18 : Chuketaaaaa!!!

2K 218 31
                                    

Elang sudah siap dengan setelan kemejanya. Ia berjalan menuju dapur hendak sarapan. Sembari melangkah, pikirannya terbang saat tengah malam.
Matanya melirik pintu kamar Natta yang ia lewati.

Saat itu ia terbangun karena mendengar suara gaduh. Meski tengah hujan deras, telinga Elang masih cukup berfungsi untuk mendengar hal-hal yang mengganggu. Maka dari itu ia keluar kamar karena penasaran. Ia memilih menuju dapur sambil memasang telinganya untuk memastikan pendengarannya tidak salah.

Suara itu bersumber dari kamar Natta.

Elang memiringkan kepalanya, tidak yakin. Rasanya itu tidak mungkin karena ia tahu seorang Natta tidak pernah membawa perempuan ke dalam kamarnya apalagi menginap. Natta hanya membawanya saja tanpa mengijinkan masuk ke kamarnya. Jadi itu tidak mungkin kan?

Malas penasaran, akhirnya ia mengambil minum agar tidak di hantui oleh suara itu. Ia minum tanpa menyalakan lampu dan saat itu juga ia hampir melompat ketika pintu kulkas tiba-tiba terbuka.

“Eh, anjir! Kaget goblok!”

Natta yang tidak menyadari ada orang di dapur menoleh, lalu menegakkan punggungnya untuk memencet saklar dekat kulkas. Terlihat teman satu rumahnya itu tengah berdiri sambil menggenggam gelas, “Kirain gak ada orang,” Ucapnya dan kembali membuka kulkas. “Napa lo tengah malem bangun? Ngompol ya mentang-mentang lagi ujan deres?” lanjut Natta tanpa menoleh.

“Lo kira gue bayi?!” Elang menaruh gelasnya di meja, lalu pandangannya terarah pada tangan Natta yang penuh cemilan dan kaleng soda. “Buat apa tuh makanan banyak?”

Natta menutup pintu kulkas dan hendak meninggalkan dapur. “Buat di makan lah. Laper gue,” jawabnya seraya melangkah meninggalkan dapur.

Elang menatap punggung Natta dengan heran. Ia semakin yakin ada sesuatu di dalam kamar Natta. Mungkinkah Natta membawa perempuan menginap di kamarnya? Jika iya, siapa yang diijinkan oleh bocah songong itu?

Banana? Ah. Elang menggeleng. Itu tidak mungkin. Elang yakin Banana tidak akan mau.

Terus siapa?

Rasa penasaran itu berlanjut sampai pagi ini. Elang tidak henti memikirkan siapa yang ada di kamar Natta. Tidak biasanya Natta menyembunyikan sesuatu.

“Airnya hampir luber, njeng. Mikirin apa dah lu?” Elang tersentak dan reflek menarik gelasnya dari kulkas. Matanya melirik Vino yang baru memasuki dapur.

“Lo tadi malem denger ada suara cewek nggak?” Elang berjalan menuju meja, lalu menaruh gelas berisi air itu di atas meja tersebut.

Vino baru akan meraih selembar roti tawar saat Elang memberi pertanyaan. Raut wajahnya berubah seolah sedang berfikir. Kemudian ia menatap Elang dengan mulut terbuka seperti orang bodoh. “Lo,,,, seriusan nanya gue?” cetusnya menyebalkan.

Elang mendesis kesal. Hampir saja gelas yang ada di tangannya melayang pada muka sok polos itu.

Pasalnya, ia lebih dari tahu bagaimana seorang Vino jika sudah berada di pulaunya. Kalian tidak akan bisa membedakan mana manusia dan batu.

“Gak guna lo.” Elang meminum air putihnya sekali tenggak. Percuma saja ngomong dengan manusia seperti dia.

Vino hanya mengangkat bahunya tak acuh dan kembali melanjutkan kegiatannya. Mengoleskan mayonaise, bercampur saus tomat, keju, dan selai tiga rasa di roti tawarnya.

Meski Vino termasuk koki terbaik, tetapi dia memiliki lidah —yang kata Natta mirip tong sampah. Bisa di katakan rasa apapun bisa masuk ke dalam mulutnya. Kebiasaannya adalah mencampur makanan yang tidak nyambung, seperti Indomie kuah soto dengan sayur nasi padang.

PC (Perangkat Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang