28 :

2K 153 56
                                    

Banana memejamkan matanya guna mengusir pusing di kepalanya usai Natta menyendarai mobil seperti orang kesurupan. Detak jantungnya masih berpacu dengan cepat diiringi nafas yang memburu. Natta memang gila. Banana tidak tahu mengapa Natta bisa berubah gila tiba-tiba.

Natta membuka pintu mobilnya ketika Banana masih mengatur nafasnya.

"Keluar." Perintahnya dingin.

Membuang napasnya, Banana membuka matanya dengan perlahan. Ia menyadari bahwa ini bukan tempat kostnya melainkan rumah Natta. Ada perasaan takut berada ke tempat ini lagi. Ini mengingatkan pada hari dimana Natta berubah menjadi iblis gila.

"Eng-nggak mau," ujarnya, gagap. "Aku mau pulang ke kostan."

"Aku bilang, keluar." Ulang Natta penuh tekanan.

Menarik napas dalam-dalam, Banana akhirnya turun yang langsung di tarik oleh Natta. Kaki Banana sampai tertatih-tatih mengikuti langkah Natta yang tidak mau nyantai.

"Duh, pelan dong. Kamu kenapa sih?"

Natta tidak menjawab. Tangannya terus menarik tangan Banana melewati ruang demi ruang rumah yang sudah akrab dengan Banana. Ketika menyadari bukan menuju arah kamar Natta, Banana kembali bersuara. "Ma-mau kemana?"

Suara heels 13cm miliknya yang berbenturan dengan lantai menjawab pertanyaan sendiri. Banana memanyunkan bibirnya kesal tidak mendapat jawaban. Mengikuti langkah demi langkah dengan mulut tertutup sampai ia tahu arah mana yang akan di tuju.

Tanda bahaya seketika berdering nyaring di atas kepalanya.

Oh tidak! Ini mungkin lebih parah dari sebelumnya. Banana tidak pernah tahu apa isi lantai dua rumah ini.

"Gak mau! Mau pulang!" Banana berontak ketika hendak mencapai ujung tangga yang menghubungkan ke lantai dua. Ia tidak bisa berfikir lagi. Langkahnya ia putar dengan paksa hingga langkah Natta turut terhenti, namun tidak membuat tautan tangan mereka lepas.

Natta memandang Banana lama ketika perempuan itu tengah berusaha melepaskan tautan tangannya yang cukup erat. Terlihat lucu saat sisi lain Banana kembali muncul. Dia kembali berubah seperti anak kecil yang merengek minta pulang karena tidak betah di suatu tempat.

Tidak ada cara lain, maka ia menarik tangan Banana dan menangkapnya. Dengan gerakan cepat, Natta mengangkat tubuh Banana yang hanya berbaluk dress mininya. Untung saja rumah ini sepi. Jika tidak, kedua curut itu pasti akan mengganggunya.

Banana mengumpat sambil memukuli punggung Natta. Posisi bagaimana Natta mengangkatnya membuat Banana pusing. Seumur-umur, Banana tidak pernah di angkat seperti karung beras seperti ini.

"Natta gila! Natta psikopat!" makinya, "lo bocah bisa sopan sedikit nggak sih sama yang lebih tua! Gini-gini gue lebih tua dari lo! Turuniinnn gueeee!!" pekiknya.

Di ujung tangga atas, terdapat pintu kayu ber-cat putih yang menutup akses antara lantai satu dengan lantai satu. Natta membuka pintu tersebut dan segera menurunkan Banana setelah menutup pintu itu kembali. Yang membuat Banana melongo, Natta mengunci pintu tersebut.

"Apaan sih! Buka nggak! Aku mau keluar!" pekiknya frustasi.

Natta di hadapannya menampakan wajah tanpa dosa. Bahkan seringaiannya turut terbit. Kunci di tangannya ia gantungkan di udara.

"Kamu bisa keluar dengan bebas setelah memilih."

Banana menatap Natta dengan mata mengerjap. "milih?" tanyanya yang di balas anggukan singkat Natta.

"A-pa?" Banana merasa ada sesuatu yang melilit di tubuhnya hingga membuat dadanya terasa sempit.

Pertanyaan Banana tidak langsung di jawab. Natta memandang Banana lama hingga sorot matanya meredup. Pada detik berikutnya, helaan napas yang terdengar berat dia keluarkan.

PC (Perangkat Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang