Bab 29

3.4K 210 15
                                    

Pagi, Guys. Oke, 16663 kata in aku persembahin untuk kalian. Aku tahu ini masih banyak typo, jadi maaf ya: ( 

Okay, ini aku last update karena akhir cerita hanya ada di pdf ya

Bab 17

"Sebentar lagi ujian," Adele merebahkan kepalanya ke atas meja. Dia dengan malas menggerling pada Naruto yang sejak tadi pagi terlihat lesu sekali. Lihatlah ekspresi lesu dan lamunannya. Padahal hari sudah hampir sore dan gadis itu masih saja asyik termenung. Adele menghela napas lalu menendang meja dimana tangan Naruto bertumpu. Dagu gadis pirang itu hampir terjatuh karenanya.

Naruto yang tersentak dari lamunannya, mendelik pada Adele. Sahabatnya itu sangat suka sekali mengganggu! "Apa, sih, Dele?"

Adele menegakkan dirinya. "Kamu itu yang apa? Dari tadi pagi lesu saja terus," decaknya remeh melihat kadar kebosanan selalu saja hinggap di wajah sang sahabat.

"Hari ini sangat membosankan. Gak ada yang asyik," desah Naruto seraya menatap gelang yang pagi ini Edward berikan sebelum pria itu bersama vampir lain dalam coven Cullen.

Gelang itu sangat sederhana. Dengan untaian rantai silver platinum berbentuk bulat kecil ditambah gantungan panjang yang diujungnya terdapat dua diamond serta dua lonceng kecil. Terlihat sederhana, tapi sangat berarti baginya.

Naruto mengukir senyumnya ketika melihat namanya dan Edward terukir di kedua gantungan hati tersebut. Jujur saja, dia tak terlalu menyukai perhiasan yang menempel di atas kulitnya. Itu sangat menganggu. Karenanya, apabila Sasuke atau siapapun itu memberikannya aksesoris semacam ini, dia tak akan memakainya. Akibat ketidaksukannya itu, baik teman-teman maupun mantan kekasihnya tak lagi pernah memberikan benda semacam gelang, kalung, atau cincin. Jika jepit, itu masih baik-baik saja. Mereka lebih memilih memberikan boneka atau voucher makan ramen. Sebenarnya hadiah favorit Naruto, ya, voucher Ramen Ichiraku:).

Gadis pirang itu menggelengkan kepalanya dengan geli. Ia sendiri heran mengapa dia mau saja memakai gelang ini. Apalagi rasanya sangat nyaman sekali. Seperti... dia yang jauh terasa menjadi sangat dekat.

Ah... Naruto semakin merindukan lelaki yang selalu membuat pipinya memerah itu.

"Pandangin saja terus, Nar! Pandangin sampai puas!" cibir sakartis Adele yang lagi-lagi diabaikan. "Yang kangen sama orang itu gini. Sahabat sendiri dianggurin!"

Naruto mengalihkan pandangannya. "Siapa juga yang kangen Edward!" serunya salah tingkah. Ia, 'kan, malu dipergoki kayak gitu....

Adele mendengus. "Aku gak nyebut nama Edward, kok!" dia berdiri lalu menggendikan dagu ke pintu; mengajak Naruto pulang dengan bahasa isyarat.

Naruto ikut berdiri dan mengikuti langkah kaki sang sahabat.

Saat keduanya berjalan berdampingan, Adele berkata kembali, "Lagian kemana coba Edward dan saudaranya? Mereka baru saja balik sudah pergi lagi saja. Padahal sebentar lagi ujian."

Naruto langsung mengerutkan kening. "Ujian? Kapan?"

"Lusa, lah!" balas Adele yang dengan santai merangkul gadis disampingnya. "Bukannya aku telah memberitahumu minggu kemarin?"

Naruto mengulum bibirnya. Ia baru ingat kalau mereka ada ujian sebentar lagi. "Mereka harus pergi. Sepupu Carlisle sakit parah. Jadi, mereka semua menjenguknya," jelas Naruto lalu menoleh pada Adele. "Kapan ujian selesai?"

Adele manggut-manggut. Dia tampak menghitung-hitung hari dengan tangannya yang bebas. "Gak lama, kok. Hanya dua minggu kurang, mungkin. Satu minggu teori, sedangkan sisanya praktek," jawab gadis itu.

"Dua minggu?" beo Naruto seraya mengangkat alisnya. "Lama banget. Kalau gitu mereka gak boleh lama-lama di sana."

Adele mengetukkan kepalanya pada sisi kepala Naruto "Itu kamu tahu! By the way, kamu dan Kurama jadi, 'kan, nginap di rumahku?"

My Kunoichi [Re-Write]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang