Irene tersenyum memandang wajah tampan kedua putranya yang saat ini sedang duduk di kursi makan mereka masing-masing. Se Eun dan Se Jun memang sedikit berbeda. Sang kakak Se Jun sedikit lebih aktif saat makan. Namun Se Eun sangat tenang dan tidak terlalu banyak bertingkah.
Namun menurut Irene semuanya membuat kehidupannya semakin lengkap. Adanya kedua pria kecil ini membuat kebahagiaan Irene semakin meningkat.
Apalagi, diusia keduanya yang sudah menginjak tujuh bulan, keduanya sudah mulai banyak berceloteh. Apalagi ketika sudah melihat Sehun akan pergi bekerja, mereka seakan berteriak-teriak agar Sehun tetap tinggal.
"Selamat pagi, sayang," kata Sehun menyapa setelah ia turun dari kamarnya sehabis bersiap ke kantor.
Tidak lupa, Sehun memberikan satu kecupan di bibir mungiil Irene dengan lembut, membiarkan kedua putranya menikmati pemandangan laknat itu pagi-pagi. Dan setelahnya, Sehun memberikan kecupan di puncak kepala Se Eun dan Se Jun. Dan tebak? Kedua bayi itu tersenyum begitu lebar hingga matanya nenyipit.
Sehun pun tertawa, kemudian menggendong Se Jun dan mencium pipi gembul putranya itu dengan gemas berkali-kali, hingga menimbulkan suara cekikikan dari Se Jun.
Irene tertawa juga karena gemas dengan keduanya. "Oh ya, Sehun."
"Hm?" sahut Sehun sambil duduk di sebuah kursi, dengan masih menggendong Se Jun di pangkuannya.
"Hari ini Ha Yeon pulang dari puncak. Jangan lupa dijemput." Irene mengingatkan.
Sehun menganggukkan kepalanya paham sambil memainkan jemari Se Jun yang gempal. Bagaimana bisa jari-jari bayinya memiliki bentuk yang sama semua? Menggemaskan sekali.
"Kita jemput bersama saja bagaimana?" tanya Sehun dan Irene mengangguk setuju. "Nanti siang aku jemput, sayang."
Sehun pun berdiri membawa Se Jun dalam gendongannya, begitu juga Irene yang mengikutinya dari belakang sambil menggendong Se Eun yang begitu tenang dan hanya memandangi wajah cantik ibunya. Terkadang tangan kecil Se Eun menyentuh pipi Irene dan mengusapnya sayang.
Setelah sampai di depan dan tiba saatnya Sehun harus berangkat ke kantor, tiba-tiba saja Se Jun memegang kerah baju Sehun. Dan dengan sengaja ia menyandarkan kepalanya pada pundak Sehun.
Suster Lee yang menunggu di belakang nampak bingung karena Se Jun tidak mau berpindah gendongan. Hanya ingin Sehun saja yang menggendongnya.
"Se Jun... Appa mau berangkat." Sehun menepuk-nepuk pantat popok Se Jun namun Se Jun tidak mau meresponnya.
Irene pun memberikan Se Eun pada suster Lee agar ia bisa membujuk Se Jun untuk melepaskan Sehun pergi.
"Ayo, sayang. Appa mau berangkat kerja."
Se Jun juga tidak merespon seakan berpura-pura tuli mendengar Irene memanggilnya. Namun Irene tidak kehabisan akal. Ia mengambil botol susu yang ada, kemudian menunjukkannya pada Se Jun. Dan secara cepat, Se Jun langsung menangis dan meminta botol susunya.
Irene pun terkekeh dan menggendong Se Jun sambil memberikan botol susu itu pada putranya. Dan Sehun pun ikut gemas melihat tingkah Se Jun yang cute overload.
"Aku berangkat, sayang." Sehun mengecup kening Irene, dan juga Se Eun serta Se Jun, kemudian ia berangkat bekerja.
***
TIONGKOK.
Luhan berlari di lorong rumah sakit. Napasnya memburu dan rasanya ia tidak bisa berhenti memikirkan perempuan ini. Bagaimana tidak? Beberapa menit yang lalu, pihak rumah sakit menelepon jika istrinya akan segera melahirkan. Tentu saja Luhan langsung meninggalkan semua pekerjaannya untuk menemuinya.
Ketika sampai di depan kamar. Ada sang ayah dan ibu serta gadis bernama Yuri yang sedang menggendong seorang bocah laki-laki berumur satu tahun.
Luhan dengan paniknya serta terengah-engah menatap keluarganya satu persatu dengan wajah pucat.
"Yoona...Yoona-ku, bagaimana keadaannya?" tanya Luhan tidak tenang.
"Dokter sedang menanganinya. Tenanglah, Lu." Sang Ayah mengusap pundak Luhan dengan senyuman.
Luhan mengangguk, dan menyugar rambutnya ke belakang. Rasanya ia tidak bisa bernapas sedikit saja dan ingin mendobrak masuk ke dalam ruangan ini untuk bertemu Yoona. Efek rindu, kawathir, dan takut.
Satu jam menanti, Luhan agaknya bernapas lega saat seorang dokter wanita keluar dari kamar itu dengan wajah yang belum bisa Luhan tebak.
"Dokter...istriku..."
"Selamat Tuan, Luhan. Bayi anda perempuan. Sangat sehat dan cantik seperti ibunya."
Wajah gembira serta bibir yang terukir senyuman itu terus merekah tanpa lelah setelah mendengar kabar gembira tersebut. Rasanya kaki Luhan lemas karena rasanya bahagia sekali mendengarnya. Bayi mereka sehat dan cantik. Dan tentu saja ia yakin bayi itu akan mirip dengan Yoona.
"Bayinya akan kami bersihkan dulu."
Luhan mengagguk dan langsung masuk untuk menemui Yoona. Ditatapnya perempuan yang masih sedikit lemah itu dan sedang terbaring dengan wajah kelegaan di sana. Luhan mendekat, meraih jemari lentiknya dan mengecupnya berkali-kali.
"Terima kasih."
Yoona tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih juga karena sudah selalu menemaniku." Perempuan itu memikirkan air matanya haru.
Luhan mengulum senyumannya, kemudian mengecup kening Yoona dengan sayang. Hingga seorang suster pun masuk dan memberikan bayi kecil itu pada gendongan Luhan.
Senyuman lebar pun langsung terpancar pada wajah pria itu. Kenyataannya benar. Mata, hidungnya memang sangat mirip dengan Yoona. Kecuali bibirnya yang mewarisi Luhan. Nampak sempurna ketika bayi kecil itu tertidur pulas dalam gendongannya.
"Lihat, sayang... Dia sangat cantik. Sepertimu," ucap Luhan tersenyum bahagia.
Yoona juga ikut tersenyum dan air matanya menetes kembali karena bahagia. "Siapa namanya, Lu?"
"Eum... Alexa?"
"Alexa?"
Luhan mengangguk semangat sambil menyengir. "Baiklah, Alexa." Yoona tersenyum manis.
***
Aku lupa kalau ff ini belom ada Epilog dan bonchapt😂😂...
Maafkan aku ya gaes..😅
Faktor U 😁..
Oke babay😍
KAMU SEDANG MEMBACA
• Only You | Hunrene ✔
FanfictionCompleted Pernah melihat duda hot dengan satu anak yang sangat lucu? Mari bertemu Sehun dan mendengar kisah cintanya. "Aku mencintaimu. Maukah kau membangun keluarga kecil kita bersama?" -- Sehun. ________ Vange Park © 2017
