Samudera - 36

18.9K 2.3K 297
                                    

Sorry nih akhir-akhir ini aku ngaret updatenya

Jangan lupa vote dan comment

Happy reading

♥ ♥ ♥

Kehilangan Oceana seperti kehilangan separuh hidupnya, saat gadis itu memutuskan untuk menjauh dari hidupnya, sumpah demi Tuhan Samudera tidak sanggup menerima kenyataan itu. Terlalu berat, keduanya sudah sedekat nadi, dan kini sejauh matahari.

Samudera akui ini memang salah dirinya. Perkataan Adrian saat di telepon tempo hari menyadarkan Samudera bahwa dirinya benar-benar pecundang.

Rasanya Samudera ingin terbang ke Indonesia sekarang juga, namun ia mempunyai tanggung jawab di sini yang tidak bisa ia tinggalkan.

Pertunangannya dengan Alin hanya sebuah status karena Samudera tidak pernah menginginkan pertunangan itu, terlebih lagi Samudera tidak pernah mencintai Alin, di hatinya hanya ada Oceana Qiandra Xaquila.

Pandangan Samudera terfokus pada foto Oceana yang ada di galeri ponselnya. "Hanya kamu, bukan Alin ataupun yang lain."

♥ ♥ ♥

Tidak terasa hari ini adalah hari terakhir Oceana menjalani Ujian Nasional.

"Cie yang lolos seleksi dapat jalur beasiswa di Harvard," ujar Adrian saat Oceana baru masuk rumah.

Beberapa minggu yang lalu Oceana memang mengikuti seleksi online beasiswa di Harvard University.

"Serius?" Mata Oceana terbelalak, ia belum cek website, takut jika gagal akan berpengaruh sama ujiannya di sekolah.

Adrian mengangguk. "Udah Abang liat di website-nya."

Oceana tersenyum lalu memeluk Abangnya dengan erat. "Gak sia-sia, gue belajar siang dan malam. Akhirnya Tuhan dengar doa gue."

"Besok lo udah berangkat ya? Terus ijazah lo gimana?"

Oceana mengangguk. "Masalah ijazah ntar gue balik lagi. Kan gue banyak registrasi dan segala macam."

"Oh iya, Arvin nanti ajak lo jalan, katanya mau ciptakan kenangan sebelum lo jauh."

Ciptakan kenangan? Mengingatkan gue dengan Samudera dulu sebelum dia ke New Zealand.

"Terserah aja." Setelah itu Oceana naik ke lantai dua menuju kamarnya.

Oceana merogoh ponselnya dari dalam tas dan ada pesan whatsapp dari Arvin.

Kak Arvin : Na, 10 menit lagi gue sampai rumah lo, siap-siap ya biar kita langsung jalan.

Oceana tak membalas, ia langsung mengganti seragamnya dengan pakaian main.

♥ ♥ ♥

Oceana dan Arvin sudah sampai di kafe klasik tempat tongkrongan muda-mudi. "Mau gue nyanyiin buat lo gak? Suara gue gak bagus-bagus amat tapi bisa jadi kenangan yang akan selalu lo ingat pas jauh nanti," ujar Arvin Seraya menampilkan senyuman terbaik.

Oceana menghela napas dan tiba-tiba pikirannya melayang pada satu masa. "Jangan melakukan hal yang biasa dilakukan oleh Samudera," ujarnya.

Arvin mengernyitkan keningnya. "Masih belum move on?"

"Gue lagi berusaha."

Keduanya duduk di salah satu meja yang berada dekat jendela. "Move on itu bukan melupakan tapi mengikhlaskan. Ikhlas kalau dia sama yang lain dan yang lebih penting ikhlas kalau lo harus kehilangan seseorang yang lo cinta."

Arvin menggenggam jemari Oceana di atas meja. "Karena Tuhan tahu, ada yang terbaik buat lo meski bukan dia."

Oceana melepaskan genggaman itu dan tersenyum tipis. "Gimana kalau kita pesan dulu, gue lapar."

"Ok." Arvin langsung memanggil pelayan.

Bahkan sampai detik ini Oceana masih mengingat semua kenangan indahnya bersama Samudera.

Kenapa harus saling mencintai kalau pada akhirnya dipisahkan?

Sembari menunggu pesanan mereka datang, Oceana memainkan ponselnya dan matanya tertuju pada notifikasi direct message yang muncul pada menu barnya.

smdr_ : aku terpaksa buat akun baru,  biar bisa DM kamu. Na, please. Jangan jauhi aku seperti ini. I'm nothing without you

Oceana kembali mem-block akun itu. Dan ia langsung logout akun instagramnya.

Oceana menatap Arvin. "Kak, bantu gue biar cepat move on dari Samudera."

Arvin mengernyitkan keningnya.

"Lo sayang kan sama gue?"

Arvin mengangguk. "Banget."

"Kalau gitu buat gue jatuh cinta sama lo."

"Lo juga harus izinin gue masuk ke hati lo, beri gue ruang."

"Iya."

"Kalau kita pacaran lo mau?"

Oceana menggeleng. "Gue belum bisa sekarang, kalau gue udah punya rasa ke lo bisa gue pertimbangkan."

Arvin berdiri dari tempat duduknya kemudian ia berlutut di hadapan Oceana. Semua mata tertuju kepada adegan yang sedang diciptakan oleh lelaki yang lebih tua dari Oceana tersebut.

Arvin mengeluarkan setangkai mawar merah dari balik saku jaketnya. "Gue tahu gue bukan cowok yang lo cinta sekarang. Tapi gue berharap kelak lo bisa jatuh cinta sama gue, seperti halnya gue yang jatuh cinta sama lo."

"Gue bukan lagi nembak lo, tapi gue lagi lakuin sesuatu hal biar mereka yang ada di sini tahu kalau gue cinta lo."

Oceana tetap bergeming, jujur ia speechless dengan adegan yang dilakukan oleh Arvin sekarang. "Tolong ambil bunga ini, sebagai tanda kalau gue sayang lo."

Oceana mengambil bunga itu dengan ragu dan akhirnya bunga itu berhasil ia genggam. Arvin berdiri kemudian ia berdiri di belakang Oceana dan mengeluarkan sebuah kalung berbentuk hati. "Ini simbol bahwa hati gue selalu buat lo," lalu Arvin memakaikan kalung itu ke leher jenjang Oceana.

Banyak pasang mata yang berdecak kagum menyaksikan keberanian Arvin, apalagi para remaja perempuan tak jarang dari mereka yang ingin memiliki seseorang seperti Arvin.

Mungkin kalau Samudera yang melakukan ini gue udah terbang ke langit ke tujuh, sayang aja yang lakuin ini Arvin dan perasaan gue biasa aja, gak ada bapernya. Batin Oceana.

♥ ♥ ♥

Samudera melihat direct message-nya sudah di-read sama Oceana dan tidak ada tanda-tanda balasan.

Prang!

Secara spontan Samudera membanting ponselnya ke lantai dengan keras. "Tunggu gue, Na. Gue pasti akan datang perjuangin hati lo lagi."

"Lo adalah salah satu harapan yang harus gue perjuangin."

Samudera menghela napas. "Thanks Bang Adrian, berkat omongan lo di telepon waktu itu gue jadi sadar, gue gak lebih dari seorang pecundang yang langsung menyerah akan keadaan."

Samudera memungut ponselnya di lantai dan layarnya sudah pecah. "Shit!"

♥ ♥ ♥

SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang