Chapter 5

7.7K 636 75
                                    

Seandainya bisa, Naruto ingin sekali memutar waktu beberapa saat yang lalu. Seharusnya ia mengikuti Edward juga beruangkadang, Naruto memanggil Emmett dengan ejekan itutadi saat mereka melarikan diri. Namun,  keinginannya tak ditakdirkan untuk menjadi kenyataan. Sekarang dia malah menjadi seperti boneka di depan etalase toko di sana. Sedari tadi ia terus saja mengganti baju demi baju sesuai yang dipilihkan kedua wanita cantik di depannya. Kedua wanita itu dengan mudahnya mengatakan komentar demi komentar yang berakhir debat hingga membuat kegiatan pemilihan baju semakin lama.

Keempatnya telah berada di butik hingga siang hari dan itu hanya diisi dengan debat untuk pemilihan baju. Dalam waktu itu, mereka telah memborong lebih dari sepuluh setel pakaian. Tak hanya untuk Naruto, kedua vampir wanita itu juga menyempatkan diri membeli pakaian untuk diri mereka sendiri.

Naruto berdiri diam dengan memakai dress selutut berwarna hitam. Dipadukan dengan high heel setinggi lima sentimeter berwarna putih yang membuat gadis itu pegal sekali karena berdiri diam terlalu lama. Gadis itu berdiri dengan canggung serta tak nyaman dengan segala yang dipakainya saat ini. Ditambah rasa lapar yang terus bergema di dalam perutnya menjadi alasan utama ketidaknyamanan ini.

Ia dengan bosan menghela napas. Tangannya memain-mainkan ujung rok gaunnya. Ia tak suka warna dress ini. Tak menarik. Gerah. Lapar. Aish... matanya melirik pada kedua gadis yang sedang memilih pakaian. Lagi. Astaga....

Naruto mendongak. Kapan ini selesai, Tuhan?? Dia meratap.

Jasper tertawa geli melihat gadis kucing di depannya sedang disiksa oleh kedua wanita lainnya yang sama-sama mengerikan. Duduk di atas single sofa beludru merah, lelaki itu menopang dagu dengan asyik menonton. Ekspresi keengganan yang tadi terlihat dalam wajahnya kini hilang tak berbekas akibat menonton dengan geli setiap ekspresi Naruto serta ketidaknyamanannya.

Lelaki berambut pirang itu mengira akan terjadi kebosanan yang parah saat menemani para wanita ini berbelanja. Namun,  tak disangka ada hal menarik lainnya yang muncul kala gadis pirang itu mencoba setiap baju yang dipilihkan.

Dari balik bulu mata lentiknya, Naruto melihat Jasper tertawa senang di atas deritanya. Ia mengutuk. Dengan cemberut, mendelik pada lelaki berambut pirang itu. Dari kepalanya, Kurama ikut berkomentar, "Gaki, kau memang tak mirip dengan perempuan, ya!"

'Diam, Kurama!'

"Rasakan!" Kurama mengejek. "Oh, suruh diam perutmu itu! Aku ingin tidur!"

'Gak peduli!'

"Dasar pirang sialan!"

Menutup telepatinya dengan Kurama, Naruto kembali menghela napas. Dia sudah cukup kesal karena belum makan dan rubah sialan itu ingin mengejeknya? Lupakan! Dia akan membiarkan suara perutnya yang berbunyi supaya rubah malas itu gak bisa tidur! Rasakan!

Tapi, ternyata tidak hanya Kurama yang mendengar suara perutnya. Telinga sensitif milik ketiga vampir muda itu dapat mendengar gemuruh perut si pirang. Mereka pun menahan senyum gelinya melihat wajah Naruto yang nelangsa.

Melihat ketiganya yang sedang menahan senyum geli, si pirang mengernyit. "Kalian kenapa?" tanyanya tak sadar.

"Rose, apa kamu dengar suara perut siapa itu?" tanya Alice menggoda Naruto. Ia menggerling pada saudarinya dengan seringai kecil.

Rose pun ikut tersenyum. "Suara perut siapa, ya?" tanyanya seolah tak tahu dan melirik menggoda pada Naruto yang sepertinya baru sadar. Dia terkekeh melihat semu merah di pipi gadis yang digodanya.

Pipi bergaris milik Naruto bersemu merah karena malu. Mata birunya yang berkilau itu melirik ke arah lain.  Dengan salah tingkah, gadis itu menggaruk kepalanya yang tak gatal dan tertawa kaku. Dalam hatinya, Naruto berharap ada lubang hitam yang menelannya.

"Maaf, etto... aku laparttebayou, " ujar gadis itu dengan malu dan kaki yang tak bisa diam memutar pergelangan kakinya.

Tanpa bisa menahan tawanya, Rose pun tertawa melihat keimutan Naruto ketika malu. Dia segera menaruh sweater yang dipeganya ke tempat asal lalu menghampiri Naruto. "Gimana kalau kita makan siang dulu?" tawarnya dengan senyuman lembut.

Alice pun segera menaruh rok pendek yang menjadi alasan debatnya bersama Rose tadi. Ia melirik jam tangannya dan berkata, "Benar. Pantas saja kamu lapar. Ini sudah waktunya makan siang." Dia pun ikut menghampiri Naruto.

Naruto yang mendengar kata makan menjadi antusias. Matanya bersinar membayangkan setumpuk makanan enak. Senyum yang tadinya dengan canggung terukir di bibirnya sekarang terganti dengan tawa cerianya.  Ekspresi si pirang yang terang-terangan itu membuat ketiga lainnya tersenyum geli.

"Akhirnya kita makan juga!" serunya senang seraya menggandeng tangan Rose.

"Maaf kami membuatmu lapar, ya?" tanya Rose yang membiarkan saja lengannya digandeng.

"Oho! Tenang saja. Aku pasti akan mengajakmu ke restoran favorit di kota ini," ujar Alice riang. Ia dengan senang hati mulai menceritakkan makanan khas di sana. Yah, makanan menurut web resmi restoran... dia mana bisa makan makanan manusia.

"Ayo, bayar dulu barang belanjaan kalian. Setelah itu kita pergi!" ajak Jasper seraya tersenyum dan mulai mengambil sejumlah setelan di sofa.

"Kami tunggu di depan, ya?" tanya Alice yang tanpa mendengar balasan kekasih langsung keluar menyeret dua perempuan lainnya keluar.

Jasper sudah ingin menyahut, tapi ketiganya sudah pergi terlebih dahulu. Ia menghela napas. Apa dia bilang. Pasti dia jadi dompet bagi ketiga perempuan itu. Sudahlah jadi dompet, pembawa barang pula.

Usai membayar di kasir, tanpa tersenyum pada si pegawai yang bersemu merah, Jasper langsung melangkahkan kakinya keluar dengan membawa setumpuk barang di kedua tangannya. Tapi, sesaat sebelum dia keluar pintu, mata tajam Jasper melirik sekilas pada sepasang remaja yang tiba-tiba tengah bercengkrama itu. Seolah hanya lirikkan sekilas, tanpa mengubah ekspresi, pria itu berjalan santai ke parkiran

Sepasang remaja yang bersandiwara seolah tengah memilih pakaian itu langsung menghela napas lega begitu Jasper keluar dari kasir. Si perempuan mungil berambut pirang yang memakai pakaian agak terbuka itu memandang kekasihnya yang mengusap keningnya.

"Astaga, aku pikir dia tahu kalau kita dari tadi merhatiin mereka," ujar lelaki itu yang langsung menghela napas lega. Tangan yang semula berada di salah satu jaket dari rak baju itu menurun.

"Aku pikir juga begitu," kata si perempuan yang ikut lega kemudian menaruh dua setelan pakaian pria acak kembali ke rak. "Kenapa tiba-tiba Jasper jadi menyeramkan, sih!?" keluh wanita itu teringat wajah datar milik teman seangkatannya tersebut.

"Padahal aku kira dia tadinya agak membaik," balas sang kekasih setuju. "Tapi, ini pertama kalinya aku melihat Jasper dan Rose normal," lanjutnya lagi seraya memberikan gerakan tanda kutip di kata normal.

"Aku juga baru melihatnya, Mike! Tiga tahun bersama mereka, tapi baru lihat mereka bisa tertawa juga," ujarnya dengan tak percaya. Dia menggelengkan kepalanya dengan tangan kanan yang ketiga jarinya terangkat.

Lelaki yang memiliki rambut pirang spike hasil gel rambut itu mengerutkan kening. "Kalau Alice yang tertawa, sih,  wajar. Tapi, Rose? Jasper? Dua Hale's itu kan seramnya minta ampun," kata Mike yang agak berlebihan. "Rasanya gak mungkin, deh!" serunya yang tidak mempercayai apa yang mereka lihat. Dia mencubit pipi kekasihnya yang langsung berteriak kesakitan.

"Aw! Mike! Apa yang kamu lakukan, hah?" tanyanya sewot karena tanpa alasan dicubit.

"Ngecek ini mimpi apa bukan," jawab sang kekasih dengan konyol. Mike yang melihat kekasihnya akan meledak langsung berkata, "Habis kamu lucu juga, Jessica."

Jessica menyipitkan matanya dengan curiga lalu mengusap pipinya. "Tapi, gak gitu juga, tahu!" gumam Jessica pelan. "Kau tahu sendiri, Mike. Sejak Bella putus dengan Edward, geng mereka suram bahkan Alice menjadi sedikit pendiam. Tapi, sekarang mereka kayaknya ceria banget."

Jessica mencondongkan tubuhnya ke depan. "Lalu siapa gadis yang bersama mereka, ya?" tanyanya dengan sikap curiga. "Akrab banget sama mereka."

Mike mengangkat bahunya. "Ngomong-ngomong gadis asing itu lebih cantik dari Rose, deh! Apa dia itu kerabat mereka?" tanyanta dengan mata yang menerawang. Membayangkan tubuh mungil nan cantik milik gadis yang bersama tiga orang geng Cullen's dan Hale's itu.

Jessica yang melihat mata kekasihnya, menendang betis pemuda itu. "Memang cantik sampai kamu tadi kesandung terus jatuh!" desisnya kesal.

"Sayang! Sakit!" rengek Mike yang dibalas dengusan tak peduli oleh Jessica. Mike ingin berkata, 'Kamu juga terpesona, kok!', tapi gak jadi. Takut terkena amukan dari gadis barbar ini

My Kunoichi [Re-Write]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang