Samudera - 43

17.8K 2.4K 812
                                    

Gak ada yang mau ucapin HBD ke aku gitu? Wkwk

Jangan lupa vote dan comment

Happy reading

♥ ♥ ♥

"Bun, aku ambil mobil dulu ya ke depan sekolahnya Axel." Vina mengangguk, lalu tatapan Oceana beralih ke seorang anak kecil yang terus menatap Ayahnya dengan tatapan terluka. "Ax, ikut Kak Oce ambil mobil, setelah itu kita beli es krim, Ax mau?"

Axel mengangguk dengan wajah sendu, entah harus dengan cara apa lagi mengembalikan semangat bocah lelaki itu yang selalu ceria.

"Bun, titip Samudera, aku cuma sebentar." Setelah itu Oceana menghilang dari balik pintu dan bergegas mencari taksi yang berada di depan rumah sakit.

Selang beberapa beberapa menit berlalu dua pria berbeda generasi berjalan tergesa-gesa menyusuri lorong rumah sakit, setelah sebelumnya sudah bertanya kepada Vina di mana letak ruang rawat Samudera.

Saat sampai di ruangan yang dituju, seorang lelaki yang lebih muda menarik knop pintu dan keduanya masuk hingga menampilkan seorang anak manusia yang terletak di atas ranjang dengan keadaan pucat, mungkin kalau orang awam yang melihatnya, akan mengira manusia itu sudah tak bernyawa lagi.

Vina yang menyadari kehadiran keduanya langsung menampilkan senyuman kelegaan. "Syukurlah kalian sudah datang, Adrian harus segera melakukan pemeriksaan darah."

Adrian datang ke sini bukan karena ia sudah melupakan kemarahannya kepada lelaki yang terbaring lemah itu, tetapi ini murni rasa kemanusiaan dan lupakan egonya sesaat.

"Reyhan dan Ara harus mendapatkan hukuman yang setimpal," ujar Rio, serta pandangannya tak luput dari wajah Samudera, entah rasa tidak suka terhadap lelaki itu sudah melayang ke mana, sekarang hanya rasa iba yang memenuhi relung hatinya. Rio menatap sang istri. "Di mana Oceana?"

"Oceana lagi ambil mobilnya."

"Ayah mau ke kantor polisi dulu," ujar Rio dan segera keluar ruangan. Sementara Adrian dan Vina menuju bagian laboratorium untuk melakukan pemeriksaan darah.

♥ ♥ ♥

Dokter Alvaro sudah membaca hasil laboratorium Adrian dan sudah dinyatakan bisa mendonorkan darah untuk Samudera. "Kalau begitu, langsung saja kita melakukan transfusi darah ya."

Dari dulu Adrian paling ngeri yang namanya jarum infus atau jarum suntik dan tadi saja saat diambil darahnya oleh petugas laboratorium Adrian hampir teriak, tapi ia tahan demi menjaga image sebagai seorang laki-laki gentle.

"Dok, sakit yang tadi aja belum sembuh, masa iya ditusuk lagi sih" ujar Adrian yang membuat dokter Alvaro dan Vina menahan tawanya.

"Terus gimana cara ngalir darahnya nanti kalau gak masuk jarum infus?"

Adrian menutup matanya, menahan napas dan seketika teriakannya pecah saat jarum infus menembus kulitnya. "Wagelasehhhhhhhhh."

Vina menatap geli putra sulungnya yang teriak hanya karena jarum, ternyata rasa takut dari kecil hingga segede ini belum juga pudar.

"Ok, selesai. Tinggal menunggu saja. Kalau begitu saya permisi dulu."

Setelah dokter itu keluar ruangan, Vina menghampiri Adrian yang masih enggan membuka matanya. "Gak usah lebay ah, masa pria sejati takut sama jarum."

Adrian membuka matanya. "Kan Bunda tahu sendiri kalau Ian dari dulu takut jarum, Bun."

Vina tersenyum tipis. "Awalnya Bunda ragu kamu bakal datang, mengingat kamu sangat benci sama Samudera."

SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang