukir pada pergelangan Hakyeon. Taekwoon yang sadar jika ia kelewatan pun menjauhkan wajahnya. "Akan kupirkan kembali tentang namja itu, tapi saat ini aku tetap belum dapat mempercayainya," tutur Taekwoon seraya membangkitkan tubuhnya. "Maaf aku kelewatan," lanjutnya seraya melangkah meninggalkan kamar Hakyeon.
Hakyeon yang masih belum sadar sepenuhnya tersadar saat pintu kamarnya tertutup. Tangannya beranjak menyentuh bibirnya pelan, lalu pipinya tiba-tiba kembali merona. Ia menarik selimutnya untuk menutupi seluruh tubuhnya, kemudian bergelinjang karena malu. "Akhh..apa yang barusan terjadi?" erangnya pelan.
Blam
"Apa yang sudah kulakukan?" lirih Taekwoon sembari menyenderkan punggungnya ke pintu kamarnya. Tangannya terangkat menyentuh dada sebelah kirinya, dapat dirasakan jika jantungnya berdetak tak karuan. Kemudian, ia tersenyum kecil. "Apakah ini yang rasanya mencintai?" gumamnya.
.
.
.
"Selamat pagi~" sapa Hakyeon riang seraya berjalan memasuki dapur istana. Seluruh pelayan yang melihatnya memasuki dapur membungkukkan tubuhnya. "Selamat pagi, Putri," sapa mereka balik. Hakyeon menggembungkan pipinya kesal melihat mereka yang sangat formal padanya.
"Putri Hakyeon, ayo kembali ke kamar. Putri harus mencoba beberapa gaun," panggil Jiah yang berlari kecil diikuti Sora dan Woori. Hakyeon yang melihat ketiga pelayannya datang mengejarnya pun beranjak menjauhi mereka. "Tidak mau, nanti saja. Aku ingin membantu di sini, sudah lama sekali aku tidak memasak," bantah Hakyeon. Mereka yang mendengar penuturan Hakyeon mengerutkan dahinya. "Memasak?" pikir mereka.
Hakyeon berdiri mendekati seorang pelayan yang sedang memasak telur, lalu dahinya mengerut. Pelayan tersebut terlihat sulit memecahkan telur, bahkan ia harus meremas telur tersebut lalu diletakan di sebuah mangkok. Kemudian, ia memisahkan cangkang telur itu dan meletakannya ke atas penggorengan dengan riamonya. "Apakah harus seperti itu untuk memecahkan telur?" tanya Hakyeon pelan.
Pelayan tersebut tersentak lalu menolehkan kepalanya. "Ah, maafkan saya, Putri. Mesin pemecah telur sedang diperbaiki jadi saya harus memecahkannya manual," jawabnya seraya membungkuk pelan. "Mau kubantu? Aku tahu cara yang lebih mudah," tawar Hakyeon seraya berusaha mengambil alih tempat sang pelayan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I CAN
FantasySeorang manusia yang seenaknya datang ke duniaku dan masuk ke kehidupanku. Sosok yang membuatku mulai mengerti, seorang pangeran itu juga makhluk hidup. Makhluk yang tak dapat hidup tanpa orang lain. Ia mengajarkanku apa makna dari kata bahagia. I...