"Sshhh, sak-kitt. Arrgghh" suara erangan terdengar di dalam kamar seorang remaja laki-laki yang terus memegang dadanya tepat di bagian jantungnya. Rasanya jantungnya berdenyut menyakitkan, membuatnya merasakan sakit yang luar biasa.
Tubuh yang tak terurus itu terus bergerak menahan sakit yang sudah 2 tahun ini sering dirasakannya. Mata yang sering menatap kosong itu kini terpejam erat dengan tangan kanan yang memegang sebuah bingkai foto, di foto itu terlihat gambar seorang gadis sedang tertawa bahagia sambil membawa permen kapas di tangannya. Foto yang di ambilnya secara diam-diam itu adalah hal yang menguatkannya menahan rasa sakit yang ia rasakan saat mengingat kesalahannya, kesalahannya yang tak mau mendengar penjelasan kekasihnya. Kesalahan yang membuatnya dianggap tidak ada, dilupakan dan sekarang dia ditinggalkan.
Dia adalah Rey, yang sekarang meratapi nasibnya karena kesalahannya sendiri. Egonya, gengsinya dan kebodohannya telah membuatnya merasakan semua ini. Rasa sakit pada fisik maupun hatinya adalah ganjaran yang ia dapat karena melukai hati gadisnya.
Gadisnya? Masihkah? Jika iya, ia akan sangat bahagia.
Tapi sepertinya itu hanya hayalan karena gadis yang ia maksud mungkin sekarang sudah tak akan sudi bertatapan muka dengannya, bahkan sekarang gadis itu meninggalkannya.
Andrea, gadis yang menjadi alasan penyesalan Rey. Gadis yang telah ia sakiti, hianati dan ia hina. Menyesalpun sepertinya tak ada gunanya, Andrea sudah pergi. Dia pergi dengan luka di hatinya, yang membuat Rey tersiksa karena penyesalan.
Reypun mencoba mencari obat pereda rasa sakit di atas nakas dengan tangan kirinya, tanpa melepas bingkai foto di tangan kanannya. Setelah menemukannya, iapun segera meminumnya dan meneguk air yang ada disamping obat tersebut. Setelah itu nafasnya yang awalnya memburu, kini berangsur normal. Ia membawa bingkai foto Andrea kedalam dekapannya, air matanyapun menetes.
"S-sweety, i-i miss you so... much." Ucapnya dengan lirih. Tanpa ia sadari, semua yang dilakukannya sejak tadi telah diawasi oleh seseorang dibalik pintu kamar yang terbuka itu. Seorang wanita paruh baya yang melihat itupun menangis dalam diam melihat keadaan putranya yang sangat tidak baik-baik saja.
"Hiks,, hiks,, maafkan bunda, Rey." Isak Athaya pelan sambil menatap putranya dari balik pintu. Kemudian ia merasakan sentuhan pada pundaknya.
"Bukan hanya kamu yang salah, aku juga, sayang. A-ku bahkan gak pecus memimpin keluarga kita." Ucap suami Athaya yang tak lain adalah ayah Rey dengan suara yang tersirat penyesalan didalamnya.
"A-aku sebagai ibu merasa tak pantas, mas. Harusnya aku merawat Rey, bukannya sibuk dengan diriku sendiri. Hiks,, a-andai aku selalu ada disampingnya, Rey, d-dia tidak akan bergantung pada Andrea. A-aku juga merasa bersalah sama Andrea. A-aku membuat putri orang tersakiti oleh putraku, mas. Hiks." Ucap Athaya penuh penyesalan pada sang suami.
Dave yang juga selama ini kurang memperhatikan putranya pun ikut merasa bersedih, iapun memeluk istrinya dan mengajaknya intuk kembali kekamar. Setelah itu mereka pergi meninggalkan Rey yang masih memandang kosong bingkai foto di tangannya.
***
2 tahun setelah kejadian itu
Seorang gadis tengah menari, meliuk-liukkan tubuhnya seiring dengan irama musik.
Tiba-tiba musik berhenti, ia menoleh pada laki-laki yang sudah mematikan musik itu. Kemudian ia tersenyum manis.
"Udahan dulu, istirahat. Kamu gak cape apa, hmm?" Tanya laki-laki itu sambil mengusap peluh didahi gadis itu. Kemudian menarik gadis itu supaya duduk dan menyodorkannya air mineral.
"Makasih, Dick." Ucap gadis itu tersenyum manis. Senyum yang lama tak ia perlihatkan.
Dicky tertegun.
"Sayang..."
"Hm?" Gumam Andrea.
"K-kamu senyum?" Andrea tertawa terbahak saat melihat ekspresi yang ditunjukkan Dicky.
"K-kamu ketawa?" Tanya Dicky lagi. Menghiraukan Andrea yang semakin terbahak karenanya.
Beberapa detik kemudian Dicky melompat kesenangan.
"Woaaah! Aww!" Andrea melotot saat mendengar Dicky kesakitan.
"Makanya, jangan lompat-lompat. Udah tau kaki masih belum sembuh total, pake acara lompat-lompat segala." Andrea mengomel yang dibalas anggukan malas Dicky.
Kumat lagi bawelnya. Bati Dicky.
Mereka berdua adalah partner Dance. Andrea yang memutuskan kuliah di London tanpa sepengetahuan orang-orang bertemu lagi dengan Dicky yang mendapat beasiswa ke London dan kebetulan universitas mereka sama.
Dan yang lebih mengejutkan adalah Andrea memiliki hobi baru yang ternyata sama dengan hobi Dicky, yaitu Dance.
Mereka menjadi partner dance sejak setahun lalu, sering menghadiri perlombaan dance dan keluar sebagai pemenang dalam kategori dance berpasangan.
Berhubung saat ini kaki Dicky sedang terkilir, jadi Andrea latihan sendiri.
Dan soal Dicky yang memanggil Andrea dengan panggilan 'sayang' itu karena memang mereka adalah sepasang kekasih sejak 2 bulan yang lalu.
Dicky mencoba menyatakan cintanya lagi dan mengajak Andrea berpacaran, ia memang tidak menyerah untuk mendapat cinta Andrea.
Andrea yang saat itu bingung, akhirnya memutuskan untuk menerima Dicky dan mencoba membuka hatinya lagi.
"Nanti pulang kamu mau mampir kemana?" Tanya Dicky.
"Emm, ga ada kayaknya. Paling mampir ke supermarket bel-"
"Udah aku beliin. Nih, aku udah hafal tanggal kamu belanja cemilan." Potong Dicky sambil menunjukkan kantok kresek dibelakang kakinya.
"Makasiiih pengertian banget deh."
"Ya iya dung. Dicky gitu loh." Ucap Dicky sombong.
Andrea memutar bola matanya malas.Perubahan besar terjadi pada Andrea. Gadis yang awalnya sedikit feminim itu berubah menjadi gadis tomboy. Banyak bergaul dengan laki-laki, tapi tak pernah mau membuka hati. Saat ini memang ia sedang mencoba membuka hati untuk Dicky, tapi ia masih dalam tahap mencoba dan belum melakukannya.
Gadis yang menempuh pendidikan fashion designer itu memiliki banya teman dalam organisasi-organisasi yang ia ikuti di kampusnya, sifat humblenya memang tidak berubah dari dulu. Tetap sama, Andrea gadis yang ramah. Hanya ia lebih sering murung dan jika senyum hanya menampilkan senyuman tipis. Itulah yang membuat Dicky agak asing saat bertemu lagi dengan gadis itu.
"Ayo, pulang. Aku mau kamu masakin aku nasi goreng, aku laper." Pinta Dicky.
"Eh, enak aja. Makan di apartement kamu sendiri dong, kan bahan masakan kamu banyak. Kamu juga bisa masak sendiri." Andrea hanya bisa cerewet pada papanya, Yash dan Dicky saja. Setidaknya itu lah yang disyukuri Dicky. Andrea masih mau terbuka dengan dirinya.
"Kan aku pingin masakan kamu. Basi goreng buatan kamu sama buatan aku itu beda, enakan punya kamu." Bantah Dicky.
"Yaudah, nanti nasi gorengnya aku banyakin garem. Biar asin dan gak enak."
"Nah! Biasanya cewek yang masaknya keasinan itu ngebet kawin. Ntar kita kawin cepet, biar masakan kamu gak keasinan." Andrea melotot mendengar ucapan Dicky yang ngelantur.
"Kawin-kawin! Nikah!"
"Oh, jadi kamu ngebet nikah sama aku?" Goda Dicky sambil menaik-turunkan alisnya.
"DICKY IH NGESELIN!" Teriak Andrea sambil memukul bahu Dicky. Dicky terbahak.
Tiba-tiba pertanyaan dari mulut Dicky membuat Andrea mematung.
"Kamu gak ingin pulang ke Indonesia?"
TBC.
Gaes, part ini sebenernya ilang 600 words😤 makanya aku ngetik lagi. Dan ngulang dari pertengahan.
Kesel banget deh Rea tuh. Wattpadnya error. KESEL KAN GUA JADINYA! GUA MAU PROTES KE PENCIPTA WATTPAD BISA GAK SIH!?😬
Udahlah, cape Rea tuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish Boy [REVISI]
Teen FictionPERHATIAN! Beberapa part diPRIVATE secara acak. Jadi buat yang belum FOLLOW akun Rea harap diFOLLOW dulu. Hal ini dilakukan untuk mencegah para plagiat yang berkeliaran. Cerita ini murni dari imajinasi penulis, jadi apabila ada kesamaan tempat, toko...