Part 17

8.2K 322 4
                                    

"B-bunda!" Ujar Andrea terbata-bata.

"Ya Allah, ini beneran kamu!" Seru Athaya sangat senang dan langsung memeluk Andrea dengan kencang penuh rindu. Andrea membalas pelukan itu dengan ragu.

"Bunda apa kabar?" Tanya Andrea berbasa-basi.

Athaya tersenyum. "Bunda baik, tapi tidak dengan Rey." Ucapan Athaya membuat orang-orang dimeja makan itu mendadak menegang. Andrea mencoba tak perduli.

"O-oh, bunda kesini mau ngap-"

"Andrea, bunda mohon sama kamu. Rey butuh kamu, nak." Potong Athaya dengan mata yang memerah menahan tangis. Andrea tersenyum miris dan menggeleng.

"Bunda salah, dia udah gak butuh aku lagi." Bantah Andrea enggan menyebut nama itu.

"Engga, dia butuh kamu. Sangat. K-kamu gak tau gimana terpuruknya Rey,, hiks,, D-dia depresi,, hiks." Ucap Athaya sambil terisak. Ia tak kuat menahan air matanya saat mengingat kondisi putranya.

Andrea menutup mulutnya tak percaya. Hampir saja ia terbawa suasana jika saja Dicky tidak angkat suara.

"Kalo tante bermaksud membuat Andrea kembali sama Rey, saya gak bisa terima." Ucap Dicky sambil menekan empat kata terakhir.

Athaya menoleh heran kepada Dicky. "Kenapa? Memang kamu siapa?" Tanyanya dengan bingung sambil mencoba menahan kekesalannya.

"Karena Andrea adalah pacar saya." Ucap Dicky dengan tegas yang membuat Athaya terkejut dan menoleh pada Andrea.

"Apa benar itu, nak?" Andrea mengangguk, mengiyakan pertanyaan Athaya yang membuat rasa kecewa menyeruak didada wanita paruh baya itu.

Kemudian terdengar bunyi handphone yang menandakan telfon masuk. Ternyata itu adalah hp milik Athaya. Melihat nama yang terpampang di layar hpnya membuatnya langsung panik. Iapun langsung menerima panggilan tersebut.

"Ada apa, yah?"

"..."

"A-apa? O-oke, bunda pulang sekarang. Jangan sampai Rey menyakiti dirinya sendiri lagi."

"..."

Kemudian panggilan diputus oleh Athaya.

Mendengar nama Rey disebut membuat jantung Andrea berdetak tak normal.

"Maaf, bunda harus pergi sekarang. Rey pasti mengamuk saat ini." Yash yang sedari tadi diam kemudian menyahut dengan nada penasaran.

"Mengamuk?"

"Iya, depresi. Dia terlalu terpuruk dan membuatnya depresi, sering mengunci diri di kamar dan mengamuk sambil menyebut nama Andrea." Jawab Athaya dengan berlinang air mata.

"Sudah ya, bunda harus cepat. Ayahnya tidak akan bisa menangani Rey sendirian." Lanjut Athaya kemudian berpamitan dan pergi.

"BUNDA!" Panggil Andrea. Athaya yang merasa terpanggil kemudian menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Andrea.

"Aku ikut." Ucapnya yang sontak membuat Dicky, Yash dan Athaya terkejut.

"Tap-"

"Maaf, Dick. Aku harus pergi." Ucapnya memotong ucapan Dicky. Kemudian ia menyusul Athaya yang memasang senyum lega didepan pintu masuk.

"Ayo, bun." Ajaknya sambil menggandeng lembut lengan wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri.

"Saya tidak tau apa yang terjadi disini. Tapi saya harap kalian bisa menyelesaikannya dengan bijak, kalian sudah dewasa. Dan sepertinya saya harus pamit." Ucap Adryan yang sedari tadi diam. Yashpun mengangguk, ia juga akan menyusul Andrea bersama Dicky ke kediaman Rey. Ia tak mau Andrea kenapa-napa.

Childish Boy [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang