Part 17

7.6K 634 179
                                    

Irene menjauhkan tubuhnya saat Mino hampir mencium bibirnya. Mino yang merasa ditolak hanya bisa mengembuskan napasnya. Ada rasa kekesalan saat perempuan itu nyatanya tidak bisa menerimanya. Mino akhirnya menjauhkan tubuhnya dan memandang penuh kekesalan ke arah jendela. Sedang Irene, perempuan itu menunduk menyesal karena ia tidak bisa memberikan apa yang pria itu inginkan.

"Aku...minta maaf," ucapnya dengan suara serak.

Mino tidak menjawab dan akhirnya melajukan mobilnya menuju rumah ibu Irene. Hatinya sakit menerima penolakan itu. Sudah sebanyak dua kali. Dan masih sama, terasa sakit. Namun, Mino tidak ingin memaksa Irene menerima perasaanya. Ia tahu, hal yang dipaksakan tidak akan berakhir indah.

💞💞💞

Irene duduk sambil menekuk kakinya setengah, dan kedua tangannya ia gunakan untuk memeluk kakinya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Irene duduk sambil menekuk kakinya setengah, dan kedua tangannya ia gunakan untuk memeluk kakinya itu. Wajahnya sembab, sedikit pucat dan rambutnya acak-acakan. Ia baru bangun tidur memang. Pagi tadi, saat ia membuka matanya, dan mengecek ponselnya, nyatanya ada beberapa panggilan masuk dari Sehun. Dan juga, pria itu mengirimkannya pesan namun Irene malas untuk membacanya.

Alhasil, Irene hanya membiarkannya saja. Rasanya, ia terlalu malas untuk meladeni Sehun saat ini. Ya. Ia ingin Sehun tahu, apa yang kemarin Sehun lakukan benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa Sehun meninggalkannya setelah menidurimya begitu? Apa yang Sehun pikirkan? Apa Sehun berpikir, Irene sama dengan gadis jalang di luar sana? Apa Irene tidak memiliki ke-spesialan di dalam hati pria itu? Apa arti Irene sebenarnya untuk Sehun?

Berartikah ia untuk Sehun? Atau, perasaannya hanya sebatas...hah, entahlah Irene tidak tahu.

Lantas, Irene membenamkam kepalanya pada lekukan lututnya. Air matanya kembali mengalir. Bahkan, setelah semalaman ia menangis, pagi ini dirasanya saat yang tepat untuk mengeluarkan semua kekesalan hatinya yang tersisa. Dadanya sesak, dan ia sesenggukan. Irene sangat sensitif mengenai perasaan. Sedikit saja tersentuh, maka air matanya akan mengalir tanpa henti.

Tok tok tok

"Irene?"

Perempuan itu segera menghapus air matanya dan mendongakkan kepalanya. Itu suara ibunya memanggil. Ya. Irene tahu sudah saatnya untuk sarapan. Tanpa membuat ibunya menunggu lebih lama, Irene segera memakai sandal rumahnya dan menggulung rambutnya ke atas. Tidak lupa, ia mencuci mukanya terlebih dahulu dan menggosok gigi. Sejak semalam, ia memamg langsung masuk ke kamar dan tidak mempedulikan pertanyaan sang ibu. Ia tahu, sudah membuat ibunya khawatir karena melihat keadaannya kacau sekali kemarin. Hanya saja, ia belum sempat bercerita. Ia mau menenangkan dirinya terlebih dahulu.

Irene membuka kenop pintu. Tangannya bergerak tanpa ragu membuka pintu putih tersebut, hingga matanya menangkap sosok sang ibu yang sedang tersenyum tak tulus. Maksudnya, wajah sang ibu menyiratkan kekhawatiran untuk Irene.

"Ayo sarapan, eomma." Irene tersenyum seakan ia baik-baik saja. Namun, sang ibu menggeleng cepat dan menahan tangan Irene yang ingin membawa ibunya menuju meja makan.

• Only You | Hunrene ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang