Pt. 3

6.4K 539 55
                                    

Semua ingatan masa kecilku di Anyang-si masih ada. Aku masih mengingat semua hal itu. Yah, tidak bisa dibilang semua juga sih.

Aku ingat, Kim Mingyu itu anak yang pendiam di kelas. Ia lumayan tinggi dan kulitnya termasuk hitam karena ia gemar bermain bola lapangan. Giginya yang tidak rata membuat para anak perempuan menaruh hati padanya, dan alhasil, Mingyu sering menjadi cinta pertama dari siswi di sekolah kami.

Aku? Tidak. Aku terlalu fokus pada belajar saat itu, sampai-sampai aku tidak terpikir untuk jatuh cinta. Apalagi, saat itu aku masih berumur sembilan tahun dan tidak tahu apa-apa. Semua yang ada di dalam otakku itu hanya belajar, belajar dan belajar.

Saat aku pulang ke rumah, eomma akan tiba-tiba memberikanku pertanyaan matematika yang mendadak seperti : "Berapa dua dikali lima?" dan aku akan menjawab : "Sepuluh!"

Tapi itu dulu. Dulu, di saat aku masih tidak tertarik untuk melihat anak laki-laki mana yang menarik. Sekarang, aku sudah seorang wanita dewasa. Aku tertarik pada Seventeen karena, yah, aku memiliki hormon yang aku lupa namanya.

Ayolah, aku pandai di bidang menghitung, bukan menghapal.

"Karena kau yang pertama."

Kalimat itu—kalimat itu— membuatku terperangah sebentar. Apa maksudnya dengan aku yang pertama?

Aku yang pertama berhutang padanya? Aku yang pertama memukulnya? Atau apa?

"Kau ketua kelas wanita yang pertama," lanjut Mingyu setelah aku kebingungan sampai beberapa menit lamanya.

Tak yakin harus membalas apa, aku hanya mengangguk saja dan menambahkan, "O-Oh."

"Kenapa kau pindah sekolah?"

"Aku harus ke Jepang."

"Boleh kutanya kenapa?"

Inilah yang paling membosankan di dalam hidupku. Setiap orang yang kutemui, yang tahu kalau aku pindah ke Jepang, akan menanyakan hal ini. Kenapa aku ke Jepang?

"Karena eomma dan appa bercerai."

Itulah yang selalu kujawab kepada orang lain. Dan jawaban itu jugalah yang diterima oleh Mingyu saat ini. Jawaban itu membuat Mingyu sedikit panik dan langsung meminta maaf. "Aku harusnya tidak menanyakan hal itu," katanya.

"Ani. Gwenchanha-yo."

"Aku pasti sudah membuatmu sedih karena terpikir kembali."

Baru saja aku ingin mengatakan tidak apa-apa karena sudah biasa bagiku untuk menerima pertanyaan seperti itu, tiba-tiba hape Mingyu berdering dan aku sempat mengintip nama si pemanggil. Jeon noona.

Mingyu memanggil Wonwoo oppa dengan sebutan noona atau bagaimana? Tidak mungkin ia memanggil Jungkook dengan sebutan noona, 'kan? Dan ia juga tak mungkin memanggil Jeon Somi—si trainee JYP yang super cantik itu—dengan sebutan noona karena Somi itu lebih muda empat tahun dari kami!

Jadi, siapakah Jeon noona itu?

"Mian, aku harus kembali berlatih."

Kalimat yang baru saja Mingyu lontarkan membuatku sedikit tersentak. Yah, padahal aku masih ingin berlama-lama dengannya.

Ah, bicara apa aku ini?

"Iya."

Itu balasanku dan Mingyu menghilang setelah tersenyum padaku.

-------

Aku sedang bermain hapeku di sofa di ruang tamu saat Haewon pulang dari sekolah dan berteriak, "AKU LAPAR!"

SVT: MingyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang