14. Casanova

3.1K 139 4
                                    

Darlin... Jangan lupa klik bintang dulu sebelum baca bab ini. Tengkyu...

Wattpad error berat. Beberapa chapter ilang nggak jelas. Imbasnya view aku berkurang n' PR update chapter baru. So, kalo ada tulisan yang harusnya dicetak miring, tapi nggak dimiringin, punten, Shay.

🎸

Adriana

Satu jam yang lalu, aku baru saja membaca pesan dari semua orang... kecuali Ryker.

Orang tuaku bahkan meneleponku. Mereka melihat tentang kejadian di konser semalam melalui You Tube, yang belum apa-apa sudah sampai 100 ribuan orang yang melihat.

Salah satu model yang bernama Nayla, memberitahuku, bahwa foto-foto aku dan Ryker bertebaran di US Magazine. Memang benar, ada beberapa foto saat aku memeluk Ryker setelah selesai konser, ada juga foto-foto saat kami berjalan menuju bus entertainer, di situ Ryker merangkulku dan kami terlihat bahagia.

Foto-fotonya tidak berhenti sampai di situ, paparazzi itu membuntuti kami sampai ke rumah Ryker. Sepertinya mereka bikin tenda di sana. Yang jelas, ada foto-foto saat kami mau masuk ke rumah Ryker, pagi-pagi ketika aku keluar dari rumahnya, sampai dia mengantarku ke sini.

Gila. Aku benar-benar salut pada paparazzi.

Oh, balik lagi ke soal orang tuaku. Mom ngeri aku berteman dengan rocker, tapi dia tetap bilang aku dan Ryker sangat romantis. Dasar cewek, selalu melihat sesuatu dari sisi romantisme. Dad sendiri hanya bilang aku harus hati-hati saja.

Masalah teman, selain Rory dan Dee, Ryker juga mengirimiku pesan, tapi belum kubuka. Okay, aku tidak akan membuka lima pesan darinya. Dia juga sudah meneleponku tiga kali...

Apa aku mengangkatnya?

Tidak.

Kenapa?

Karena Ryker membuatku merasa nyaman, sekaligus ketakutan pada saat yang bersamaan.

Sekali lagi aku melambaikan tangan pada para kru syuting iklanku, setelah barusan beberapa kali berfoto bersama dengan mereka. Syukurlah, syuting sudah selesai... padahal jadwalnya sampai hari besok.

Seseorang dari kejauhan, bersandar di Porsche hitam dengan tampannya.

Pernah dengar istilah, kalau orang ganteng pakai baju apa pun tetap terlihat ganteng?

Itulah Taylor. Dia cuma memakai T-shirt putih dan jeans biru belél, tapi auranya... duh... muncrat-muncrat. Dia melambai padaku; aku membalasnya.

"Siang Adriana, kau cantik sekali hari ini," sapa Taylor dengan suara baritonnya sambil membukakan pintu Porsche-nya untukku.

Gila. Si kembar ini ternyata mempunyai kebiasaan--yang bisa membuat cewek-cewek meleleh. "Aku sudah bilang... aku memaafkanmu. Nggak usah pakai jemput-jemput segala."

"Di mana kesopananku, sini aku masukkan barang-barangmu ke kursi belakang." Taylor mengambil kedua tasku dan mendorong punggungku untuk naik ke Porsche-nya.

"Langsung saja antar aku pulang!" Aku memberikan tatapan kesal padanya.

"Nggak, Cinta. Sebagai permintaan maafku, kita akan makan sore dulu. Setelah itu, baru kuantar kau pulang, bagaimana?" Taylor memberikan senyuman dahsyatnya, lalu menjalankan Porsche-nya.

Aku hanya mengeleng-geleng. Dia memanggilku "cinta"? Aku bertaruh dia memanggil cewek-cewek lain, dengan sebutan yang sama. Dasar Casanova. "Kau tahu kan, aku nggak bisa terlihat sama cowok lain?"

Taylor mengangguk, keningnya berkerut. "Bagaimana kalau kita ke tempatku, atau ke tempatmu saja, lalu kita pesan makanan?"

"Aku tahu semalam kau mabuk, aku juga sudah memaafkanmu... mau apa lagi coba? Kau pikir, papz nggak akan berkemah di depan apartemenku?"

"Adriana, aku ingin mengenalmu lebih dekat... apa nggak boleh?"

"Kau sudah bilang semalam, dan aku juga sudah ngomong sama Ryker. Yang aneh, cara kau ingin mengenalku..." aku mengangkat bahu, "aku nggak suka."

"Mungkin yang akan kukatakan ini tidak bisa dijadikan sebagai alasan, tapi aku juga nggak suka kalian duduk di sofa pojok dressing room, lalu kau menciumi seluruh wajah Ryker ketika kami semua di luar. Seakan itu belum cukup, kau memberinya fedora di depan semua orang. Jadi aku mabuk dan terjadilah kejadian semalam."

"Apa yang kulakukan dengan Ryker, itu urusanku. Sudah kukatakan kami hanya teman!"

Taylor mendengus. "Kau mencium bibir Ry di depan JJ, dan kau juga tidur bersamanya, apa itu teman?"

Aku tertawa sinis. "Apa harus kuingatkan tentang semalam, huh? Kau hanya bilang dan bilang ingin mengenalku lebih dekat, itu saja, tapi aksimu nol besar!"

Rahang Taylor mengencang. "Akan kubuktikan padamu, Adriana. Beri aku kesempatan lagi!"

"Asal kau tahu, semua cowok yang mengenalku, mempunyai kesempatan yang sama untuk dekat denganku, hanya cara mereka saja yang berbeda-beda. Setelah mereka lebih mengenalku, dan aku mengenalnya... ini yang hampir selalu terjadi, ketertarikanku hilang di tengah jalan."

Taylor tertawa nyaring. "Kau memang cewek sombong berstandar tinggi yang seksi. Aku suka itu." Dia mengedipkan sebelah matanya.

Aku tersenyum geli lalu mengangguk. "Cewek harus menentukan standar dalam hidupnya. Kalau aku tidak punya standar, pasti sudah jadi groupie regularmu, tahu!"

Taylor tertawa sejadi-jadinya. "Aku bahkan akan menjadikanmu groupie eklusifku, Gadis cantik."

Aku mengerutkan hidungku. Tidak dalam 1000 tahun, Taylor. Terasa CA yang sedang kupegang bergetar, ketika kulihat, ternyata telepon dari Ryker.

"Telepon dari siapa? Well, kita ke mana sekarang?" tanya Taylor.

"Aku mau pulang saja. Akan kutunjukkan arah pulang ke apartemenku," jawabku sambil memandang CA.

"Telepon dari Ry, yah?"

Aku mengangguk.

"Nggak kau angkat?"

"Apartemenku di daerah Westwood," balasku.

Taylor tersenyum senang. "Aku tidak percaya ini, itu dekat dengan tempat tinggal orang tuaku. Kita ke sana saja, bagaimana?"

Aku tersenyum miris. "Aku tidak bisa, Taylor." Kemudian CA-ku bergetar lagi, kali ini Ryker mengirim pesan.

Kenapa nggak kau angkat?" tanya Taylor.

Mataku memandang kendaraan yang berlalu-lalang. "Ini cuma pesan. Nanti saja aku membalasnya."

"Kau nggak mau Ry tahu--kalau aku menjemputmu, kan?"

Aku memperlihatkan tampang bosan pada Taylor. Bukan memutar bola mataku... bukan... hanya menatapnya tanpa ekspresi.

"Okay, aku tidak bertanya lagi. Jadi bagaimana dengan tawaran permintaan maafku?

"Aku tidak bisa--"

"Dengar dulu sebentar, apa kau mau ke JIM nanti malam, jam delapan? Kau bisa ajak Ashley... bagaimana?" Pandangan Taylor mengharap padaku.

Aku mengembuskan napas. "Kalau itu... aku setuju."

"Terima kasih, Adriana." Taylor tersenyum padaku. Wow, lagi-lagi senyuman yang membuat cewek-cewek melepaskan celana dalam mereka. Sekarang aku percaya kenapa groupie ada.

🎸

In Bed with a RockerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang