Daino sempat terhanyut dengan bibir Johanna, sampai ia merasakan hal yang aneh. Johanna sangat kaku dalam berciuman. Ia tersenyum tipis dan mendorong tubuh Johanna menjauh dengan halus. Johanna langsung memegangi dadanya. Uwahh itu hampir meledak. Pandangannya kembali terfokus pada Daino. Tidak ada rasa takut sama sekali.
"Jo." Panggil Daino lembut.
"Maaf." Jawab Johanna. Daino tersenyum. Ia memperbaiki posisi duduknya hingga merasa nyaman untuk mengobrol dengan Johanna.
"Apa yang terjadi?" Tanya Daino. Ada ketulusan di matanya. Dan entah kenapa hal itu memunculkan rasa bersalah di hati Johanna. Begitu besarnya rasa bersalah itu hingga ia tanpa sadar menitikkan air mata.
Daino merengkuh tubuh Johanna ke dalam pelukannya dan mengusap punggung gadis itu. "Apa yang terjadi?" Ulangnya lebih lembut.
"Maaf aku membohongimu." Ucap Johanna pelan di sela tangisnya.
"Tak apa." Daino memilih untuk menunggu gadis itu tenang sebelum kembali menggali lebih jauh. Sayangnya, setelah selesai menangis, Johanna tertidur.
"Selamat pagi." Ucap Ellena saat keluar kamar.
"Pagi." Joseph mengeringkan rambutnya yang masih basah sambil menutup pintu kamarnya.
"Kau bangun pagi." Puji Joseph.
"Kuharap itu pujian." Jawab Ellena. Joseph tersenyum.
Ellena berjalan mendahului Joseph menuju ruang makan. Setelah berada dua langkah di depan Joseph, gadis itu berbalik menghadap Joseph dan berjalan mundur.
"Hati-hati, jangan jatuh." Joseph mengingatkan.
"Karena kau tidak bertanya, aku akan memberitahumu. Aku bangun pagi karena aku ingin membuatkanmu sarapan. Yah... Aku tidak bisa memasak sebaik Anna. Tapi aku bisa memasakkan telur dan bacon untuk sarapan." Ellena berbicara panjang-lebar.
Joseph hanya tersenyum. Dua hari hidup bersama Joseph, ia sudah tau sifat asli pria itu. Dingin dan kaku. Entah kenapa hal itu terlihat keren di mata Ellena.
Sebelum Ellena membuka pintu ke ruang makan, Joseph menahan lengan gadis itu membuat Ellena membeku dan pipinya perlahan merona. Sesaat setelah itu, Joseph juga merasakan hal yang sama, beruntung ia sadar lebih cepat.
"Handukku sudah basah. Bisa kau ambilkan baru?" Tanya Joseph. Tanpa pikir panjang Ellena segera mengangguk dan berlari naik. Ia berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya dan rasa malunya.
Setelah melihat Ellena pergi, Joseph membuka pintu ruang makan dan menemukan meja makan sudah penuh dengan berbagai menu sarapan yang siap untuk dinikmati. "Singkirkan itu semua. Makanlah itu di rumah dengan keluarga kalian. Singkirkan dalam waktu sepuluh detik." Ucapnya tegas.
Semua pelayan segera membersihkan meja makan secepat mungkin. Tepat di detik ke lima belas, meja sudah bersih. Dan di detik ke dua puluh, Ellena membuka pintu. Ia melihat Joseph duduk di salah satu kursi sambil membaca koran pagi. Setelah Ellena menyampirkan handuk baru ke kepala Joseph, ia menghilang menuju dapur.
"Cobalah ini." Ellena meletakkan cangkir kopi di depan Joseph.
Joseph menyesap cairan hitam di dalamnya. Itu bukan kopi. Tapi coklat panas. Joseph memandang Ellena penuh tanya. "Aku pernah membaca di sebuah buku, coklat panas lebih sehat diminum di pagi hari daripada kopi." Jawab Ellena. Ellena berbohong. Jawaban sebenarnya adalah, ia tidak bisa membuat kopi menggiling biji kopi saja ia tidak bisa. Kebetulan juga di dapur tadi ia melihat bubuk coklat. Cokelat panasnya adalah yang terbaik. Johanna saja menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful for Rich Boarding School [Complete]
RomansaBagaimana rasanya hidup sebagai bangsawan? Bagaimana isi sekolah bangsawan? Persiapan malam pesta dansa yang panjang. Kisah cinta terlarang di dalam sekolah bangsawan. Hingga hubungan terlarang yang tidak bisa dihentikan lagi