4 : Dugems or Degems?

2.1K 216 31
                                    

"ANJING, EH KUCING!" Elang terkejut bukan main setelah ia keluar dari kamar mandi mendapati dua makhluk yang tidak di sukainya tengah tidur di atas tumpukan baju miliknya yang baru saja ia keluarkan dari plastik laundry.

Kedua tangannya berkacak pinggang sembari menatap garang dua makhluk itu yang tidak terusik sama sekali dengan teriakannya. "ADINATTA KAYANA! INI BINI LO BAWA PERGI SEMUA SEBELUM GUE CINCANG JADI SAMBEL MERCON!" teriaknya menggebu. Sungguh, ia sangat benci hewan berbulu itu. Kalau bukan karena milik sahabatnya, sudah pasti ia menaruh hewan menyebalkan itu ke dalam kardus dan meninggalkannya di pinggir pasar.

"Brisik lo pagi-pagi." suara Natta muncul dari balik punggung Elang bersamaan dengan penampakan tubuhnya yang hanya mengenakan kolor abu-abu.

Natta merengkuh sayang kedua kucing persia itu. "Wake up beib, balik kamar gih. Kamu sih pake acara nyasar ke kandang chihuahua, kena sembur kan? Gak bagus loh buat kesehatanmu apalagi bulumu nanti bisa mengalami penuaan dini." gumamnya sembari mengelus Yoona yang berbulu putih polos dan Yuri yang berbulu putih-abuabu.

Seperti biasa, ngocehnya mulai ngawur jika berkomunikasi dengan dua kekasihnya.

"Bangke! Pengen gue lipstikin tu mulut lo. Cowok gak pantes punya mulut nyiyir kayak elo!" Elang mencak-mencak sembari berjalan ke arah ranjangnya. Menarik setelan kemeja dan celana bahannya lalu menepuk-nepuknya. Ia tidak mau kalau sampai ada bulu kucing yang menempel di bajunya. Sedikitpun.

Melihat tingkah teman seperjuangannya, Natta mendengus malas. Ia lepaskan dua kucingnya agar keluar dari kamar Elang. Kemudian merebahkan tubuhnya di kasur itu dengan menjadikan kedua tangannya sebagai bantal. Menatap sahabatnya dengan pandangan bosan. "Yaelah, kucing gue tu makannya gak pake ikan asin kali. Bulunya gak bakalan rontok. Perawatannya juga mahal. Biaya makan lo sebulan aja kalah ama perawatan kucing gue tiap minggu."

Elang melirik sinis. "Serah lu, tai. Lo mending hidup di tengah hutan aja, bareng sama piaraan-piaran lo itu! Suruh konser sekalian. Biar makin konslet tuh otak." Kepalanya menggeleng. "Heran gue, rumah ini isinya girlband semua."

Natta tertawa. "Maunya sih gitu, tapi bini gue kan highclass semua. Di hutan mana ada menipedi, Jo." Jo yang Natta maksud adalah bejo.

"Semedi adanya." lagi, Natta tertawa tanpa dosa. Tangannya meraih guling milik Elang lalu memeluknya erat. Matanya terpejam menikmati benda empuk itu yang berfungsi sebagai alat transportasi ke alam mimpinya dengan perjalanan yang cukup cepat. Ajaib memang. Buktinya Natta sudah menguap lagi, padahal ia baru saja bangun. "Vino nggak pulang?" Natta menanyakan satu penghuni rumah ini yang tidak terlihat. Masih dengan mata terpejam.

"Lo kayak nggak tau bocah itu aja. Malem minggu ya jajan lah, ngapain pulang." Elang menjawab sambil memakai setelan kemejanya di depan Natta yang mulai teler. Jangan heran, kegiatan seperti itu sudah biasa bagi mereka semenjak mereka tinggal bersama lima tahun yang lalu. Hingga kini ketiga pemuda tampan itu memiliki usaha sendiri yang sudah dirintis dari jaman kuliah.

Natta bergumam cuek. Sudah tidak heran lagi dengan tingkah satu sahabatnya itu yang kelewat konslet. Si perayu ulung plus playboy cap ketcup.

Baru saja mimpi akan menggandeng tangan Natta, teriakan heboh nan menggelegar si gula Jawa menariknya kembali ke dunia nyata. "ANJIR! TERNYATA INI MINGGU. NGAPAIN GUE PAKE KEMEJA!"

*

*

*

Banana menyambar seragamnya yang ia gantung di dinding. Jari-jarinya bergerak mengancingkan bajunya satu persatu. "Gue berharap, nggak bakalan ketemu sama bocah sedeng itu lagi. Bencana sumpah."

PC (Perangkat Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang