Setelah selesai mengadakan rapat dengan seluruh guru, gue memutuskan untuk pulang.
Teringat dengan janji gue ke Pak Daniel, gue mulai berjalan menuju parkiran khusus Guru.
Gue membetulkan letak tas, ketika di belokkan sebuah tangan menariknya dengan kuat.
Dari perawakan nya yang tinggi dan putih gue tahu siapa pelakuanya.
Wajah gue udah marah!
Kenapa sih ini orang selalu ganggu gue terus?
Gue tahu anak remaja kek dia ini labil.
Dengan kencang gue menghempaskan tangan yang menarik gue.
Orang yang gue duga sedari awal memang benar, dia.
Lai Guanlin.
"Mengapa anda menarik tangan saya?" Tanya gue datar.
Tak ada jawaban yang ada malah ni anak senyum-senyum engga jelas.
Tangannya terulur hendak menarik tangan gue lagi.
Namun, dengan cepat gue sembunyikan tangan gue di belakang punggung.
"Ikutlah denganku." Ujarnya dengan suara bass.
"Saya akan pulang dengan Pak Daniel, beliau sudah menunggu." Jawab gue kesel.
"Biarkan saja dia menunggu." Ujar Gaunlin yang dari nada suaranya terdengar kesal, dan lagi ini anak mengalihkan pandangannya.
Cem anak kecil.
"Apa ada yang ingin dibicarakan?" Tanya gue.
Guanlin mulai memandang gue lagi dan menganggukkan kepalanya.
Tidak bisakah dia kondisikan lagi ekspresi wajahnya?
"Ya, sudah. Kalo begitu bicaralah." Ujar gue lagi.
Guanlin menggelengkan kepalanya.
Ihk, bener ya. Gue kek liat sosok ponakan gue dalam diri Guanlin!
"Ikut denganku."
Tanpa ada aba-aba tangan Guanlin kembali menggandeng tangan gue.
Kali ini gue engga bisa nolak.
Kekuatan Guanlin engga bisa gue imbangkan.
Sumpah ini tangan gue sakit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ssaem [Lai Guanlin]
Rastgele*** "Saya guru kamu ya, Lin!" "Lo emang guru gue disekolah, tapi...disini lo cewek gue." "Saya tidak akan pernah berhubungan lebih dari seorang guru dan murid, saya sudah tegaskan hal itu sama kamu. Jadi, mohon bantuannya. Saya tidak salahkan kamu j...