TigapuluhSatu

14 2 0
                                    

Galang duduk di taman rumah sakit dengan pandangan kosong. Melihat Alvira berlumuran darah dengan mata yang menutup membuatnya mati rasa. Ia seperti kehilangan jiwanya.

Alvira belum pergi namun Galang merasa Alvira jauh dari jangkauannya. Seperti tak ada harapan baginya. Kini Alvira koma setelah melakukan operasi tadi dan Galang seperti merasakan apa yang Alvira rasakan.

Bahkan, dia tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Pada saat Alvina meninggal pun ia hanya terpukul karena merasa bersalah. Tapi pada Alvira? Melihatnya koma pun ia seperti kehilangan nyawa.

Apakah Galang mencintai Alvira? Ya dia sangat mencintai Alvira. Bahkan saat pertama kali ia bertemu dan saat ia membantu Alvira, dia sudah jatuh pada Alvira. Saat mereka lari bersama dikoridor menuju rooftop, saat Galang menggendongnya ke kelas, saat Galang memijat kakinya bahkan setiap moment yang mereka lalui membuat Galang jatuh sejatuh jatuhnya pada Alvira.

Hingga tepukan dipundaknya membuat Galang menoleh dan terkejut seketika. Adrian, ia tersenyum padanya.

"Boleh gue duduk?" tanya Adrian. Galang yang masih dengan keterkejutannya hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan.

-DeepLoss-

Di salah satu ruangan rumah sakit terdapat seorang gadis yang terbaring lemah diatas kasur. Dibantu dengan alat pernafasan dan perban yang menutupi lukanya. Gadis itu adalah Alvira Lanika Zoya.

Alvaro menatap adiknya yang terbaring lemah dengan sedih. Sambil terus menggenggam erat tangan Alvira. Air matanya tidak kunjung berhenti menetes. Ya, Alvaro menangis dalam diam. Disana ia tidak hanya berdua dengan Alvira. Tetapi ada teman-teman Alvira dan juga teman-temannya yang sedang menunggu kesadaran Alvira.

"Al sayang, kamu kapan bangun?" ucap Alvaro yang hanya dibalas dengan suara pendeteksi jantung.

"Ayo dong bangun. Kakak udah bawain eskrim sama coklat nih kayak keinginan kamu tadi" Alvaro mengangkat kantong plastik yang berisi coklat dan eskrim sambil tersenyum miris karena tidak ada respon dari adiknya.

"Kamu harus sadar ya sayang, kamu harus kuat. Jangan tinggalin kakak sama mamah lagi" Alvaro kembali terisak.

"Kakak sama mamah sayang kamu. Plis jangan pergi" Alvaro terisak sambil menggenggam tangan Alvira makin erat.

"Jangan pergi" dan setelah katakata itu. Mendadak detak jantung Alvira melemah. Alvaro dan teman-temannya menatap alat pendeteksi jantung dan Alvira secara bersamaan.

"PANGIL DOKTER CEPETAN!" teriak Alvaro dengan sigap Andra dan Farel meninggalkan ruangan untuk memanggil dokter.

Ketiga teman Alvira menghampiri ranjang yang sedang ditiduri Alvira sambil mengucapkan doa agar Alvira baik-baik saja. Hingga tak lama terbukanya pintu kamar inap pertanda dokter datang bersamaan dengan nada panjang pada alat pendeteksi jantung yang menandakan bahwa jantung Alvira berhenti berdetak.

Alvaro yang melihat itu menangis sambil meneriaki nama Alvira sedangkan ketiga teman Alvira meluruh kelantai. 

"Maaf kalian bisa tunggu diluar kita ing-"

"Saya tetap disini!" potong Alvaro tegas sambil memegang jemari Alvira erat. Andra dan Farel yang melihat itu pun berusaha membujuk Alvaro untuk keluar. Namun, Alvaro hanya berdiam diri sambil mengeratkan genggamannya pada Alvira.

"Lo harus kel-"

"ALVIRA SEKARAT REL!" Farel menghembuskan nafasnya perlahan lalu menatap Andra dengan pandangan mengisyaratkan kata 'angkat' dan dalam persekian detik Alvaro sudah berada dalam gendongan kedua temannya dan dibawa keluar ruangan.

Alvaro bolak balik didepan ruangan dengan gelisah yang berusaha ditenangkan oleh Andra dan Farel. Sedangkan ketiga teman Alvira duduk di kursi yang disediakan sambil saling berpelukan dan menangis bersama. Hingga suara derit pintu terbuka mengalihkan perhatian mereka pada dokter yang baru saja keluar dari ruang rawat Alvira.

DeepLossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang