Samudera - 46

17K 2.3K 462
                                    

Yang malam minggu nongkrong di wattpad angkat tangan

Jangan lupa vote dan comment

Happy reading

♥ ♥ ♥

"No."

Hati Samudera mencelos mendengar jawaban terucap dari bibir Oceana, jawaban bukan yang ia harapkan. Namun, ini bukan lah mimpi, melainkan kenyataan yang menyakitkan.

Samudera menelan salivanya. "Kenapa? Aku yakin rasa itu masih ada, Na. Please say yes."

Oceana tertawa renyah. "Pertama aku mau ucapin makasih banget karena kamu udah tolongin aku tempo hari, kalau gak ada kamu mungkin aku tinggal nama doang. Kedua, kalau kamu anggap aku masih ada rasa sama kamu, itu benar. Aku gak munafik, kalau rasa itu memang masih ada tapi satu hal yang kamu tahu, rasa itu gak akan pernah sama lagi. Ketiga, kalau kamu minta aku buat balik sama kamu, maaf aku gak bisa bisa, mungkin kita masih bisa berteman."

"Na, apa kesempatan itu gak akan pernah ada? Kasih aku kesempatan, Na."

"Kamu bisa bahagia tanpa aku, begitupun sebaliknya," ujar Oceana, Samudera menjatuhkan kotak beludru yang sedari tadi ada di genggamannya, membiarkan cincin permata itu menghilang entah ke mana.

Samudera meneteskan air mata, ia menangis bukan karena lemah tapi karena hatinya merasakan sakit yang teramat dalam, ini lebih sakit dari bisul yang tertusuk jarum. "Na, please."

"Jangan jatuhkan harga diri kamu hanya karena seorang perempuan!" Setelah mengucapkan itu, Oceana langsung meninggalkan lapangan dengan setengah berlari.

Saat Samudera ingin mengejarnya, namun langsung ditahan oleh Aldric. "Pelan-pelan, Sam. Dia butuh waktu, gak semudah itu menerima kembali masa lalu."

"Kembali sama mantan itu bego sih, apa lagi mantannya udah punya anak," ujar Gia semakin membuat Samudera naik pitam.

"Kalau gue jadi Oceana juga bakal ogah," lanjut Gea.

Aldric ikut berkomentar. "Bedanya cowok sama cewek ya gitu, cewek lebih pakai hati 'oh gue sakit hati sama dia, dan mungkin luka itu gak akan pernah hilang' sedangkan kalau mereka pakai logika 'iya semua orang pasti pernah melakukan kesalahan dan gak ada salahnya gue kasih kesempatan selama dia gak akan ulangi kesalahan yang sama' terkadang hidup itu jangan melulu pakai hati, harus pakai logika."

"Jangan pintar ngomong doang, Ald. Lamar guenya kapan? Masa kalah sama Samudera." Gia bukan lagi memberi kode tapi sudah frontal.

♥ ♥ ♥

Taksi yang Oceana tumpangi akhirnya sampai di depan rumahnya, setelah membayar ia turun dan bergegas masuk ke dalam. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Berusaha kuat padahal hatinya menangis, itu lah yang Oceana lakukan saat ini.

"Na ... "

Oceana menatap Bundanya yang turun dari tangga dan menghampirinya. "Kenapa, Bun?"

"Kamu kenapa?"

Oceana mengernyit. "Memangnya aku kenapa?"

Percayalah seorang Ibu pasti tahu apa yang dirasakan anaknya. "Cerita sama Bunda," Vina mengajak Oceana duduk di sofa. "Ada apa?"

Oceana menghela napas. "Samudera lamar aku, Bun."

"Terus?"

"Aku tolak."

"Kenapa?"

"Rasa yang ada gak akan pernah sama lagi, Bun. Aku bukan malaikat yang bisa dengan mudahnya melupakan rasa sakit hatiku. Penantianku selama bertahun-tahun dia balas dengan ini."

Vina membelai rambut Oceana. "Tuhan aja maha pemaaf, lagi pula kamu juga sayang Axel kan? Kalian bisa besarkan Axel sama-sama."

"Axel memang gak bersalah, Bun. Tapi orang tuanya salah, setiap aku lihat wajah Axel mengingatkanku tentang pengkhianatan."

"Na, Samudera gak pernah berkhianat, Bunda tahu yang dia cinta cuma kamu."

"Fine, memberikan sperma tanpa pernikahan dengan Alin hingga Axel lahir, itu namanya bukan pengkhianatan? Ok, saat itu aku sama dia memang sudah putus. Jadi gak ada alasan lagi untuk aku balik sama dia, Bunda." Air mata yang Oceana tahan akhirnya jatuh juga.

"Hanya lewat bayi tabung, Na. Jadi intinya mereka belum pernah melakukan hubungan intim, Samudera memberikan spermanya bukan keperjakaannya!"

"Apapun intinya, yang terpenting aku benci sperma dan sel telur mereka melebur jadi satu dan Axel hadir! Aku benci kenyataan itu."

Vina tidak tahu harus dengan cara apa lagi meyakinkan Oceana untuk menerima kembali Samudera, memang semua keputusan ada di tangan putrinya. Tapi tetap, wanita itu menginginkan Samudera lah yang menjadi menantunya.

"Mama sama Papa gak pernah menikah?"

Vina dan Oceana refleks menatap ke arah tangga. "Sejak kapan kamu ada di situ?" tanya Oceana.

"Mama Oceana benci Axel?"

Bocah 6 tahun itu mendekat. "Apa Ax salah kalau Ax berharap Kak Oceana jadi Mamanya Ax?"

"Ax cuma pengen punya Mama kayak teman-teman Ax yang lain, Ax sayang Mama Oceana."

"Ax ... "

"Ax emang gak pantas untuk punya Mama karena Ax lahir dengan cara yang salah." Ax langsung mundur selangkah kemudian berlari ke arah pintu dan tak sengaja ia menabrak tubuh seseorang, ia mendongak. "Papa ..."

"Kenapa, sayang?"

"Papa, kata Kak Oceana, Ax lahir tanpa pernikahan?"

Mata Samudera membulat dan ia langsung menatap Oceana yang berjalan mendekat. "Na, kamu boleh benci sama aku tapi ingat jangan pernah cerita apapun ke Axel, biarkan aku yang cerita!"

Axel mengeluarkan air mata. "Ax benci kenapa Ax gak punya kehidupan sempurna kayak teman-teman Ax, mereka punya Mama dan Papa."

Axel terlalu pintar berbicara untuk anak seumurannya, tapi ini lah Axel yang cepat paham apa yang orang dewasa katakan.

"Ax punya Mama kok."

"Kenapa Axel ada kalau Papa gak nikah sama Mama?"

"Banyak permasalahan orang dewasa yang gak kamu ngerti, sayang."

Axel menoleh dan menatap Oceana, kemudian berucap, "Jangan benci Axel, Kak."

Oceana mengangguk. "Kakak gak pernah benci sama Axel, yang salah bukan Axel tapi orangtuanya Axel."

"Kak Oceana mau jadi Mamanya Axel?"

"Hah?"

"Kali ini bukan Papa yang lamar kakak tapi Ax yang lamar kakak, lamar jadi Mamanya Ax."

Rasanya Oceana ingin pingsan mendengar ucapan Axel.

Kenapa bocah ini pinter banget ngomong sih. Tampol, jangan?

"Sekarang Ax pulang ya, besok Kak Oceana jawab ya."

Axel tersenyum. "Benar? Axel tunggu."

Jangan janjikan apapun dengan anak kecil, pasti mereka akan tetap menagihnya sampai janji itu terpenuhi. Jadi, hati-hatilah berbicara dengan anak kecil.

"Ayo, Pa." Axel mengajak Samudera pulang. "Dadah Mama." Axel melambaikan tangan ke Oceana.

♥ ♥ ♥

SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang