goodbye, love.

4.3K 326 54
                                    

Hari ini Nadine selalu melihat kearah Devasya yang lebih banyak melamun, Devasya udah tau semuanya kemarin tentang bagaimana Wafda kepadanya.

Nadine merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan kepada Devasya, dia merasa mungkin Devasya patah hati sekarang karena ulahnya dan permintaan bodohnya waktu itu.

Nadine masih duduk dengan Devasya, Nadine menggigit bibir bawahnya karena ragu ingin memeluk Devasya tapi hati kecilnya bilang untuk melakukannya.

Nadine memberanikan diri memeluk Devasya dan menyandarkan kepala Devasya di bahunya.

"Maaf.."

Devasya masih tak bergeming, dia masih menatap lurus kedepan dan memeluk pinggang Nadine

"kamu nggak nangis kan Dev?"

"aku udah nggak punya airmata lagi Nad, lagian orang kayak gitu nggak pantes aku tangisin. Aku cuma ngerasa bodoh karena masih mau pertahanin dia gara – gara ucapanmu"

Nadine memejamkan matanya dan mempererat pelukannya pada Devasya, dalam hatinya Nadine merasa sangat tersakiti.

Maafkan aku Dev...

Disisi lain, ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka. Hatinya sangat sakit sekaligus merasa takut akan kehilangan seseorang yang sangat disayanginya.

Ingin sekali rasanya ia menarik Nadine dari pelukan Devasya tapi ia sadar kalau Devasya juga memiliki posisi tersendiri bagi Nadine ia tak mungkin egois.

Devasya Pov

Sekarang aku duduk dengan boneka panda yang pernah Nadine beri waktu aku ulang tahun yang ke 16. Boneka ini masih dan akan tetap menjadi favoriteku.

Aku menatap boneka itu dengan tatapan yang aku sendiri nggak tau.

Aku menamai boneka ini dengan nama KIBO, hahaha namanya lucu ya ? aku memilih nama itu karena Nadine selalu saja terobsesi dengan karakter kibo kecil di serial doraemon itu.

"Dev, kibo itu tanaman masak jadi panda" protesnya dulu padaku

"biarin kan terserah aku Nad, kamu apaan sih"

"nggak boleh Dev, Kibo itu warna ijo bukan item putih gini"

"ish apasih Nadine" aku membalikkan badanku dan memeluk boneka panda ini

Nadine menghela Nafasnya dan mengacak rambutku dari belakang, "Iyadeh iya, namanya Kibo"

Aku tersenyum mengingat kenangan itu, mengingat kalau Nadine nggak akan pernah bisa melihat aku ngambek. Tapi sayangnya, iya sayang itu udah tinggal kenangan.

Aku memangku Kibo dan mengusap wajahnya, ah sial.... Aku malah kembali membayangkan ini wajah Nadine.

"Kibo, aku bodoh ya? Kenapa nggak bilang dari dulu aja aku suka Nadine. Pasti sekarang dia disini sama aku, but almost is never enough ya boo"

aku tersenyum, kita udah UN dan kemarin udah pengumuman SNMPTN dan congratulation Nadine dapet SNMPTN di Universitas Brawijaya, dia dapet Teknik Elektro, keren ya. Sedangkan aku harus ulang ikut SBMPTN

Nadine pinter cuma agak masa bodo, nilai rapotnya bagus semua kok. Nadine masih nggak suka makan lobak nggak yah hahaha pasti masih dia kan paling anti sama lobak.

"Kibo, Aku Rindu Nadine. Rasanya dimanapun dan kapanpun aku tetap rindu dia"

aku menatap langit yang biru bercampur orange itu, yah sudah senja dan aku kembali mengingat saat – saat dimana akhirnya kami tau perasaan kami masing – masing tapi akhirnya tak bersama.

Besok aku mau ketemu Nadine dan bilang semuanya sama dia tentang rencanaku dan semoga itu tidak membuatku menangis di depannya.

"hai" sapaku saat dia melihat kearahku

Nadine tersenyum, senyum itu hmm semakin berubah tapi dengan kehangatan yang sama.

Gigi Nadine mulai rata, gigi gingsulnya mulai tak terlihat lagi tapi cuma giginya masih bengkok. Aku ingat saat pertama kali aku mengantarnya ke dokter dan menertawakannya, waktu berlalu begitu cepat ternyata sampai aku lupa sekarang Nadine sudah jadi milik orang lain yang selalu menemaninya untuk kedokter bukan aku lagi.

Nadine menarik tanganku dan duduk disampingnya, dia menggenggam erat tanganku dan entah kenapa hatiku semakin sakit.

"kenapa Nad?"

"nggak tau, aku rasa aku akan kehilanganmu sekarang"

airmataku jatuh begitu saja dan Nadine langsung menghapusnya "Kamu kenapa Dev?"

"Nad.."

"iya?"

"kapan kamu daftar ulang ke Universitas Brawijaya?"

"lusa aku berangkat"

"selamat ya"

"makasih ya, kamu kan gausah bingung lagi SBMPTN nanti ya. Semoga kamu juga dapet di UBAYA"

"aku mau ambil kedokteran di Universitas Udayana"

Wajah Nadine seperti terkejut dengan keputusanku, dia lama terdiam dan menatapku.

"kamu bohong Dev" Nadine menggelengkan kepalanya dan melepaskan genggaman tangannya

"aku serius Nad, aku akan menempuh pendidikanku disana. Aku udah persiapin semua dan aku optimis dapet SBMPTN disana"

"Dev, aku sengaja pilih Universitas Brawijaya agar jarak kita nggak terlalu jauh Dev. Tapi apa? Kamu malah milih disana, mau kamu apasih. Terus sejak kapan kamu tertarik sama dunia kedokteran? Aku kecewa Dev, kenapa kamu kayak gini? Maumu apasih Dev, apa?"

muka Nadine mulai memerah, mungkin sekarang dia sangat kecewa dengan keputusanku. Aku bahkan tidak akan berani melihat matanya sekarang.

"jujur Nad, aku nggak mau kamu terus bisa hubungin aku dan deket sama aku. Aku nggak bisa nahan perasaan aku Nad, sekuat apapun aku berusaha dimanapun dan kapanpun wajahmu selalu ada di bayangan aku... dan kamu fikir aku nggak merasa bersalah setiap bayangin kamu jadi milik aku? Padahal kamu milik Erina? Sakit Nad, cukup. Aku mau lupain kamu, mulai sekarang gausah hubungin aku lagi, aku nggak bisa bersahabat sama kamu orang yang aku sayang. Aku nggak percaya aku bakalan bisa biasa aja sama kamu Nad, kamu cinta pertamaku Nad. Cuma kamu yang bikin aku jatuh cinta sejatuh – jatuhnya. Cuma kamu yang bisa bikin aku patah hati separah ini Nad" aku udah nangis, aku nggak bisa lagi nahan airmataku.

Nadine memelukku lembut mengusap kepalaku dan menenangkan aku yang sedang menangis karenanya.

Nadine menangkup pipiku hingga aku menatap matanya, iya mata indah itu ternyata juga sudah tergenang air mata.

"okey, kalo kamu mau ninggalin aku. Aku ikutin mau kamu, tapi boleh nggak aku... em akuu"

aku melihat mata Nadine yang terus menatap bibirku, aku menarik tengkuk Nadine dan aku sedikit berjinjit hingga..

chupp...

aku menarasakan bibir Nadine dan membuat airmataku semakin deras mengalir, bibir kami hanya menempel. Nadine mempererat pelukannya, cukup lama kami hanya menempelkan bibir kami hingga akhirnya terlepas.

"Maaf Dev"

"aku sayang kamu Nad, Goodbye."

Aku meninggalkan Nadine yang masih duduk termenung dengan menggenggam buku berisi tulisan – tulisanku untuknya.

Selamat tinggal Nadine Adira, sahabatku dan cintaku.

Hai.. aku mau bilang, untuk part selanjutnya mungkin di private soalnya bakalan jadi awal baru cerita Nadine dan Devasya juga Erina. So, thanks for your attention guys wkwk

AlmostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang