Begitu Naruto bangun, sisi tempat tidurnya kosong. Tanganny terulur meraba bagian kosong yang telah mendingin, apa Edward sudah pergi? Pikiran itu membuat matanya yang setengah tidur melinglung segera.Naruto menggeleng kecil untuk menghilangkan kantuk dan pandangan kaburnya. Ia perlahan turun dari tempat tidur dengan keadaan masih melinglung m. Ada rasa kosong di sudut hatinya. Tak hang kekosongan yang aneh, tapi juga kecewa karena tak menemukan sosok lelaki itu di pagi hari.
Dia menggaruk rambutnya yang bagaikan sarang burung berwarna kuning. Selalu lagi, pandangannya jatuh pada tempat tidur yang sebelah sisi kirinya rapi. Naruto menghela napas begitu menyadari kalau Edward telah lama pergi berburu.
Kenapa tidak mengucapkan selamat tinggal padaku dulu, sih! Pikirnya sebal.
Naruto mengerucutkan bibirnya dan pergi ke kamar mandi. Dia hanya mencuci muka dan menggosok gigi di wastafel, tanpa mandi, dan langsung turun ke bawah. Buat apa mandi? Toh, ini terlalu pagi untuk itu. Lagipula Naruto tak merasa bau badan. Dia percaya kalau tubuhnya masih sangat-sangat wangi.
Naruto sampai di ujung anak tangga. Dia mengucek sedikit matanya lalu melihat kalau Esme dan Alice sedang berada di dapur. Naruto yakin kalau Alice tidak sedang membantu Esme memasak. Dia hanya ingin bersenang-senang dan mengacaukan dapur. Tapi, tak biasanya Alice membantu—mengacaukan—dapur.
"Kamu sudah bangun, Naruto?" pertanyaan itu mengalihkan perhatiannya ke ambang pintu rumah yang terbuka. Di sana ada Rose yang sepertinya pulang sehabis belanja—karena tangannya terdapat dua kantung plastik ukuran besar. Vampir itu berjalan santai ke dapur saat matanya melirik pada Naruto.
Naruto menggaruk kepalanya. Ia memiringkan kepala kurang tersebut seraya berkata dengan ragu, "Sudah bangun?" sepertinya gadis pirang itu meski sudah sadar, tapi tetap linglung??
Rose tertawa mendengar nada sengaunya. Sama seperti Alice dan Esme di dapur yang juga terkekeh. Bagi mereka, tatapan polos dan linglung Naruto yang setengah sadar ditambah suaranya sedikit sengau, sangat lucu.
Naruto menguap lebar tanpa malu-malu menutup mulutnya. Ia tak menghiraukan mengapa ketiga wanita di sana tertawa. Matanya yang memiliki kelopak ganda mengecil karena terlalu lebar membuka mulut. Air mata bahkan terlihat di sudut matanya. Naruto lebih dari cukup memiliki jam tidurnya, tapi mungkin karena terlalu berlebihan dia masih merasa sangat mengantuk.
"Edward sudah berangkat?" tanya Naruto masih mematung di anak tangga. Pertanyaan pertama yang bukannya tentang jam berapa atau hal remeh lainnya melainkan tentang Edward keluar dari bibirnya. Sepertinya tanpa sadar otak gadis itu sudah berputar di tokoh lelaki pucat kita ini.
Alice melemparkan sebuah kripik kentang ke Naruto, berniat menjailinya. "Pertanyaan pertama setelah sadar itu Edward, hm?" goda wanita itu seraya tertawa.
Naruto dengan mudah menangkap kripik kentang berperasa coklat tersebut dengan tangannya. Ia tak rajin-rajin untuk tersipu dan hanya ingin memasukkan kripik ke dalam mulutnya sebelum—
"Jangan dimakan. Tanganmu masih kotor, mandi dulu sana," tegur Esme dengan kegelian di matanya. Tangan wanita paruh baya itu sedang menguleni adonan karenanya debu putih ada dimana-mana.
Naruto cemberut dan memandang lapar pada keripik di tangannya.
"Aku yakin jika Edward melihatmu merindukannya seperti ini, dia akan senang sampai terbang ke langit," ujar Rose seraya membuka tutup toples kaca berukir platina indah tersebut. Perkataanya merujuk pada pertanyaan yang Alice sempat goda.
Dengan keadaan bersidekap tangan Naruto menyangkal mudah godaan kedua gadis muda tersebut. "Siapa juga yang merindukan muka pucat itu?"
Esme membanting adonan lalu menyahut, "Kamu. Mana mungkin kita'kan? Benar, Alice?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Kunoichi [Re-Write]
FanfictionDisclaimer : Naruto milik Mashashi Kishimoto dan Twilight milik Sthephanie Mayer. Setelah dikhianati oleh sang kekasih, Naruto harus terjebak dalam dimensi lain. Di tengah dunia vampir dan manusia serigala ini, Naruto harus melindungi dirinya sendi...