Epilogue

1.4K 65 17
                                    

Ellena mematutkan diri di depan cermin. Gaun yang ia kenakan memiliki warna gradasi merah dan merah muda. Ada beberapa hiasan bunga di lengannya. Potongan lehernya cukup rendah, seperti selera Ellena. Rambutnya yang terbiasa tergerai, kini terbelit indah dan rapi di atas kepalanya. Ellena tersenyum bahagia. Ia melirik rangkaian bunga di atas meja di samping cermin. Ia terlihat semakin bahagia.

Ellena menarik napas dalam beberapa kali. Ia menyambar bunga itu dan berjalan keluar kamar menuju halaman rumah. Sambil masih memegang rangkaian bunga dari kamarnya, Ellena berkeliling antara kursi, meja, hidangan tamu, dan hiasan di halaman. Ia memperhatikan setiap detailnya.

"Kau terlihat bahagia?" Tanya seorang pria di belakangnya.

"Tuan Haden, tentu saja aku bahagia. Kenapa kau datang awal sekali? Seingatku waktu yang aku tulis di undangan masih lima belas menit lagi." Ucap Ellena mendekati pria tua yang masih gagah itu.

"Aku harus datang lebih awal untuk memberikan selamat kepada mempelainya. Aku datang sebagai keluarga." Ucap Tuan Haden.

"Tentu saja kau keluarga kami, Tuan Haden. Silahkan duduk dan nikmati pemandangan diriku yang sibuk." Gurau Ellena.

"Dengan senang hati." Ucap Tuan Haden sambil tertawa keras dan berlalu.

Ellena kembali sibuk meminta para pekerja ini dan itu. Memindahkan ini itu. Menilai ini itu. Mengkritik ini itu. Dan masih banyak lagi. Ia akhirnya tersenyum puas ketika semuanya sudah terlihat seperti yang ia inginkan.

"Ellena!" Panggil seorang pria.

"Hai, Peter." Ucap Ellena.

"Bagaimana kau tau aku Peter?" Tanya Peter mendekat.

"Mana mungkin Daino datang bersama Nyonya Rosetta." Ucap Ellena sambil menyalami wanita di belakang Peter. "Selamat datang, Nyonya. Saya Ellena Eve Mckinney." Ucap Ellena.

"Rosetta Anderson." Ucap wanita itu sambil tersenyum. Senyum yang lembut, hangat, dan tulus.

"Kau mengucapkan nama tengahmu? Kudengar dari Johanna kau benci nama itu." Peter bertanya.

"Dulu aku membencinya. Tapi dia kan menyukainya. Bahkan dia memanggilku Eve." Ucap Ellena.

"Kau terlihat cantik. Seperti Eve." Ucap Peter.

"Tentu saja. Mana mungkin aku mau terlihat jelek di pernikahan." Ucap Ellena mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

"Seperti ini pernikahanmu saja." Peter mencibir.

"Sudahlah, kalian." Ucap Nyonya Rosetta menengahi.

"Hahaha... maafkan aku. Ayo kita duduk." Peter menarik istrinya menjauh dari Ellena yang tanduknya mulai keluar. "Dasar. Saudara kembar memang selalu sama." Cibir Ellena.

Ellena dengan masih menenteng bunga, berjalan masuk kembali ke rumah besar itu. Ia hanya tinggal lurus dari pintu utama untuk masuk ke kamar tidur utama. Tanpa mengetuk ia menelengkan kepalanya masuk.

"Kau bawa bunganya?" Tanya Johanna yang masih sibuk merapikan gaun putih panjangnya.

"Ya. Seperti maumu. Mawar warna-warni." Ucap Ellena sambil membenamkan pantatnya di ranjang.

"Terimakasih sudah melakukan yang terbaik untuk pernikahanku." Ucap Johanna.

"Tenang saja. Aku melakukannya karena suka." Ellena mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah.

"El, apa dia datang?" Tanya Johanna.

"Dia pasti datang. Ini pernikahan sepupunya. Dan dia pasti menghindariku." Ucap Ellena.

"Kau masih terluka? Itu sudah sebulan lalu." Ucap Johanna penuh rasa prihatin.

"Hei. Hapus wajah itu di hari pernikahanmu. Pengantin harus selalu tersenyum. Lagipula yang seharusnya kau tanyai seperti itu adalah Joshie. Bukan aku." Ucap Ellena berusaha tersenyum.

"Kau bisa tinggal di sini jika tak ingin melihatnya menghindarimu." Ucap Johanna.

"Tidak. Aku ingin melihat wajahnya. Lagipula aku akan berdiri di balik panggung. Aku seorang Wedding Organizer di sini hari ini." Ucap Ellena.

"Ellena." Ucap Johanna sambil berjalan mendekati Ellena dan memeluk sahabatnya itu erat-erat. Ia ingin membagi kebahagiaannya dengan Ellena dan meminta sedikit rasa sakit Ellena untuknya.

"Selamat atas pernikahanmu, Anna." Ucap Ellena.

Pengantin sudah berdiri di altar. Secara bergantian Daino dan Johanna mengucapkan janji pernikahan mereka.

"Tuan Daino, Anda boleh mencium istri anda." Ucap Pendeta.

"Terimakasih telah menjadi gadis yang berdiri denganku di sini untuk sekali seumur hidupku. Aku bersyukur itu kau. Dan kembali, aku sangat bersyukur gadis yang bertemu denganku metfonite lalu adalah kau, Johanna Alexander Anderson. Kau bukan tulang rusukku, kau adalah otak dan hatiku." Ucap Daino sebelum mencium bibir Johanna sekilas.

"Terimakasih sudah mencintaiku. Aku tidak yakin apakah ini kali terakhir aku berdiri di altar bersama seorang pria. Tapi jika Tuhan menggariskan aku berdiri di altar lagi suatu saat nanti, aku akan melakukannya jika pria di sampingku adalah kau, Daino Alka Anderson." Ucap Johanna setelah Daino menciumnya.

Semua berjalan lancar sesuai rencana dan perkiraan. Ya. Sesuai rencana dan perkiraan. Seperti perkiraan juga, Joseph datang ke pernikahan. Dia menghindari Ellena. Tapi ada satu yang mengejutkan dari pria itu. Joseph datang bersama Luna. Ya, Luna dari Aster Room.

Beautiful for Rich Boarding School [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang