part 24

8.2K 305 31
                                    

"Aldi, Stop!! Astaga... ahahahaha..." tawa itu mengalun merdu dari bibir indah seorang gadis remaja, sedangkan seorang remaja laki-laki yang menggelitikinya menatap gadis itu dengan penuh cinta.

Dengan nafas terengah gadis itu menatap kekasihnya, mereka saling bertatapan. Menyalurkan rasa sayang dan cinta mereka lewat tatapan mata.

Tiba-tiba, si laki-laki yang adalah Rey memeluk tubuh si gadis. Dengan memejamkan mata, ia berucap pada gadisnya. "Sweety, aku merasa takut..."

Andrea, gadis yang dipeluk oleh Rey pun mengernyit bingung. "Takut kenapa?" Tanyanya sambil membalas pelukan Rey.

"Kamu pergi, aku takut kamu pergi ninggalin aku." Andrea sempat terkejut, tapi kemudian ia merubah tatapannya menjadi lembut.

Sambil mengelus rambut Rey, ia berkata. "Aku pasti akan pergi, Al. Tapi hanya Tuhan yang tau kapan aku pergi, kamu juga pasti akan pergi. Entah siapa yang akan pergi terlebih dahulu, aku atau kamu."

"Bukan itu..." lirih Rey.

Andrea lagi-lagi tersenyum lembut. "Kenapa mikirnya jauh banget sih? Ih, kita kan masih SMA. Mikirin ujian aja dulu, soal MTK tuh susah tau!"

Rey tau, Andrea sedang mencoba mengalihkan pembicaraan. "Itu mah kamu aja yang  pemalas masa ngitung aja males!" Ucapan Rey membuat Andrea mendelik kesal.

"Kok ngeselin sih!?" Andrea berdiri dan pergi meninggalkan Rey dengan kaki yang dihentak-hentakkan seperti anak kecil.

Rey di belakangnya tersenyum kecut. "Aku benar-benar takut, Ya..." gumamnya.

Rey membuka matanya. Mimpi itu datang, kisahnya beberapa tahun lalu bersama Andrea.

Ia memandang kesamping, tempat Andrea tidur tadi malam bersamanya. Tempat itu masih hangat, aroma Andrea masih dapat ia cium.

Sudah pergi lagi. Batinnya miris.

Air mata kembali menetes dari mata Rey, isakan pilu terus mengalun bagai nada yang menyayat hati.

"Tuhan, bawa aku kembali padamu..." lirihnya syarat akan keputus asaan. Setiap orang yang mendengarnya pasti akan tau jika dia menanggung begitu besar penyesalan dan rasa sakit.

Biar bagaimanapun, ini adalah takdir. Mau bagaimana lagi jika Tuhan sudah menuliskan takdirnya yang dipenuhi rasa sakit? Tidak ada yang bisa ia lakukan selain memohon pada Tuhan, yang selalu melihat apa yang hamba-NYA lakukan. Tuhan tau penderitaannya, bahkan selalu ada untuk mendengar keluh kesahnya.

Apa ini balasan atas dosa-dosanya? Walaupun ia rajin beribadah, mungkin ada satu kesalahan besar yang membuat Tuhan murka. Tuhan maha benar, dan Rey hanya makhluknya yang lemah.

Rey hanya bisa menerima apa yang Tuhan beri padanya, baik berupa kebahagiaan ataupun seperti yang saat ini ia rasakan.

Sebenarnya ia lelah selalu seperti ini, tapi apa boleh buat? Ini semua balasan atas dosa-dosanya. Ini masih di dunia, lantas bagaimana jika di neraka?

Rey duduk di atas ranjang sambil memeluk foto Andrea yang ia ambil dari atas nakas. Ia merasa haus dan melihat ke gelas yang ada di atas nakas.

Ia mengambil gelas itu lalu meminum sedikit airnya, ia menggenggam gelas itu dengan sangat erat hingga...

Pyarrr

Gelas itu pecah, airnya membasahi pakaian dan juga kasur Rey.

Ia memandang luka di telapak tangannya akibat pecahan gelas itu.

"Andrea..." seandainya gadis itu disini, pasti gadis itu akan sangat panik dan dengan segera mengobati lukanya.

Namun itu hanya kata 'andai'.

Tetesan air mata mengenai luka itu, membuat darah yang keluar bercampur dengan air mata.

"Rey, kita mak- Ya Allah! Rey, kamu kenapa? Aduuuh ini kenapa banyak pecahan kaca?" Teriak Athaya panik saat melihat putranya dalam keadaan yang memprihatinkan.

Rey hanya diam tak menanggapi perkataan Athaya. Di kepalanya saat ini hanya terngiang suara tawa Andrea dalam mimpinya tadi.

Tawa itu tak pernah lagi ia dapat, tak pernah lagi ia dengar. Salah siapa kah ini? Tentu salahnya sendiri.

Jika saja saat itu dia mau mendengar penjelasan Andrea, jika saja ia tidak terpancing emosi, jika saja saat itu ia tidak egois, jika saja ia tidak menyakiti Andrea, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Ya, hanya menyesal memang tidak akan membawa perubahan baik, tapi apa boleh buat? Ini memang salahnya, dan ia akan terus menyesali itu.

Athaya berlari mengambil kotak P3K setelah membersihkan pecahan gelas di hadapan Rey.

Perlahan, wanita itu membersihkan luka Rey dan mengambil pecahan-pecahan kecil yang terselip dalam luka Rey. Bahkan Rey sendiri sudah tidak bisa lagi merasakan rasa sakit di tangannya, karena rasa sakit di hatinya jauh lebih besar dari itu.

Air matanya terus saja menetes. Athaya mengusap air mata putranya itu, ia mengerti apa yang Rey rasakan. Ia sangat mengerti, tapi ia tak bisa berbuat apapun. Jika ia membantu Rey, Andrea akan kembali terluka. Jika ia membiarkan Andrea pergi lagi, putranya akan kembali mendapat luka.

Apa yang lebih berat dari pada melihat orang-orang yang di sayang terluka? Tidak ada. Dan inilah yang Athaya rasakan.

Ia merasakan dua rasa sakit sekaligus. Milik Andrea dan juga Rey.

Inilah yang seorang Ibu rasakan, namun hanya bisa diam. Membiarkan Tuhan menentukan jalan cerita. Membiarkan dirinya, putranya, dan Andrea menjadi pemeran dalam sebuah drama yang Tuhan buat.

Tadinya Athaya ingin mengajak Rey makan, tapi melihat kondisi Rey yang tidak memungkinkan sepertinya ia harus membawakan makanan Rey ke kamarnya.

"Bunda ambilin kamu makan dulu ya..." ucap Athaya sambil mengusap kepala putranya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Melihat Rey yang hanya diam dan memandang hampa, ia menghela nafas berat.

Ia beranjak dari ranjang Rey dan keluar untuk mengambil bubur yang telah ia siapkan untuk putranya.

Setelah mengambil bubur, ia kembali ke kamar Rey dan mendapati Rey dengan kondisi yang masih sama seperti tadi, hanya saja selimut di bawahnya sudah semakin basah oleh air mata.

Athaya mendekati Rey dan menyuapkan bubur yang ia bawa ke mulut Rey. Rey tidak lagi menolak seperti dulu, ia menerima suapan itu. Athaya tersenyum lega, setidaknya ada perkembangan setelah Andrea datang kemarin.

Namun kalimat yang keluar dari mulut Rey membuatnya kembali sakit saat mendengarnya.

"Andrea, aku mau makan supaya bisa tetap hidup, supaya bisa lihat dan denger tawa kamu lagi. Aku rindu..." lirih, tapi masih mampu di dengar oleh Athaya.

Athaya mengeratkan pegangan tangannya pada mangkuk bubur di tangannya untuk menahan air mata yang siap jatuh dari tempatnya.

Ia melenggang pergi untuk membawa mangkuk kotor yang sudah kosong itu ke dapur.

Saat sampai di tangga, ia mendengar suara telfon rumah yang berbunyi.

Ia pun mengangkatnya.

"Halo..."

"..."

"Andrea!"

TBC.

Eak😂 gantung kyk jemuran.

Gk jadi sebulan, niatnya mau diprcepat supaya ntar kalo Rea ujian udah gk kepikiran tanggungan up lg😄

Mau minta up berapa kali sebulan? Ntar kalo Rea ada kuota pasti langsung up.

Jujur, selama ini Rea aktif di wattpad, tp cuma buat baca-baca, bukan nulis cerita.

Mau sebulan sekali kyk biasa, atau sebulan dua kali?

Atau dua bulan sekali?

Dua minggu sekali?

Atau seminggu sekali?

Ayo dipilih-dipilih!😅

Oh ya, kalo ada typo(s) tuh Rea kasih tau, biar bisa di perbaiki.

Mau tanya2? Chat WA Rea aja; 085853006428😊

Childish Boy [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang