Dua bulan telah berlalu, dan hari ini adalah hari ulang tahun Rey. Selama ini, ia tidak pernah mendapat hadiah yang diinginkannya. Berkali-kali ia berdo'a pada Tuhan, memohon pada orang tuanya, bahkan berlutut pada Dave pun sudah ia lakukan, tapi nihil. Semuanya tidak membuahkan hasil.
Sekarang, ia sudah putus asa. Berhenti berharap dan hanya meratapi nasibnya yang malang. Ia sering tertawa sendiri, terkadang juga menangis dengan tiba-tiba. Ia sudah seperti orang gila, tapi sepertinya ia memang sudah gila karena kehilangan gadis tercintanya itu.
Tok tok tok
"Rey, ini bunda." Ia berjalan tertatih menuju pintu. Saat ia membukanya, terdapat bundanya yang membawa nampan berisi makanan dan segelas jus jeruk.
Rey yang melihat bundanya membawa nampanpun mengerti jika bundanya akan memaksanya makan seperti yang selalu bundanya lakukan. Ia berbalik, menghiraukan bundanya yang menatapnya sendu.
"Rey, makan yah. Dua hari kamu gak makan nasi, kamu bisa sakit." Rey diam. Yah, Rey hanya akan makan nasi dua hari sekali, itupun harus dengan paksaan. Lagi pula, selama ini ia sudah sakit. Ia sadar betul dengan kondisinya, ia tau kalau dirinya mengalami gangguan mental. Tapi ia masih terus berharap akan bertemu dengan gadisnya, walau gadisnya tidak mau bertemu dengannya karena Rey yang mengalami gangguan mental.
Athaya yang merasa diabaikanpun angkat bicara.
"Rey, makan yah. Hari ini ulang tahun kamu loh. Kalo kamu mau makan, bunda akan turutin apapun permintaan kamu sebagai hadiah ulang tahun kamu." Binar penuh dengan harapan mulai terlihat dari mata Rey.
"B-bener?" Bibir kering itu berucap. Athaya mengangguk meyakinkan.
"Tapi kamu makan dulu, nanti baru bunda kabulin."
"A-aku mau A-andrea." Senyum Athaya menghilang bersama dengan bungkamnya mulut Rey.
Athaya menghela nafas dan memaksakan senyumnya. Sebenarnya, ia juga ingin Andrea kembali, tapi ia tak mau memaksa gadis itu. Ia ingin Andrea kembali atas kemauannya sendiri, dan Andea tak menunjukkan jika dia punya kemauan Untuk kembali.
"Kamu makan dulu." Rey menggeleng.
"Andrea dulu." Ucapnya lirih.
"Rey-"
Prang
Semua yang ada diatas nampanpun berserakan diatas lantai setelah Rey menepis nampan itu. Athaya terkejut dengan apa yang dilakukan Rey.
"AKU MAU ANDREA! Hiks,, A-andrea. S-sweety,, hiks." Athaya mencoba menyentuh tangan Rey, berusaha menenangkan Rey. Namun Rey menepisnya dan bergerak mundur.
"A-andrea,, hiks."
"Sayang..." Athaya menoleh kearah pintu saat mendengar suara suaminya yang memanggilnya. Iapun menghampiri Dave dan menanyakan ada apa.
Setelah mendengar ucapan suaminya, matanya melebar karena terkejut. Ia menutup mulutnya yang mulai mengeluarkan isak tangis. Dave membawa tubuh Athaya ke pelukannya, setelah itu Athaya melepas pelukan itu dan berlari ke lantai satu.
Setelah sampai di lantai satu, ia segera menarik orang yang tengah duduk di sofa ruang tamu itu menuju kamar Rey.
"A-ayo, Rey gak mau makan. B-bunda mohon, bantu Rey kembali seperti dulu. Cuma kamu harapan bunda satu-satunya." Orang itu mengangguk dan bergegas menuju lantai dua sambil berlari, meninggalkan Athaya di belakangnya.
Saat membuka pintu kamar Rey, hal pertama yang ia lihat adalah pecahan gelas dan piring yang berserakan. Ia berjalan mendekat pada Rey dan berjongkok didepan Rey yang sedang memejamkan matanya dan terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish Boy [REVISI]
Teen FictionPERHATIAN! Beberapa part diPRIVATE secara acak. Jadi buat yang belum FOLLOW akun Rea harap diFOLLOW dulu. Hal ini dilakukan untuk mencegah para plagiat yang berkeliaran. Cerita ini murni dari imajinasi penulis, jadi apabila ada kesamaan tempat, toko...