"...karena jika terlalu banyak yang dia pikirkan, itu akan membuatnya stress. Jika dia tidak bisa mengatasi stressnya, mentalnya bisa terguncang. Dan saat ini, mentalnya mulai terguncang." Penjelasan Dr. Evan membuat seluruh orang di ruangan itu terkejut.
Dengan memberanikan diri, Andrea menanyakan sesuatu yang ingin ia ketahui. "Apa potensi terburuknya?" Kemudian ia memejamkan mata saat mendengar Dr. Evan memejamkan mata. Ia tak siap mendengar jawaban yang akan diucapkan oleh Dr. Evan.
"Gangguan jiwa." Jawab Dr. Evan setelah menghembuskan nafasnya berat.
Mendengar itu membuat Andrea shock dan limbung, tapi Dicky dengan sigap menahannya agar tubuh itu tidak meluruh ke lantai.
"Saya sarankan agar memenuhi semua keinginannya, itu bisa mencegahnya stress karena keinginan yang tidak dipenuhi. Dan sepertinya..."
"Jangan setengah-setengah, dok." Ucap Yash kesal karena Dr. Evan menghentikan kalimatnya.
"Rey mengalami trauma. Ketakutan besar akan kehilangan sesuatu atau bahkan seseorang yang menyebabkan dia protective bahkan over pada hal tersebut. Trauma itu yang jika tidak diatasi akan membuat mentalnya-"
"Cukup! Hentikan!" Seru Andrea sambil menutup kedua telinganya, kemudian berlari ke kamar mandi yang ada di kamar Rey dan mengunci pintunya. Kemudian tubuhnya meluruh ke lantai disamping wastafel dan terisak kencang.
"Kenapa? Kenapa jadi gini? KENAPA?!" Isakan itu terdengar memilukan bagi yang mendengar.
Yash panik dan mencoba membujuk Andrea agar mau membuka pintunya. "Baby, buka pintunya! Jangan bikin aku khawatir." Pinta Yash sambil menggedor pintu kamar mandi.
Tak mendapat jawaban, ia mendobrak pintunya dan masuk kedalam diikuti Dicky dan Athaya dibelakangnya sedangkan Dave menjaga Rey karena Dr. Evan barusaja pamit saat Andrea mengunci diri di kamar mandi.
Yash berjongkok didepan Andrea dan memeluk kembarannya tersebut.
"Ssttt, Rey baik-baik aja. Jangan khawatir, dia gak papa." Ucap Yash menenangkan Andrea sambil memeluknya.
"Aldi gak baik-baik aja, Yash. D-dia,, hiks,, rapuh." Balas Andrea sambil terisak.
"Justru itu, karena Dia rapuh jadi kamu harus menjadi penopang buat dia. Jangan ikut rapuh, kalo kamu rapuh, siapa yang jadi penopang buat Rey? Kamu mau dia sehat kan?" Andrea mengangguk.
"Kalo gitu, kamu harus kuat. Aku percaya kamu bisa, Allah memberi hambanya cobaan karena Allah yakin hambanya bisa menghadapi cobaan itu. Dan sekarang kamu sedang diberi cobaan itu, kamu harus bisa melaluinya." Andrea mengangguk lagi dan mengeratkan pelukannya pada Yash.
Dicky yang melihat kerapuhan Andreapun merasa sedih, ia tak mau gadis yang dicintainya seperti ini. Ia menghela nafasnya berat. Haruskah ia merelakan Andrea? Andrea masih mencintai Rey, ia tau itu. Ia juga tak boleh egois kan? Jika Andrea bersamanya, ada dua hati yang akan terluka. Dan jika Andrea bersama Rey, maka hanya akan ada dirinya yang terluka. Setidaknya ia bisa melihat Andrea bahagia kan?
"Andrea..." panggil Dicky. Andreapun menoleh.
"Kamu masih cinta sama Rey kan?" Tanya Dicky memastikan. Andrea mengangguk dan menunduk merasa bersalah.
"Maaf." Ucap Andrea. Dicky tersenyum dan menggeleng.
"Bukan kamu, tapi aku yang harus minta maaf. Aku udah misahin dua orang yang saling mencintai, aku yang salah..." Andrea diam menunggu Dicky melanjutkan kalimatnya.
"... dan aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini, demi kamu." Andrea terkejut dan memandang Dicky dengan pandangan tak percaya.
"Are you seriously?" Tanya Andrea tak percaya. Dickypun mengangguk dengan mata teduhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish Boy [REVISI]
Teen FictionPERHATIAN! Beberapa part diPRIVATE secara acak. Jadi buat yang belum FOLLOW akun Rea harap diFOLLOW dulu. Hal ini dilakukan untuk mencegah para plagiat yang berkeliaran. Cerita ini murni dari imajinasi penulis, jadi apabila ada kesamaan tempat, toko...