5 : Tragedi ban kempes

1.9K 218 22
                                    

Lima menit membawa motornya, Banana melirik arloji di tangannya yang menunjukkan pukul 08.33 WIB(baca : Waktu InsyaAllah Berubah). Masih ada waktu dua puluh tujuh menit lagi untuk mencari sarapan. Sebenarnya sudah di ganjel roti jordan plus susu gold sashetan, tapi tetap saja belum afdhal kalo belum kemasukan nasi.

Banana menghentikan Kookie di depan rumah nasi padang. Karena ini sudah agak siang, penjual nasi kuning, bubur ayam, lontong sayur, dan nasi uduk sudah pada gulung tikar di jam segini. Alhasil ia memilih nasi padang yang berjarak seratus meter dari tempat kostnya. Ada pilihan warteg sih, tapi pagi ini Banana sedang malas. Bosan karena menunya sama apa yang di masak Ibunya hampir setiap hari di rumah.

Setelah memesan seporsi nasi plus ayam rendang dan sayur, Banana memilih duduk di kursi dekat jendela kaca sembari memainkan ponsel. Pagi ini sepi tidak ada pengunjung selain dirinya. Tapi Banana bersyukur, karena ia bisa makan dengan tenang dan hikmat. Keadaan yang tenang membuat ia nyaman.

Selang beberapa menit, pesanan sampai dimeja. Tanpa menunggu lama Banana langsung menyantapnya.  Mungkin lima menit cukup untuk makan, dan selebihnya, sepuluh menit cukup untuk perjalanan ke tempat kerjanya.

"Mbak Vava?" sebuah suara yang sangat familiar membuat Banana langsung mengangkat wajahnya.
Senyumnya seketika merekah melihat siapa lelaki yang memanggilnya dan menghampirinya. "Elang,"

Elang balas tersenyum dan memilih duduk di depan Banana. "Akhirnya ketemu juga." Melihat seragam kerja Banana yang di balut jaket kuning, Elang bertanya. "Minggu ini masuk mbak?"

"Iya." Jawabnya sambil menggigit ayamnya. "Eh, kostan lo di sekitar sini ya? Sori ya kemarin nggak jadi main. Soalnya lembur."

Elang tersenyum menatap perempuan yang diam-diam ia kagumi. "Santai mbak, nggak papa kok. Tapi mending nggak usah main deh mbak. Gue baru inget kalo temen kost gue suka iseng. Takut ntar elo jadi korban."

Banana menjilat jarinya yang penuh sambal seraya terkekeh. Dan itu menciptakan desiran aneh dalam tubuh Elang. Tiga tahun mengenalnya membuat ia sedikit tahu bagaimana sifat gadis yang setahun lebih tua darinya itu. Dan dia melupakan fakta kalau kakaknya menikahi adik perempuan di depannya ini.
"Don't worry bro, gue kan lebih tua dari kalian. Gue malah bisa lebih galak dari ibu kos ber-Rol,"

Tua cuma umurnya, wajah sama kelakuan masih kayak anak ABG.
Elang menahan senyumnya. "Kita cuma beda setaun mbak, bahkan badan kita jauh lebih gede dari lo. Gue cuma nggak mau mbak di usilin temen gue yang bisa bikin siapa aja jantungan. Yang penting kita udah ketemu kan, kalo ada waktu boleh lah jalan-jalan."

Banana tertawa. Dan itu semakin menambah kecantikannya. "Ya, ya, terserah lo deh. Ceritanya lo ngajak ngedate nih?" tanyanya tanpa beban.

"Bisa jadi," sahut Elang cepat.

"Wow, ada berondong ngajak gue jalan. Ah, aku terharu." Banana menyatukan tangannya di dada dengan bola mata yang di buat berkaca-kaca mirip emoticon.

"Oke..... Kita bisa atur waktunya. Mumpung gue masih free. Lumayan punya dedeq Jimin." lanjutnya diiringi tawa ringan.

"Oke." Elang tersenyum menyetujui. Tidak masalah di sebut salah satu member favorit cewek itu. "Omong-omong berangkat pake apa mbak?"

Jari Banana menunjuk ke arah depan Rumah Makan yang berdiri beat merah cantiknya. "Tuh gue bawa kookie yang udah nemenin gue dua tahun ini."

Elang baru ingat kalau gadis di depannya ini fangirl cap nano-nano. "Oh, yeah.... Gue hampir lupa kalo ada penggemar cowok bermake up disini." Elang menyahut sok bosan.

"Yang penting ganteng and mama suka." Banana terkekeh seraya menyingkirkan piring nasi yang sudah ludes, lalu menenggak teh hangatnya.

Cowok berkaus pendek abu-abu itu menggelengkan kepalanya geli. "Emang dasar. Kelakuan lo mirip banget sama temen gue yang konslet."

PC (Perangkat Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang