Jatuh Hati Padanya

749 45 0
                                    

"Pertanyaanku selama ini terjawab." Joseph berbicara di atas kereta yang bergoyang.

"Apa?" Ellena mengalihkan pandangannya dari jendela ke wajah Joseph.

"Aku heran bagaimana kau bisa berlari saat memakai gaun. Kupikir kau wanita super kuat." Jawab Joseph.

"Aku tidak menyukai hal-hal sederhana. Jika aku bisa mengurangi kainnya, untuk apa aku harus memakai sepuluh lapis lebih kain di bawah gaunku?" Ellena tergelak.

"Ah... jangan tersenyum." Joseph menutup kedua matanya dengan telapak tangan.

"Kenapa?" Ellena tersenyum melihat tingkah Joseph yang menggemaskan itu.

"Senyummu terlalu indah. Ia bisa membutakan mataku." Ucap Joseph.

Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt... Sunyi. Hanya suara roda kereta kuda yang mendominasi. Joseph menunggu respon Ellena, Ellena hanya diam. Tidak tertawa, tidak tersenyum. Ia hanya diam. Diam yang lama dan mengubah suasana menjadi sangat canggung dalam seketika.

"Jangan melakukan itu lagi." Ucapnya.

"K-kenapa?" Joseph salah tingkah.

"Siapa yang mengajarimu?" Ellena menahan tawa.

"Aku hanya meniru Daino saat menggoda Johanna. Ternyata hal itu tidak berlaku untukmu. Maaf." Joseph malu setengah mati.

"Kau sangat aneh. Jangan melakukannya lagi. Kali ini mataku benar-benar terluka melihatnya." Ellena menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum kembali memandang ke luar jendela.

Ellena menyentuh dadanya. Jantungnya berdebar tak tentu. Ia menepuk-nepuk pipinya pelan. Sadarlah Ellena, pria di depanmu mungkin saja Alka si Brengsek. Ucapnya dalam hati, ia membuat wajah Joseph dari otaknya jauh-jauh ke luar jendela. Joseph membuang muka ke arah jendela yang lain. Angin berhembus kencang di luar sana. Daun-daun dan kelopak bunga terbawa bersama buaiannya.

"Kapan musim dingin dimulai?" Ellena bertanya lebih kepada dirinya sendiri.

Joseph hanya melihat gadis itu sekilas dan kembali memandang angin yang berhembus. Di luar tak ada penerangan kecuali cahaya bulan yang keperakan. Yang berulang kali muncul di otak Joseph adalah, "berapa lama aku bisa bertahan tanpa dicintai?"

Kereta mulai memasuki gerbang sekolah menusuri halaman depan ruang guru. Tiba-tiba, kereta kuda mereka dihentikan oleh dua orang penjaga. Salah seorang dari mereka berjalan mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinga kusir. Ia juga mengetuk kereta kuda untuk bisa berbicara dengan Joseph.

"Nyonya Erlano meminta anda membawa Nona Mckinney menjauh dari pondok kesehatan." Bisik penjaga itu kepada Joseph.

Joseph mengangguk. Tanpa bertanya lebih jauh ia sudah tau. Kondisi Johanna memburuk. Ellena bisa panik jika mengetahui hal ini. Tidak, ia akan murka. Untuk saat ini, memang lebih baik menyembunyikannya dari Ellena.

"Apa?" Tanya Ellena ketika Joseph sudah kembali ke hadapannya.

"Bunda memintaku menemuinya." Jawab Joseph berbohong.

"Kenapa? Apa mungkin karena kau menculikku?" Tanya Ellena panik.

"Hey, aku tidak menculikmu. Kau ikut atas dasar kemauanmu sendiri dan berjalan di atas kakimu sendiri." Joseph membantah.

Kereta berjalan memutar, menghindari pondok kesehatan, langsung menuju ke asrama siswa. Ellena baru menyadarinya ketika mereka telah separuh jalan menuju asrama. Ia memandang ke luar jendela untuk memastikan bahwa ini bukan jalan menuju pondok kesehatan.

"Kenapa kita menjauhi pondok kesehatan? Kita tidak akan menunjukkan gaunnya kepada Anna?" Tanya Ellena.

"Bukan begitu. Ini sudah lebih dari pukul sembilan malam. Johanna harus beristirahat. Kita tidak boleh membuat kepala perawat marah." Joseph berbohong.

"Ah... ini salahmu. Kau makan terlalu lama." Ellena melipat tangannya di depan dada, merajuk.

"Maafkan aku." Joseph tersenyum. Wajah Ellena sangat manis saat seperti ini.

Joseph mengantarkan Ellena ke kamarnya. Memastikan gadis itu baik-baik saja sekaligus memastikan Ellena tidak diam-diam pergi menjenguk Johanna. Meskipun baru menemui gadis itu beberapa jam, ia sudah sangat "mengenal" Ellena dengan baik. Ellena buka gadis yang patuh.

Demi menjaga gadis itu, Joseph bahkan rela menunggu Ellena mencoba bajunya satu persatu di kamar gadis itu. Setelah berjalan bolak-balik dari ranjang ke ruang gaun dan sebaliknya selama beberapa kali, Ellena menghempaskan tubuhnya di ranjang Johanna, tepatnya di depan Joseph. Ia duduk dengan wajah kusut.

"Kenapa? Apa ada barang yang tertinggal atau tidak muat kau pakai?" Tanya Joseph.

"Mana mungkin tidak muat. Aku tadi sudah mencobanya di toko." Ellena memanyunkan bibirnya.

"Tapi itu bukan penjahit langgananmu. Bisa saja jahitannya agak tidak cocok." Joseph meneruskan ucapannya. Ellena membeku.

"Bagaimana kau tau?" Batin Ellena.

"Ini pertama kalinya kau datang ke sana. Penjahit langgananmu sama dengan bundaku." Batin Joseph.

"Jadi kenapa wajahmu kusut?" Joseph mengembalikan percakapan mereka ke topik awal setelah menyadari bibit canggung mulai tumbuh di antara mereka.

"Aku belum ingin tidur." Ellena mulai mencair.

"Jika kau ingin menjenguk Johanna, jawabanku TIDAK." Joseph memberikan penekanan yang jelas pada kata terakhir.

"Aku mungkin tidak akan bisa tidur jika memaksakannya." Ellena melempar tubuhnya ke belakang dan berakhir dengan telentang dengan tangan terbuka lebar.

"Aku akan menemui Bunda. Kau mau ikut?" Joseph berdiri di depan kaki Ellena.

"Bolehkah?" Ellena sontak terduduk.

"Mandilah dulu. Badanmu bau." Joseph tersenyum sambil menutup hidungnya.

"Bagaimana denganmu? Kau juga pergi seharian denganku. Kau tak mandi?" Tanya Ellena berkacak pinggang sambil mendongak menatap Joseph.

"Aku tidak bau." Joseph menjawab ringan.

"Tentu saja kau juga bau." Ellena berdiri. Sangat dekat dengan Joseph.

Ellena yang hanya setinggi bahu Joseph tanpa rasa malu sama sekali (ia memang tidak memilikinya) mengendus dada Joseph. Joseph terkejut hingga tak sengaja melangkah mundur. Ellena yang masih belum menemukan sisa-sisa rasa malu yang terkubur dalam dirinya berusaha melangkah maju mendekati Joseph, namun ia malah menginjak ujung gaunnya sendiri. Ellena jatuh ke depan menabrak dada bidang Joseph.

Joseph terdorong ke belakang. Tangannya refleks memeluk Ellena yang sedang sibuk menutup matanya karena terkejut. Jarak ranjang Ellena dan Johanna yang tak terlalu jauh menyebabkan mereka jatuh tepat di atas ranjang Ellena.

Napas Joseph memburu. Ia benar-benar terkejut. Setelah melihat ke dadanya, jantungnya mulai berdetak tak karuan. Ellena perlahan merasakannya. Detak jantung Joseph menyadarkannya. Ia berada dalam masalah besar. Ia segera menjauh dari Joseph.

"A-aku akan mandi." Katanya terbata.

Ellena berlari menuju kamar mandi meninggalkan Joseph yang masih membeku dengan jantung yang berdetak tidak normal. Ellena mengunci pintu kamar mandi dan bersandar padanya. Kenapa jantung Joseph berdetak secepat itu?

"Mungkin karena ia baru saja jatuh." Batin Ellena.

Tangannya meraba wajahnya sendiri. Hangat. Tidak, panas! Perlahan Ellena meraba dadanya. Kenapa jantungnya juga berdetak sangat keras? Ellena berusaha mengatur napasnya tetapi jantungnya tetap melompat-lompat di dalam dadanya.

"Aku juga baru saja jatuh. Aku juga baru saja jatuh. Aku masih terkejut." Ucap Ellena.

"Ya, kau jatuh di dadanya." Ucap hatinya.

"Tidak. Aku tidak jatuh di dadanya. Aku hanya menumpang mendarat sebentar." Ellena membantah hatinya.

"Baiklah. Kau tidak jatuh di dadanya. Kau jatuh jatuh hati padanya." Bentak hati Ellena kepada pemiliknya yang tidak bisa membantah lagi.

Ellena segera berlari ke balik tirai mandi dan menyiram badannya dengan air sebanyak mungkin. Ia juga mencuci wajahnya dengan banyak air untuk mendinginkan benda itu.

Beautiful for Rich Boarding School [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang