Part 18

8.3K 308 8
                                    

"...Dia bahkan pernah hampir memukul bunda dengan vas bunga." Ucap Athaya dengan sendu saat mengingat putranya yang saat itu hampir saja mencelakai dirinya.

"B-bagaimana bisa?" Tanya Yash terkejut.

"Depresi. Mentalnya terguncang." Jawab Athaya membuat Andrea berkaca-kaca.

"S-sampai seperti itu?" Athaya mengangguk. Andrea merasa sangat bersalah atas apa yang dialami oleh Rey.

"A-andrea,, hiks,, k-kamu dimana?" Isakan lirih terdengar dari arah ranjang.

"Rey!" Seru Athaya bahagia, sedangkan Andrea dibelakangnya mencoba mendatarkan ekspresinya. Rey menolehkan kepalanya ke segala arah seolah mencari sesuatu. Atau mungkin seseorang?

"ANDREA!" Teriaknya tiba-tiba yang membuat semua orang diruangan itu terkejut. Tiba-tiba saja ia turun dari ranjang dan berjalan tertatih menuju Athaya sambil menahan rasa pusing pada kepalanya, namun saat didepan Athaya ia justru melewatinya dan bersimpuh dihadapan Andrea sambil terisak.

Athaya yang mengerti kondisi itu memandang orang-orang yang ada di ruangan itu. Seakan mengerti, mereka semua meninggalkan Andrea dan Rey berdua. Mereka butuh waktu.

Saat Andrea hendak keluar dari kamar Rey, Rey langsung terkesiap dan berlari menuju pintu. Ia menutup pintu dan menguncinya, berharap Andrea tak bisa keluar dari sana.

"J-jangan pergi lagi, a-aku mohon." Ucapnya masih sambil duduk menghalangi pintu, berharap Andrea tidak pergi lagi, Menginggalkannya lagi.

Andrea berjalan mendekat pada Rey, ia memegang pergelangan tangan Rey masih dengan wajah datarnya.

Rey tersentak saat melihat warna kemerahan pada pipi Andrea.

Oh tidak, a-aku menyakitinya. D-dia akan pergi lag? Kumohon, jangan. Batin Rey sambil menggelengkan kepalanya.

Andrea menarik Rey ke ranjang dan mendudukkannya disana, mengambil bubur yang tadi ia letakkan di atas nakas dan menyuapi Rey. Rey menerima suapan Andrea dengan bibir bergetar, ia masih takut. Takut Andrea pergi darinya, lagi.

Setelah habis, Andrea beranjak dari ranjang Rey, bermaksud membawa mangkuk kotor bekas bubur itu ke dapur. Namun saat kakinya hampir melangkah, sebuah tangan menahan kaos yang ia kenakan membuat langkahnya terhenti. Kemudian isakan pilu terdengar di telinganya.

"J-jangan lagi,, hiks,, a-aku mohon, jangan. Hiks,, hiks." Genggaman pada kaos Andreapun mengeras.

"Arggghh, s-sakit." Rintih Rey sambil memegang dada sebelah kirinya. Andreapun terkejut dan menoleh pada Rey.

"Kenapa?" Tanyanya panik.

Rey mencoba merahi sesuatu diatas nakas dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menahan kaos Andrea.

Setelah mendapat apa yang dicarinya, ia mencari gelas berisi air mineral. Ia meminum obat itu dan meneguk airnya hingga tandas. Nafasnya berangsur teratur.

Andrea terkejut melihat obat yang diminum oleh Rey, ia tak mengira ternyata Rey bergantung pada obat itu.

"Kamu selalu minum obat ini?" Tanyanya sambil menunjukkan obat tersebut. Reypun mengangguk lemah, ia menatap Andrea dengan sendu.

"Kenapa harus obat penahan rasa sakit?" Tanya Andrea sambil mencoba menutupi kecemasan yang ia rasakan. Biar bagaimanapun, ia masih kecewa.

"A-aku,, sakit,, d-dadaku berdenyut,, sangat sakit,, k-kamu,, aku rindu." Ucapnya dengan kata yang berantakan.

Andrea tertegun, sebegitu depresinya Rey hingga membuatnya seperti ini?

"S-sweety, b-boleh aku peluk kamu? A-aku rindu." Tanyanya dengan nada yang takut, ia tak mau Andrea marah dan meninggalkannya lagi.

Childish Boy [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang