Semoga aku ada ide terus, biar bisa segera menyelesaikan cerita ini. Semoga aja maret ini selesai wkwk. Ada kebahagiaan tersendiri kalau bisa menamatkan sebuah cerita tuh
Oke abaikan curcolku
Jangan lupa vote dan comment
Happy reading
♥ ♥ ♥
Ara memperhatikan Oceana yang keluar kelas dan ia langsung menghubungi seseorang di seberang sana. Gia yang sedang membereskan alat tulisnya mendengarkan percakapan Ara.
"Dia udah keluar, pokoknya lo bawa dia ke gudang, lo main lah sama dia, pokoknya harus berhasil."
Setelah itu Ara mematikan sambungan teleponnya. "Gea, Gia. Gue cabut duluan ya."
Gia tidak menggubris, ia sibuk mengetikkan pesan kepada Samudera.
Gia : Kak Samudera, Gue Gia. Mau kasih tahu Oceana dalam keadaan bahaya, tolongin Oceana di gudang, Kak.
"Gi, ayok pulang." Gia mengikuti Gea yang sudah keluar kelas terlebih dahulu.
Semoga Kak Samudera bisa tolongin Oceana.
Di dalam kelasnya Samudera tampak gelisah, ia terus melirik arloji yang ada di pergelangan tangan kirinya dan masih ada 30 menit lagi ia terjebak di sini.
Aldric yang memperhatikan kegelisahan Samudera kemudian berbisik, "kenapa, Sam?"
"Gak tahu, perasaan gue gak enak."
Samudera tidak tahu kenapa perasaannya tiba-tiba tidak enak, sekarang bayangan Oceana memenuhi pikirannya, ia merindukan gadis itu. Entah, Samudera juga tidak tahu penyebabnya.
Ia ingin menghubungi Oceana tapi ia takut memainkan ponselnya karena yang berdiri di depannya adalah guru killer yang tidak mentolerir ada siswa yang memainkan ponsel saat ia memberikan materi.
Mata Samudera memang menatap papan putih yang berisi rumus kimia itu tapi telinganya tidak menangkap dengan baik materi yang dijelaskan, sebab pikirannya masih dipenuhi oleh Oceana.
Astaga gue kenapa sih, gak biasanya gue gelisah dan tiba-tiba mikirin Oceana kayak gini. Apa yang terjadi?
"Sam, lo gelisah banget. Mending lo pulang duluan aja, percuma juga lo gak fokus," ujar Aldric sekali lagi.
"Mana mungkin gue dikasih izin pulang duluan."
"Bilang aja lo sakit perut."
Ibu Ros yang sedang menerangkan tentang materi langsung mengetuk papan tulis dengan spidol sehingga menimbulkan bunyi nyaring. "Aldric, Samudera, kalau kalian mau ngobrol lebih baik keluar dan jangan harap bisa lulus di mata pelajaran saya!" Ancamnya yang membuat Aldric dan Samudera bungkam.
Sabar Sam, namanya juga mak lampir pasti galak lah.
Sedangkan di gudang Oceana hanya bisa menangis saat dirinya diperlakukan semena-mena oleh orang yang bahkan ia tidak tahu namanya.
"Gue mau siksa dulu tubuh lo sebelum gue ambil mahkota lo!"
Plak!
Satu tamparan melayang ke pipi Oceana hingga mengeluarkan darah di sudut bibirnya, ia meringis dan menangis. Tubuhnya lemah tak berdaya, meronta pun sudah tak mampu ia lakukan.
"Bunuh aja gue, bunuh!" ujar Oceana lemah di sela isak tangisnya.
Cowok itu tertawa terbahak-bahak. Ditariknya rambut Oceana dan kepalanya ia benturkan ke tembok. "Sayangnya, gue gak mau jadi pembunuh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔
Teen FictionBeberapa part dihapus demi kepentingan penerbitan. Highest rank : #14 in Teen Fiction [26/07/2018] Bukan tentang bad boy, ice boy atau good boy. Namun, tentang Samudera Tirta Alardo yang mempunyai sahabat bernama Oceana Qiandra Xaquila, cewek yang...