Kalau aku meninggal, apa ada orang yang menangis?
Kalau aku menangis, apa ada orang yang menangis?
Kalau aku bahagia, apa ada orang yang menangis?
Kalau aku
Hmm. Apa ya? Sepertinya tidak ada lagi kata yang cocok. Huft. Sampai kapan aku harus terus mengetik cerita ini? Harusnya sekarang aku sudah menandatangani buku-buku seperti yang dilakukan oleh Appa dulu. Kenapa jalurku untuk menjadi penulis sangat susah, sih?
Aku melirik Mingyu yang tertidur dengan pulas di sebelahku.
Ah, si Bayi Besar ini pasti kelelahan. Minggu ini merupakan minggu ke-3 untuk promosi Don't Wanna Cry dan akan segera berakhir, semangatlah.
Aku baru saja ditelepon oleh Hana. Ia bertanya kapan aku akan kembali dan berpesan supaya aku jangan terlalu cepat kembali. Entah apa maksudnya, aku juga tidak mengerti.
Sepertinya pekerjaan Eomma dulu tak sesantai aku ini. Eomma selalu berada di butik sampai malam. Tapi aku? Malah kabur ke Seoul dan menghabiskan waktu bersama dengan Jiyeon dan Mingyu dan juga yang lainnya.
Haha. Hidupku lucu juga rasanya.
Lahir di Seoul, pindah ke Osaka saat berumur sembilan tahun. Bertemu kembali dengan Mingyu, teman kecilku, pada umur dua puluh tahun saat aku kembali ke Seoul karena Eomma meninggal. Akibat ketidakpercayaan diri, aku kabur ke Osaka. Mingyu menemuiku dan aku menyusulnya sampai ke LA, lalu kembali ke Osaka dan Appa meninggal. Kembali lagi ke Seoul untuk bersama dengan Mingyu, dan butiknya kutinggalkan pada Hana.
Banyak sekali drama hidupku. Jika dipikir-pikir, kenapa dulu aku tak percaya diri, ya?
Bodoh sekali. Padahal jika dipikir-pikir lagi, Kim Mingyu hanyalah seorang manusia biasa. Kenapa aku malah menganggap ia sempurna disaat usia mentalnya tak sebanding dengan usia sebenarnya?
Aku membuka HP dan menelepon Haewon. Sudah lama sekali aku tak mendengar suaranya yang menyebalkan itu. Aku penasaran apakah hidupnya baik-baik saja setelah kutinggal di Osaka.
Di dering ketiga, Haewon mengangkat teleponnya dan menjawab, "Ada apa?"
"Ya! Aku ini Noona-mu! Bagaimana kau bisa menjawab ada a—"
"Noona, jangan kembali ke Osaka begitu cepat, ya."
Lagi-lagi aku menarik napasku yang dalam sebelum berbicara dengan adikku itu. "Kau dan Hana ada apa, sih? Kenapa menyuruhku untuk tidak kembali ke Osaka begitu cepat?"