[48] Ingat

2.9K 357 28
                                    

Hari ini Guanlin sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumahnya, Ayah Guanlin sudah menunggu di parkiran. Shira hanya duduk terdiam menunggu Guanlin yang masih berada di dalam kamar mandi.

"Lo kenapa bengong?" Tanya Guanlin setelah ia keluar dari kamar mandi dan melihat Shira duduk diam.

"Mikirin apa lo?" Tanya Guanlin lagi karena Shira tak menjawab.

Shira langsung berdiri, "gak ada kok. Udah selesai?" tanyanya.

Guanlin mengangguk, lalu mengenakan sepatunya dan menghampiri Shira yang sudah berdiri di ambang pintu.

Shira hanya berjalan tanpa mau membuka obrolan yang malah membuat Guanlin bingung dan memperhatikannya sejak tadi.

"Lo sebenernya siapa gue sih?" tanya Guanlin, "Gue ngerasa aneh aja kalo deket lo. Kayak jantung gue itu tiba-tiba aja deg-deg kan gak jelas." tambahnya dan berhasil membuat Shira menghentikan langkahnya.

Guanlin menatap Shira begitu sebaliknya, "kalo gue jawab, gue ini orang yang selalu lo sayang, lo percaya?" tanya Shira.

"Kalo emang lo orang yang selalu gue sayang, kenapa lo biasa aja dengan kondisi gue saat ini? Kondisi dimana gue gak tau siapa lo."

"Guanlin, jangan lo pikir gue ini diem gak peduli. Gue diem karena gue gak kua. Gue gak bisa terima kenyataan bahwa lo lupa ingatan dan lo lupa sama gue. Lo pikir enak ngejalanin semua ini?!"

"Dan lo pikir apa yang gue alami ini enak?"

Shira terdiam. Iya, dia merasa sangat egois sekarang. Dia merasa bahwa disini dia lah yang paling menderita dengan keadaan ini. Nyatanya, disini Guanlin yang paling menderita karena tak mengingat apapun hal yang selama ini terjadi.

Guanlin lalu berjalan kembali meninggalkan Shira, sedangkan Shira hanya berjalan beberapa langkah di belakang Guanlin dengan pandangan ke bawah.

"Gimana? Gakpapa kan kalo dibawa jalan? Gak pusing kan, nak?" tanya Ayahnya pada Guanlin ketika mereka sudah bertemu di lobby rumah sakit.

"Gakpapa kok Pa." jawab Guanlin tersenyum.

"Oiya Pa. Shira ikut ke rumah ya? Boleh kan?" tanya Guanlin ke ayahnya.

"Boleh kok."

"Ayo, Ra!" Guanlin langsung menarik tangan Shira mengajaknya masuk ke dalam mobil.






























Selama perjalanan menuju rumah, Shira hanya menatap keluar jendela tanpa mau membuka obrolan dengan Guanlin. Sedangkan Guanlin, dia hanya menatap Shira sesekali, bertanya-tanya ada apa dengan perempuan itu.

"Kita sampai!" seru papa Guanlin yang lalu memarkiran mobilnya.

Guanlin turun dari mobil lalu berdiri di samping Shira dan masih mengamati gadis itu yang sama sekali tidak meliriknya.

"Papa mau ke rumah ayahnya Jeongin dulu ya." ucap Ayah Guanlin yang masih di dalam mobilnya pada Guanlin. Guanlin hanya mengangguk.

"Shira?"

"Iya om?"

"Tolong jagain Guanlin sebentar ya?"

"Iya Om."

"Yaudah om pergi dulu ya. Hati-hati di rumah." pesan Ayah Guanlin yang lalu pergi bersama mobilnya.

Shira membuka pintu rumah Guanlin setelah tadi diberikan kuncinya oleh Ayah Guanlin. Guanlin masuk terlebih dahulu dan memperhatikan seisi rumahnya sendiri.

"Kamar gue dimana?" tanya Guanlin pada Shira.

"Di lantai 2."

"Rumah gue ada kolam renang?" tanya Guanlin ketika melihat kolam renang melalui jendela besar. Shira hanya tertawa kecil melihat tingkah Guanlin.

Guanlin lalu melepas jaket, sepatu, dan juga celana jeansnya. Menyisakan kaos dan celana boxer. Tanpa aba-aba dia langsung loncat masuk ke dalam air. Shira memilih untuk duduk di kursi memperhatikan Guanlin.

Kepala Guanlin muncul dari dalam air. Tangannya lalu meraup wajahnya dan menyisir rambutnya ke belakang.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo. Dan gue harap lo gak kaget denger hal ini." kata Guanlin yang menyenderkan tubuhnya ke tepian kolam.

"Apa?"

"Sebenernya tadi malem, aku mulai inget siapa kamu. Kamu itu Shira, perempuan kedua yang aku sayangi setelah Mama. Aku inget kok apa aja yang udah kita lalui walaupun belum semuanya aku inget." jelas Guanlin yang membuat Shira tersenyum lebar.

"Kamu gak bohong kan, Lin?" tanya Shira.

"Aku gak bohong." jawab Guanlin yang lalu keluar dari kolam renang.

"Dan ada satu hal lagi yang harus kamu tau." kata Guanlin menatap dalam-dalam Shira.

"Apa?"

"Aku bakalan pindah."

Shira terdiam beberapa saat, "Maksud kamu?"

"Aku bakal pindah ke Singapura." jawab Guanlin.

Shira menggelengkan kepalanya pelan. Tidak percaya akan pernyataan Guanlin itu.

"Besok." ucap Guanlin.

"Kamu bercandakan Lin? Kamu baru aja sadar dan inget sama aku. Kita baru aja ketemu untuk beberapa hari, dan kamu mau ninggalin aku?" airmata Shira langsung jatuh begitu saja.

Dia jelas benar-benar tidak terima dengan kenyataan bahwa hidupnya seperti ini.

"Aku gak bercanda Ra. Papa sendiri yang bilang. Dan ini karena pekerjaan dia." jawab Guanlin.

"Aku benci sama kamu!" Shira lalu berbalik dan hendak melangkahkan kakinya pergi. Tetapi, Guanlin menahannya terlebih dahulu.

Guanlin menarik lengan Shira lalu menarik tubuh Shira ke dalam pelukannya. Dia memang egois, dia tau dan sadar akan hal itu. Tapi, dia sendiri tidak ingin hal ini terjadi. Apalagi dia baru sadar dan mengingat Shira.

Shira hanya bisa menangis dalam pelukan Guanlin tanpa mau berbuat sesuatu. Inilah yang benar-benar dia inginkan. Pelukan Guanlin, bersama Guanlin, atau bahkan menghabiskan waktu hidup bersama Guanlin.

"Aku mohon, Ra. Jangan kayak gini. Jangan buat aku susah untuk ninggalin kamu. Aku bener-bener gak tau harus apa, Ra. Kamu harus tau, kalo aku sayang kamu."



































A/n:
Maafkeun lama update.
Aing lupa kalau punya kewajiban disini :"")
01/04/2018

Always • Lai GuanlinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang