Samudera - 9

33.6K 3.4K 190
                                    

20k viewers di part 8, cepet juga ya. Makasih semuanya:*

***

Rasanya Oceana ingin pindah kelas saja atau bahkan pindah sekolah, ia malas mendapat tatapan sinis dari Gea, Gia dan Ara. Ralat, tidak dengan Gia. Cuma dia satau-satunya yang masih tersenyum kepada Oceana.

Bahkan Gea menyuruh Gia agar pindah tempat duduk tetapi saudara kembarnya itu menolak. "Udahlah, biarin gue duduk di sini," ujar Gia menatap Gea.

"Lo mau duduk sebangku sama penikung macam dia?"

Oceana tidak ingin ribut, lebih baik mengalah, ia menghembuskan napas lalu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah bangku yang berada di belakangnya. "Nisa, tukaran tempat duduk, bisa?"

"Gue udah nyaman di sini, Na."

"Please."

Akhirnya gadis yang bernama Nisa tersebut mengangguk lalu ia mengambil tasnya di atas meja kemudian pindah ke tempat duduknya Oceana semula.

Oceana duduk di sebelah Gita yang sedang memainkan ponselnya. "Lagi ada masalah sama sahabat lo?" bisik Gita, menatap kearah Oceana.

Oceana mengendikkan bahu.

Tak lama kemudian ketua kelas XI Ipa2 berdiri di depan kelas. "Guys, pelajaran pertama kita kosong, Ibu Alma sakit. Beliau ngasih tugas meresensi novel, kumpulkan minggu depan," ujar Bintang, sang ketua kelas.

Oceana tersenyum, lalu ia beranjak keluar kelas seorang diri. Itu lebih baik daripada ia harus berada di kelas yang seperti neraka. Ia berjalan ke ruang osis dan duduk di salah satu kursi, ditenggelamkan wajahnya pada meja di hadapannya kemudian terdengar suara isak tangis.

Ia menangis dalam diam, rasanya ia ingi berlari ke ujung dunia, melepas semua kesakitan yang melanda hatinya.

"Ternyata wakil ketua osis HarBang bisa nangis juga ya," ujar seorang cowok yang baru masuk ruangan, spontan Oceana menghapus air mata dan mengangkat wajahnya menatap cowok tersebut.

"Lo gak masuk kelas?"

"Gue mau ambil buku gue yang ketinggalan di sini."

"Yaudah ambil, gue mau sendiri."

Aldric menarik kursi di samping Oceana lalu menatap gadis itu seraya tersenyum simpul. "Daripada lo di atas meja, dada gue siap kalau mau lo pinjam buat tumpahin air mata lo." Oceana menatap manik mata Aldric seolah bertanya apa yang terjadi dengan Aldric.

"Dada gue dada-able lho, lo gak mau coba?"

"Emang lo siapanya gue? Sampai gue harus nangis di pelukan lo? Mending gue pinjam dadanya Samudera."

Senyuman Aldric memudar dari wajah tampannya kemudian ia menghela napas. "Itu salah satu alasan kenapa gue gak mau ungkapin perasaan gue yang sebenarnya."

Ia beranjak dari tempat duduknya kemudian Oceana mencekal tangan Adric. "Lo suka sama gue?"

Aldric menoleh kemudian mengangguk.

"Gue belum pengin pacaran Kak, gue malas jatuh cinta kemudian patah hati untuk kesekian kalinya, gue pengin selesaiin masa SMA gue dengan tenang."

"Lo gak mau ciptain kenangan bersama gue sebelum kita lulus nanti?"

"Gue sering dengarin curhat lo, gue sering dipaksa buat ikut rapat dan gue sering debat sama lo, emang itu gak cukup dijadikan kenangan, Kak?"

Aldric tersenyum kemudian ia meraih bukunya di atas meja. "Gue ke kelas dulu, kalau lo butuh tempat sandaran,hubungi gue aja," sebelum keluar dari ruangan, Aldric mengacak rambut Oceana terlebih dahulu.

SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang