Matahari mulai merangkak turun. Ellena membuka matanya. Ia sudah tertidur selama 5 jam dan sekarang sudah hampir malam. Ia melihat sekelilingnya. Tempat ini asing. Ranjangnya besar, seprei dan selimutnya berwarna putih. Ada jendela di sebelah kanannya. Ruangan berukuran sekitar 5x7 itu terlihat cukup luas bagi Ellena yang terbiasa tidur di asrama sempit.
"Aku di villa Joshie." Ellena bergumam sendiri.
Ellena turun dari ranjang. Ia memakai sepatunya. Ellena menyeret diri ke sudut kiri ruangan dimana kaca besar disandarkan. Rambutnya tergerai berantakan. Ia berjalan kembali ke ranjang dan melihat kolongnya. Kosong, ia tak menemukan tasnya. Mata setengah sadarnya meneliti seluruh ruangan. Benda itu di sana. Teronggok di atas sofa di bawah jendela.
Ellena menyeret tubuhnya mendekati single sofa itu. Dengan malas, ia membuka retsleting tasnya. Ia merogoh benda itu di semua sisi untuk mencari sesuatu, tetapi tak menemukannya. Ellena bahkan menumpahkan seluruh isinya di ranjang, tetapi ia tidak menemukannya.
"Aku lupa membawa sisir." Ucapnya.
Dengan langkah yang masih sangat lesu, Ellena keluar dari kamar tamu. Ia menuruni tangga besar yang menghubungkan lantai dua langsung ke pintu utama. Dari depan, rumah itu terlihat hanya terdiri dari aula utama (di depan pintu utama) di lantai satu dan kamar di lantai 2. Setelah Ellena berkeliling mencari Joseph, ternyata di belakang tangga besar itu tardapat pintu besar yang menuju dapur, ruang makan, kamar mandi, bahkan perpustakaan.
Ellena tidak menemukan Joseph di belakang, jadi dia memutuskan kembali ke kamar sementaranya sampai Joseph yang mendatanginya. Apa yang akan Ellena lakukan selama menunggu? Tentu saja, tidur lagi. Saat ia keluar dari balik tangga, sebuah teriakan mengalihkan perhatiannya.
"Joshie?" Tanya Ellena.
"Eve? Kenapa kau muncul dari kegelapan dengan rambut seperti hantu?" Joseph kembali bertanya.
"Aku mencarimu. Jangan salahkan aku. Tempat ini mulai gelap." Elak Ellena.
"Ahh... maaf. Tempat ini selalu kosong. Mungkin mereka lupa menyalakan penerangan.
Mereka saling mendekat. Dan, lampu mulai menyala satu demi satu. Ellena dapat melihat Joseph dengan pakaian santai. Sangat tampan dan wangi. Joseph dapat melihat Ellena dengan gaun yang ia gunakan sejak pagi dan rambut panjang yang terurai. Sangat berantakan.
"Kenapa kau keluar seperti itu?" Tanya Joseph menunjuk sarang burung di atas kepala Ellena.
"Aku mencarimu. Aku ingin meminjam sisir." Jawab Ellena.
"Aku tidak punya." Jawab Joseph jujur.
"Apa?!" Ellena terkejut.
"Aku tidak punya sisir. Laki-laki di keluargaku tidak punya sisir. Peter dan Daino juga tidak pernah memakai sisir. Rambut kami rapi sejak lahir, tidak pernah terlilit, dan lembut. Bunda bahkan jarang menyisir rambutnya dengan sisir. Kami semua menggunakan jari." Jelas Joseph membuat Ellena melongo.
"Itu seperti anugrah turun temurun?" Tanya Ellena.
"Ya... begitulah. Intinya, aku tidak punya sisir." Joseph menyilangkan kedua tangannya membentuk tanda X.
"Lalu bagaimana dengan rambutku? Ini sudah malam, mana mungkin pergi ke pasar." Ellena mendengus sebal.
"Aku punya beberapa pelayan wanita. Tapi aku tak yakin mereka punya sisir baru." Tawar Joseph.
"Aku tak peduli. Aku benci memakan rambut." Ellena menyingkirkan beberapa helai rambut yang entah sejak kapan bermain di antara bibirnya.
"Baiklah aku akan mencarikan sisir terbaik untukmu. Kau bisa mandi dulu. Aku akan mengantar sisirnya ke kamarmu nanti." Joseph berbalik dan melambaikan tangannya kepada Ellena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful for Rich Boarding School [Complete]
RomanceBagaimana rasanya hidup sebagai bangsawan? Bagaimana isi sekolah bangsawan? Persiapan malam pesta dansa yang panjang. Kisah cinta terlarang di dalam sekolah bangsawan. Hingga hubungan terlarang yang tidak bisa dihentikan lagi