| RavAges, #7 | 2224 words |
AKU BERGIDIK saat Alatas menyodoriku bangkai tupai untuk dimakan. Hampir muntah aku dibuatnya, tetapi perutku tidak punya apa-apa untuk dikeluarkan.
"Kau akan terbiasa," bujuk Alatas.
Truck sempat membuat api untuk membakar bangkai tupai dan anak kelinci itu, tetapi apinya tidak bertahan lama. Erion dan Truck tampak tak peduli dan sudah melahap makanan setengah matang mereka. Sebelum ini, kami sempat menemukan buah-buahan kecil pahit, tetapi kemudian kami diserang ruam dan mual-mual. Kami menahan lapar setelah gatal-gatal itu berkurang, lalu Truck memutuskan kami harus menelan apa pun yang bisa ditelan. Kami sempat menemukan aliran sungai kecokelatan yang mencurigakan, tetapi tak ada ikan yang bisa ditangkap.
Pada akhirnya, bangkai tupai yang jatuh dari pohon menjadi harapan kami.
Suara serupa guntur keluar dari balik tenggorokanku. "Tidak ...."
"Kau akan makan sesuatu cepat atau lambat," kata Alatas lagi. "Aku cuma mau memastikan yang bakal jadi santapanmu itu ... bukan salah satu dari kami. Biar bagaimana juga, kau perempuan."
Aku berjengit mendengarnya. "Lebih baik aku mati kelaparan. Atau, sekalian saja aku mencamil buah-buah beracun itu. Memang kenapa kalau aku perempuan?"
"PF13—ingat obat yang kubilang punya efek samping mematikan untuk menormalkan kita? Selain faktor usia, jenis kelamin juga berpengaruh. Ia paling besar dampaknya terhadap perempuan. Sementara para Fervent laki-laki baru menjadi sosiopat atau pembunuh, 80% Fervent perempuan sudah jadi kanibal."
Aku terperangah. Jadi, dari sini muncul urban legend Garis Merah?
Bukannya aku percaya suatu hari aku bakal jadi pemakan sesama, tetapi aku tidak punya pilihan. Dengan tangan gemetar, kuterima hewan kecil itu, yang sepertinya masih berkedut. Memejamkan mata dan membiarkan diri sesenggukan, aku berniat dalam hati aku akan jadi vegetarian setelah ini semua selesai.
"Begitu ruam-ruam ini hilang, kita bakal coba lagi makan buah-buahan," hibur Alatas. "Atau ikan. Mungkin akan ada ikan di sungai yang lebih dalam."
Namun, hampir tidak ada hewan hidup lagi setelahnya. Kami kembali ke sisa peradaban yang setengah lebur begitu keluar dari hutan. Mengarungi jalan retak dan puing-puing, Erion memimpin dengan senternya, Truck di belakangnya (jelas sekali pria itu menjaga jarak dariku), sementara Alatas menempeliku seperti lem setan.
"Apa tidak ada hewan atau tumbuhan yang berubah juga?" tanyaku saat Erion menangkap seekor kadal dan memainkannya. "Hanya manusia yang jadi Fervent?"
Alatas menjawab sambil menendang kadal lain yang merayap dekat kakinya. "Kudengar, dulu ada hewan nokturnal yang jadi keliaran siang hari atau belalang yang memotong baja. Tapi, umur hewan-hewan itu cenderung memendek, dan NC tidak kesulitan menumpasnya. Untuk tumbuhan, hanya ukurannya yang membesar, tapi Ledakan Fervor tidak membuat mereka jadi punya pikiran sendiri atau apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
RavAges
Science Fiction[Completed Chapter] Pada kepindahaannya yang ke-45, Leila kabur dari rumah. Dia melihat kacaunya dunia, serta alasan ayahnya yang terus mendesak mereka untuk terus bergerak sebagai keluarga nomaden. ---***--- Leila, 17 tahun, ter...