Chapter 19

5K 408 68
                                    

Matahari sudah agak tinggi saat Adele menjemput Naruto di kediaman keluarga Cullens. Ini pertama kalinya anak sulung dari keluarga McHousten itu mengunjungi Naruto di kediaman keluarga Cullens. Agak sulit untuk mencapai rumah kaca Naruto dengan mobil mini van birunya. Jalanan yang lebih licin dari jalanan kota akibat embun berjatuhan dari pepohonan di kedua sisi jalan, membuat Adele harus berhati-hati dalam mengemudikan mobilnya. Meski dia seorang pembalap malam, jalanan yang asing masih harus familiar. Apalagi dengan konteks jalan yang lebih sulit, pastinya membuat gadis itu harus mengenal lebih dahulu medannya.

Selain medan yang licin, arah jalan yang dijelaskan Naruto di telpon tak begitu jelas. Well, apa yang diharapkan dari gadis buta jalan seperti Naruto? Adele mendesah. Karena penjelasan yang tak jelas inilah dia sampai di rumah keluarga Cullens setelah dua jam mengemudi mobil. Bayangkan! Selama ini, selama dua jam, dia hanya berputar-putar tak jelas!

"Ya! Gadis bau! Kemana kamu arahkan aku, sih? Daritadi jalan, baru sampai sekarang! " sungut Adele begitu turun dari mobilnya.

Astaga... merasakan tanah di kakinya lagi, sungguh membuat perasaan tak terlukiskan lagi. Rasa-rasanya pinggang Adele hampir patah karena dua jam duduk di mobil tanpa arah yang jelas. Mana jalan gak bisa ngebut lagi. Makin-makin membuat hati gadis itu terasa berat.

Naruto terkekeh innocent, "Ya maaf, Adel. Aku, kan, lupa jalannya, " katanya dengan tawa canggung.

Adele hampir saja memukul kepala pirang bodoh temannya jika tidak ingat ucapan Edward beberapa hari lalu sebelum pergi.

'Jaga Naruto. Jangan biarkan gadisku menjadi bodoh karena dekat denganmu. '

Salah-salah kalau Adele pukul kepala gadis kesayangan Edward itu, Naruto makin bodoh gimana? Bisa-bisa Edward pulang langsung mencincang tubuhnya.

"Enak banget,  ya,  ngomong lupa. Aku hampir tersesat tahu! Dua jam! Dua jam, Nar! " seru frustasi gadis berambut coklat itu dengan sebal.

Naruto menghela napasnya. "Iya, maaf, deh. Ya udah, kamu mau masuk buat istirahat dulu atau langsung jalan? " tanya gadis Uzumaki itu dengan mengusap tengkuknya.

Adele memutar matanya lalu menghela napas. Tangan yang disilangkan di depan dadanya diturunkan. Ia melihat jam di arloji bertali coklat kulit di lengan kanannya.

"Ini udah siang. Gak akan keburu ke sana kalau aku istirahat dulu. Ngomong-ngomong lain kali, ya, aku main ke rumah. Ckck, rumah keluarga Cullens memang berbeda. Dimana-mana kaca yang bisa aku lihat, " ujarnya setengah pasrah dan membujuk. Diakhir kalimat dia bahkan mengedipkan sebelah mata kepada Naruto.

Gadis bungsu di keluarga Cullens itu mengibaskan tangannya. Dia mengangkat dadanya bergaya, "Iyalah. Lagian rumah ini sangat nyaman ditinggali. Carlisle dan yang lainnya mementingkan kenyamanan. "

Kakak dari dua adik lelaki itu melengos. Dia mencibir geli, "Udah, ah. Pokoknya janji, lain kali aku diajak berkunjung. " Adele melirik jalanan licin yang membentang lurus, "Lagipula spot jalanan ini cukup menantangku. "

"Yah, kalau itu aku harus tanya dulu sama yang lain. Kamu tahu sendiri, keluargaku yang lainnya sangat suka ketenangan, " kata Naruto agak ragu. Namun, saat menyebutkan kata "keluarga" Naruto dapat merasakan hatinya semakin menghangat.

Di Konoha, ada Petapa Genit yang sudah dianggap ayah; ada Nenek Tsunade sebagai anggota keluarganya; ada Kakashi-sensei dan Iruka-sensei sebagai kakaknya; ada Paman Bee yang selalu membantunya; ada teman-teman yang sudah ia anggap keluarga; dan... ada Sasuke juga Sakura.

Banyak orang sudah dianggap keluarga sendiri oleh Naruto. Ia menyayangi mereka dan tak ingin mereka sedih. Naruto sangat menghargai ikatannya. Dan disini, dia juga mendapatkan banyak hal.

My Kunoichi [Re-Write]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang