"Kami pulang! " seru Naruto seperti biasanya. Tubuh gadis itu sudah lumayan kering, tapi tak bisa dipungkiri rambut pirangnya masih sama lepeknya seperti beberapa saat lalu. Semu merah sudah hampir memenuhi pipi bulatnya. Menandakan hawa hangat telah mulai mengalir lebih di setiap pork-pori tubuhnya.
Tangan gadis itu digenggam erat oleh Edward sementara tubuh keduanya saling berdekatan. Pemandangan inilah yang terlihat oleh Esme begitu ia keluar untuk menyambut pasangan tersebut.
Seulas senyum muncul di bibir wanita cantik itu, dia berdiri di ambang tangga melihat pasangan hangat tersebut. Kekhawatiran yang dibawa oleh Alice perihal hilangnya lenyap sudah tepat saat melihat senyum terpatri di wajah kedua anaknya.
Esme berbalik dan secepat kilat dirinya telah membawa selembar handuk. Dalam beberapa langkah, dia menyambut pasangan yang berada di ruang tamu tersebut.
Senyum Naruto merekah melihat Esme yang datang. Wanita yang sudah dianggap ibu bagi anak-anak keluarga Cullens itu segera memeluk Naruto untuk menyampirkan handuk tebal di bahu gadis itu.
"Kamu basah sekali, sayang, " ujar Esme seraya menyampirkan anak rambut Naruto ke belakang telinganya.
Naruto nyengir, "Iya. Tadi aku terjatuh di laut, " jelas gadis itu dengan mata yang bersinar.
"Pantas sekarang kamu mirip kucing yang jatuh dari selokan, " celetuk Alice. Gadis itu datang dari dapur membawa sebuah nampan yang berisi botol anggur dan tiga buah gelas.
Naruto mengerucutkan bibirnya sebal. Matanya melotot lucu ke arah gadis berambut pendek yang kini tengah menaruh nampan di atas meja ruang tamu.
"Enak saja! Aku ini gak mirip kucing, kok! " serunya tak terima.
Alice mencibir, "Makannya jangan suka kabur-kaburan! " gerutu gadis itu karena dimarahi Edward beberapa saat lalu.
"Aku sudah izin sama Ed. Mana aku tahu kalau aku harus menolong orang, " jelas gadis itu sebal. Tangan dalam genggaman Edward itu merasa diperketat, sudut sendinya agak berderak. Naruto meringis dalam hati, sedikit sakit. Usai memikirkan tersebut, tangan Edward melonggar namun tetap tak melepaskan genggamannya.
"Esme, kamu bisa membuatkan Naru coklat hangat? " pinta Edward dengan senyuman pengertian. Dia melirik gadis disampingnya penuh kekhawatiran. Tubuh Naruto sudah agak mengering, tapi rambutnya yang basah pasti masih membuat gigilan dingin.
Esme mengangguk. Tanpa diminta pun dia memang ingin menyiapkan minuman hangat agar tubuh gadis berzodiak Libra itu lebih hangat.
"Aku akan mengantarkannya ke kamar Naruto, " katanya dengan senyuman lembut.
Mata Naruto bersinar mendengar minuman akan datang. Dia mengedipkan matanya yang bulat dan tersenyum senang. Hal itu membuat mata bulatnya agak menyipit seperti bulan. "Makasih, Esme. "
Edward masih memikirkan sesuatu saat melihat bibir Naruto yang lebih pucat dari biasanya. Ia mengerutkan kening dengan keraguan dari sinar matanya. "Apa kita punya obat penurun panas dan antibiotik, Esme? "
Esme juga baru sadar kalau gadis pirangnya membutuhkan obat. Raut wajahnya berubah khawatir dengan kening mengerut. Wanita cantik itu menggigit bibirnya agak panik. Vampire tidak pernah menerima penyakit manusia apapun. Jadi, apa obat tersedia di rumahnya?
Esme meragukan itu, tapi kemudian dia teringat kalau suaminya selalu membawa obat-obatan saat pulang. Apa ada di sana?
"Kupikir kita memilikinya. Lagipula itu obat dasar, mungkin Carlisle menyimpan beberapa, " jelas Esme penuh keraguan.
Naruto menggeleng, "Gak usah minum obat. Aku tidak akan sakit, kok. "
Alice menengok dari televisi yang ditontonnya. Bibir merah wanita itu agak basah dengan kilapan darah. Sedangkan tangan kanannya memegang gelas yang berisi beberapa tetes darah. Gadis itu mengernyit tak suka, "Minum obat! Kamu harus minum obat, " titahnya bak yang mulia ratu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Kunoichi [Re-Write]
FanfictionDisclaimer : Naruto milik Mashashi Kishimoto dan Twilight milik Sthephanie Mayer. Setelah dikhianati oleh sang kekasih, Naruto harus terjebak dalam dimensi lain. Di tengah dunia vampir dan manusia serigala ini, Naruto harus melindungi dirinya sendi...