Joseph terdiam beberapa saat. Ellena sedekat itu dengannya. Jantungnya berdetak tidak karuan. Ia memandang arah gadis itu menghilang di balik dinding. Otak Joseph masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia melakukan kontak fisik dengan Ellena. Kontak fisik itu menyerap seluruh kewarasan Joseph.
Suara gemericik air di kamar mandi menarik Joseph kembali ke realita. Pria itu entah kenapa segera berdiri dan melompat-lompat tanpa suara. Ia mengeluarkan suara teriakan perlahan. Ternyata rasanya sangat menyenangkan bisa sedekat itu dengan Ellena.
"Jika Ellena tidak melarikan diri, apa yang mungkin terjadi selanjutnya?" Ucap Joseph dalam hati.
Imajinasinya berada di luar batas. Tiba-tiba sesuatu di dalam dirinya menampar Joseph kuat-kuat. "Ellena tidak pantas kau jadikan tokoh dalam imajinasi mesummu. Dia gadis yang harus kau hargai." Ucapnya.
Joseph menampar pipinya dengan tangan kanannya cukup keras. Ia telah mendapatkan seluruh kesadarannya. Menjadikan Ellena bahan fantasi mesum adalah hal terbodoh yang ia lakukan hari ini. Ia berjanji jika sampai ia melakukan hal itu lagi, ia akan terjun dari kamar Ellena. Apakah terjun dari lantai empat bisa membunuh seseorang? Hmm...Mungkin jika Joseph melakukannya, kita akan tau.
Ellena muncul dengan gaun berwarna kulit. Ada selembar kain coklat tipis yang melilit lengan kanannya. Tidak ada belahan dada. Tidak ada punggung yang terbuka. Bagus, setidaknya Ellena tau sopan santun bertamu ke rumah orang tua pasangannya. Rumah? Ya, Beauty for Rich Boarding School adalah rumah bagi penghuninya.
"Sudah siap?" Tanya Joseph.
"Ya, seperti yang kau lihat." Ellena menepuk-nepuk gaunnya.
"Baiklah. Ayo kita jalan-jalan malam." Joseph membuka pintu.
"Tunggu sebentar! Aku butuh mantel." Ellena kembali masuk ke ruang gaun.
"Tentu." Joseph memutuskan menunggu di lorong.
Tak lama kemudian, Ellena keluar dengan sebuah mantel berwarna coklat. "Aku siap." Ucapnya.
Joseph berjalan mendahului Ellena. Gadis itu setengah berlari mengikuti Joseph. Joseph tidak menyadarinya. Yang ia pikirkan saat ini adalah segera menjauh dari segala kecanggungan ini.
"Kau berjalan terlalu cepat." Ucap gadis itu terengah.
Joseph menoleh dan melihat Ellena berjalan empat meter darinya. Ia baru sadar ia berjalan terlalu cepat. "Maaf." Ucap Joseph singkat.
Ellena mengampit lengan Joseph tanpa permisi. "Begini saja." Ucapnya setengah menarik Joseph maju.
Mereka berjalan membelah malam. Meniti jalan semen menuju gedung utama. Kantor Mrs. Nana berada di gedung itu. Sebenarnya cukup jauh, tapi karena Ellena memiliki teman bicara dan ia tidak kedinginan, perjalanan itu terasa singkat. Kini ia telah berdiri di depan pintu ruang kerja Mrs. Nana.
Suara Tok Tok Tok mengetuk pintu diikuti suara Krieett pintu terbuka. Setelah melihat putranya datang bersama Ellena, Mrs. Nana segera memeluk Ellena tanpa permisi. Ellena melepas mantelnya dalam pelukan Mrs. Nana dan melemparnya ke arah Joseph yang berdiri di belakangnya.
"Aku sangat bersyukur kau baik-baik saja." Ucap Mrs.Nana kemudian melepas pelukannya dan meremas tangan Ellena. "Aku turut prihatin dengan Johanna." Lanjutnya.
"Tidak apa-apa, Mam. Anna sudah baik-baik saja." Ucap Ellena.
Mrs. Nana mengangkat sebelah alisnya. Ia segera melirik putranya untuk memastikan hal ini. Joseph segera memberi isyarat : Ellena belum tau, kepada Bundanya.
"Aku harap Johanna bisa kembali seperti semula secepatnya." Ucap Mrs. Nana akhirnya.
"Terimakasih, Mam." Ellena tersenyum.
"Duduklah." Ucap Mrs. Nana membawa Ellena ke sofa. Joseph menyusul setelah menggantungkan mantel Ellena.
"Aku akan membuat teh. Aku yakin cuaca di luar pasti sangat dingin." Mrs Nana berlalu meninggalkan tamunya.
"Aku akan membantu Bunda sebentar." Joseph bangkit mendekati Bundanya.
"Bunda, bantu aku mencari alasan menjauhkan Ellena dari pondok kesehatan selama mungkin." Joseph memeluk bundanya dari belakang.
"Menjauhlah!" Mrs. Nana mendorong anaknya menjauh dan berbalik.
"Kenapa kau tak mengatakkan yang sejujurnya saja kepada Ellena?" Mrs. Nana memandang tajam putranya.
"Bibi melarangku. Aku menurutinya karena menurutku beliau dan Diano lebih tau apa yang terbaik bagi Johanna daripada kita." Joseph menjelaskan.
"Apa menurutmu ini yang terbaik bagi Ellena?" Mrs. Nana menatap Joseph semakin tajam.
Joseph diam. Mrs. Nana berbalik dan kembali berkutat dengan tehnya.
"Bunda, setidaknya bantu aku menjauhkannya selama beberapa hari. Kalau sampai tiga hari Johanna belum sadar, aku sendiri yang akan memberitahukan yang sebenarnya pada Ellena. Termasuk perjanjian kita sekarang." Joseph memohon.
"Apa yang membuatmu mengambil keputusan seperti itu, Tuan Erlano?" Mrs. Nana memasukkan bunga matahari ke teko dan kembali menghadap putranya.
"Sekolah berbahaya untuk Johanna. Tidak menutup kemungkinan sekolah berbahaya untuk Ellena. Kemungkinan terbesar yang akan terjadi ketika Ellena tau keadaaan Johanna yang sekarang, ia akan sangat marah dan berusaha membalas dendam. Bunda lebih mengenal gadis itu daripada aku." Kalimat ini melunakkan ekspresi wajah Mrs. Nana.
"Aku tak ingin muncul korban lagi, Mam. Apalagi jika korban itu Ellena." Joseph memandang Mrs. Nana frustasi.
Mrs. Nana menghembuskan napas panjang, "Kau urus tehnya." Mrs. Nana berlalu.
Senyum Joseph mengembang. Itu artinya "Iya dengan terpaksa". Setidaknya jawabannya adalah iya. Joseph menunggu beberapa saat hingga air dalam teko berwarna kekuningan dan menaruhnya ke atas nampan bersama dengan tiga cangkir putih dan segera membawanya ke hadapan dua wanita yang ia cintai itu.
"Kenapa Bunda memanggilku kemari?" Joseph mulai berakting.
"Produksi kain di selatan mengalami penurunan drastis. Sebenarnya aku ingin memberitahukan hal ini padamu kemarin. Tapi aku tak ingin membuatmu merasa terbebani di pesta dansa." Mrs. Nana mengikuti arus.
"Apa?!" Joseph dan Ellena bersamaan.
"Kenapa produksi kain bisa turun drastis? Memasuki musim gugur dan musin dingin seharusnya permintaan meningkat." Ellena mengambil sebuah kutipan dari sebuah buku yang pernah ia baca. Hebatnya ia tidak terlihat sedang mengingat suatu hapalan.
"Kau paham hal seperti ini?" Tanya Mrs. Nana.
"Ya, begitulah." Ellena mengangkat bahu.
"Baguslah. Joseph, pergilah ke selatan bersama Ellena. Ellena, kumohon temani Joseph. Anak lelaki satu ini bukan belum bisa mengurus dirinya sendiri." Mrs. Nana memandang Joseph merendahkan. Kali ini Mrs. Nana mengatakan fakta.
"Kalau kau tidak mau, kau bisa menolak." Joseph memotong Mrs. Nana mencegah ibunya menguak lebih banyak fakta memalukan tentangnya.
"Tidak!" Jawab Ellena tegas. "Aku akan pergi bersamamu. Aku tidak ingin kehilangan kesempatan mendapat hasil produksi kain keluarga Erlano yang sangat nyaman dan luar biasa." Lanjutnya.
Mrs. Nana dan Joseph sama terkejutnya. Semudah ini? Ellena terlalu bodoh atau bagaimana? Kenapa ia bisa dengan mudah meninggalkan Johanna?
"Mam, bisa aku menitipkan Anna padamu?" Tanya Ellena dengan ekspresi memohon.
"Aku, Kakakku, dan Daino, bahkan pihak sekolah akan melakukannya dengan senang hati. Tapi apa kau yakin akan meninggalkan Johanna?" Tanya Mrs. Nana meyakinkan pendengarannya.
"Terakhir aku melihatnya, Anna sudah terlihat baik-baik saja. Ia hanya harus banyak beristirahat." Kalimat terakhir itu Ellena dapat dari buku yang pernah ia baca dan hafalkan.
"Baiklah." Ibu dan anak itu hanya bia menepuk jidatnya melihat Ellena.
"Terimakasih." Ucap Ellena sambil menyesap tehnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/134274040-288-k112669.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful for Rich Boarding School [Complete]
RomanceBagaimana rasanya hidup sebagai bangsawan? Bagaimana isi sekolah bangsawan? Persiapan malam pesta dansa yang panjang. Kisah cinta terlarang di dalam sekolah bangsawan. Hingga hubungan terlarang yang tidak bisa dihentikan lagi