Chapter 12

6.7K 507 18
                                    

Lelaki itu segera menyingkir jauh dari Naruto. "Dasar kucing pemalas!" ejek Kurama melarikan diri dari ruangan dan meninggalkan jejak lemparan bantal di dekat pintu.

"Kurama sialan!"

.
.
.
.

"Jadi apa yang harus kita lakukan?" tanya Naruto canggung. Tangan kanannya terangkat menggaruk kepala surai pirang yang tak gatal.

Pria berambut perunggu itu terdiam. Matanya melirik si pirang yang tengah tertawa gugup dan entah kenapa membuat dirinya tersenyum tipis. Edward kembali teringat tentang apa yang terjadi sebelumnya. Ingatan yang membuat dirinya bertanya-tanya, mengapa dia bisa sebahagia ini?

Sesaat yang lalu, Naruto telah menerima keputusan mate yang telah mengikat mereka di depan seluruh keluarga Cullen. Tentu saja keputusan itu disambut dengan teriak heboh tanda suka. Mereka ikut bahagia bagi pasangan ini. Naruto yang memang disukai sudah mendapat persetujuan dari keluarga Edward. Apalagi ini memang sesuai dengan apa yang diharapkan mereka. Jadi, tak heran keputusan Naruto ini membuat keluarga Cullen semakin menyukainya dan berteriak heboh seperti itu.

Kehebohan keluarga itu tak berlangsung lama sebab Alice menggerling jail. Dari lirikan matanya saja, Edward serta Naruto tahu kalau akan ada sesuatu yang terjadi. Perasaan mereka jadi tak karuan melihat gerlingan wanita berambut pendek tersebut. Benar saja. Perasaan mereka tak salah sebab wanita itu malah menyeret keluarga Cullen dan Kurama yang enggan meninggalkan mereka berduaan untuk pergi. Iya. Mereka ditinggal berdua begitu saja.

"Aku... aku tahu tentangmu dan pria itu," ujar Edward tiba-tiba menjatuhkan keheningan di antara keduanya.

Edward telah memikirkan semuanya. Termasuk kisahnya dan kisah Naruto. Keduanya belum siap untuk memulai lagi. Mereka berdua juga sama-sama terluka untuk memulai suatu hubungan yang seperti ini. Jika ditanya bagaimana perasaan lelaki itu maka Edward akan menjawab rumit.

Jujur, Edward sendiri belum sanggup untuk memulai cinta baru, tapi melihat masa lalu Naruto yang sama dengannya. Bahkan lebih parah, tapi gadis itu tetap tersenyum dan menerima dengan lapang dada. Hal itu membutnya malu. Ia sangat yakin Naruto jauh lebih sakit saat menerima kodrat ini. Meski begitu, Naruto masih menerima dirinya serta takdir mereka. Lalu jika Edward keberatan, siapakah dirinya hingga berhak mengatakan keberatan sedangkan yang paling dirugikan ialah Naruto?

Jadi, dirinya membuat resolusi. Memang takdir alam tak bisa lagi ditolak, tapi Edward akan membiarkan dirinya sendiri menerima takdir ini. Lebih lagi, dia ingin menuntun Naruto lebih menerimanya serta membuat kesempatan bagi mereka berdua. Kesempatan kedua untuk memulai kisah cinta mereka.

Mata biru Naruto segera melirik pada Edward. "Darimana kamu tahu?" tanyanya dengan terkejut. Seingat Naruto, dia tak pernah menceritakan mengenai kisah cintanya pada keluarga ini.

"Salah satu kemampuanku adalah membaca pikiran, ingat? Tentu saja aku mengetahuinya." Edward tersenyum tipis sembari merapikan rambut dengan tangan sebelah kanannya.

Mata Naruto mengerjap sejenak. Ia ingat kalau terkadang dirinya yang memang sedang galau mengingat kembali kenangan bersama Sasuke. Bahkan saat dia bercakap-cakap seperti ini, beberapa kali ingatan mengenai Sasu-teme itu suka melintas di kepalanya. Pantas saja Edward tahu mengingat kemampuan vampir itu.

"Tidak sopan!" delik Naruto membuat Edward meringis. Tapi, kemudian dia berkata, "Sayangnya itu hebat!!" sungutnya tak rela.

"Umh, maafkan aku. Aku gak sengaja melakukannya. Terkadang itu hanya muncul begitu saja," ujar Edward sedikit berbohong. Dia bisa, kok, mengontrol kemampuannya, tapi lelaki itu memang hanya tak ingin melakukannya saat itu. "Tapi, benarkah itu hebat?? Memangnya kamu gak takut kalau aku tahu rahasiamu?" tanyanya dengan nad jail. Ia mencoba mengakrabkan diri dengan lelucon agar nantinya tak ada lagi keheningan canggung seperti ini.

My Kunoichi [Re-Write]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang