Naruto duduk di meja belajarnya ditemani beberapa buku yang merupakan tugas dari sekolah. Raut wajahnya terlihat serius dan juga kesal. Tak jarang bibirnya mengerucut sebal diikuti rutukan bernada tuduhan pada benda kertas di hadapannya. Tangan kanan sedari tadi mencoret-coret untuk menghitung sementara matanya berkali-kali melirik pada buku catatan atau buku berisi kumpulan rumus Matematika yang diberikan Jasper padanya beberapa hari lalu. Sesekali pensil di tangannya berubah menjadi pulpen, lalu salah satu yang sedang dipakainya ia gigiti ringan dengan perasaan gemas. Ingin sekali menghancurkan sekumpulan angka ini dengan rasengan lalu membuang mereka ke sungai.Dibandingkan tugas Matematika yang rumit ini, Naruto lebih memilih bertarung dengan Orochimaru. Setidaknya lelaki ular itu tidak akan membuat pusing kepalanya hanya untuk menghitung angka-angka ini.
Naruto menggaruk kepalanya dengan frustasi.
"Ini berapa sih?! Kok hasilnya gak nemu-nemu?!"
"Astaga! Mengapa harus Matematika, sih?!"
"Arghhh! Kok bisa gak ada hasilnya?!"
Emmett duduk di atas sofa dengan sedikit hempasan. Lelaki bertubuh besar itu sedikit meregangkan tubuhnya sehabis memodifikasi mobil. Emmett menghempaskan kepalanya ke belakang saat telinganya yang sensitive seperti mendengar sesuatu.
"Naruto belum selesai juga mengerjakan tugasnya?" tanya Emmett bingung.
Jangan tanya mengapa Emmett bisa mendengar teriakkan frustasi Naruto meski gadis itu berada satu lantai di atasnya. Salahkan pendengaran Vampire yang super sensitive, tentu saja mereka akan mendengar Naruto.
Jasper mengangguk ringan dengan mata tertuju pada televisi di ruang keluarga itu. "Entah apa yang sedang dia kerjakan hingga membuatnya terus berteriak." Senyum geli terpasang di wajah pucat Jasper memikirkan reaksi si pirang di atas sana.
Alice tertawa dengan suara loncengnya. "Dia seperti sedang menonton permainan olahraga saja sampai harus berteriak-teriak. " Gadis berambut pendek itu semakin menyandarkan dirinya pada tubuh Jasper
Carlisle menggulung koran yang sedang dibacanya di kursi makan. "Dia sangat menggemaskan, Ed." Carlisle terkekeh geli dengan ucapannya yang tertuju pada Edward.
"Bahkan dia sangat kekanak-kanakan. Selalu menjahilimu, Emmett, " ujar Esme yang sedang memasak di dapur untuk makan malam Naruto dan Kurama.
"Dan kamu selalu kalah, Em, " sela Rose yang datang sembari menuangkan darah dari botol wine ke gelas yang berada di nampan.
Emmett merenggut dengan senyum di bibirnya, "Dia sangat licik. Seperti rubah dan kalian selalu melindunginya. "
Mereka semua tertawa geli mendengar pernyataan yang 100% benar itu. Rose menaruh segelas darah di depan Carlisle dan membawa sisanya menuju ruang keluarga yang memang berdampingan dengan ruang makan serta dapur.
"Jangan salahkan kami. Kau saja yang terlalu tidak peka, Emmett, " kata Jasper dari balik senyum tipisnya yang membuat Rose tertawa geli saat menyajikan nampan.
"Ed, sepertinya kau harus ke atas. Kasihan Naruto, " ujar Esme sembari menggoreng ayam, tapi masih bersama senyum di bibirnya.
Edward tertawa kecil, lalu mengangguk, "Kamu benar, Esme. Dia benar-benar kesusahan. " Edward bangkit dari duduknya.
"Benar. Atau dia akan terus berteriak kesal, hahahaha...," ujar Emmett membantu Rose menyajikan gelas-gelas wine itu di depan semua saudaranya.
Edward menggeleng kecil dengan geli lalu melangkahkan kakinya santai ke lantai atas.
"Ajarin dia bukannya bermesraan, ya!" seru jahil Alice dengan senyum yang terpatri di bibirnya dan dibalas dengan teriakan Edward yang memaki dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Kunoichi [Re-Write]
FanfictionDisclaimer : Naruto milik Mashashi Kishimoto dan Twilight milik Sthephanie Mayer. Setelah dikhianati oleh sang kekasih, Naruto harus terjebak dalam dimensi lain. Di tengah dunia vampir dan manusia serigala ini, Naruto harus melindungi dirinya sendi...