6 : Bim Bima Bim

1.8K 192 11
                                    

"Mbak, siapa yang nganter? Cakep bangeeett OMG!" Baru saja Banana memasuki bascom, si gigi gingsul alias Melyana menyambutnya dengan pekikan lebay.

"Dih, kek gitu di bilang cakep. Cakepan yang punya bengkel sebelah, " Banana mengibas poninya sok cantik.

Sebanyak apapun lelaki tampan yang seliweran di depan matanya, tetap saja gadis itu tidak bisa berpaling dari cinta putih abu-abunya. Hatinya tetap terkunci pada satu nama meski ia sesekali mengintip siapa yang berusaha mendobrak pintu hatinya.

Mely menunjukan barisan gigi rapihnya yang terdapat gingsul di bagian kanan atas. "Cakepan itu lah mbak. Yang sebelah mah udah ada yang ngincer."

Banana tergelak mendengar sindiran bocah yang lebih muda delapan tahun darinya. Meski umur mereka terpaut cukup jauh, tetapi wajah mereka tidak menunjukan perbedaan umur. Mereka akan tampak seumuran jika berdampingan. Mely si anak bongsor dan si kurus Banana yang tingginya hanya sebatas telinga Mely.

Ck! Masa pertumbuhan detected.

"Jangan sampe Mbak jadi Barista deh," tambah Mely yang seketika menimbulkan kerutan di dahi Banana. "Lah, ngapa jadi barista?" tanyanya bingung.

Gadis remaja itu tersenyum sok manis sebelum mengeluarkan kata-kata yang membuat Banana melotot.

"Barisan sakit mata!" Mely tertawa kurang ajar dan berlari masuk ke dalam bengkel untuk menghindari serangan Banana.

"Eh, anjir banget lo bocah!" Banana mendengus sebal. Tak habis pikir dengan tingkah girls jaman now yang sangat jauh berbeda dengan anak remaja jamannya dulu. Kalem dan malu-malu. Menghormati yang lebih tua pula. Berbeda dengan anak jaman sekarang. Spesies sopan-santun hampir saja punah di zaman yang mendekati kemunduran ini.

"Pisang sajen! Lo mau kerja apa numpang boker?! Udah dateng telat malah nyante, untung pak Bas lagi keluar." Chandra yang ngelemprok di lantai antara etalase dan meja-meja berisi komputer meneriaki Banana.

Perempuan itu memutar bola matanya dan melangkah malas memasuki bengkel bagian dalam. Ia menaruh tasnya di loker meja yang berisi komputer server. "Elah, sok banget lu. Biasanya aja nggak peduli mau kerjaan numpuk atau nggak tetep aja kaya di pantai." Banana seketika memicingkan matanya. "Eh, lo ngomong apa tadi? Pisang sajen emak lu ompong! Haram ya gue ama yang namanya sajen-sajenan. Gue masih tau mana dosa yang nggak bisa di ampuni selama-lamanya. Haram bagi gue ama yang namanya sesaji."  Menjeda sejenak untuk mengambil nafas, ia melanjutkan. "Lagian yang punya pisang siapa yang di teriaki siapa. Kan itu namanya nggak ngaca?"

"Ebuset! Bahasa elo nyampe nyerempet ke situ-situ. Iye ah, jangan ngomongin dosa, dosa gue udah banyak. Makhluk pisang mah apa atuh, emang selalu salah." Chandra berucap lebay sebelum ia mengaduh karena salah menyolder. "Anjir, ah."

Banana menertawainya. "Sukurin lo, pisang cap terong!"

"Mbak, jangan bahas pisang dong. Jadi gagal fokus nih." Aji sedang di balik komputer menyeletuk di tengah-tengah perdebatan rutin dua teknisi Bascom itu.

"Yee, yang ngomong pisang duluan siapa? Tuh si jomblo kronis." telunjuk Banana menunjuk Chandra yang sedang kelimpungan karena mengalami kesalahan.

"Jomblo teriak jomblo. Nggak kreatif, " Chandra menyahut kesal. Akibat meladeni si comel Banana, ia jadi melakukan kesalahan.

"Jangan salah Mas, Jomblo itu banyak temennya loh." Lili yang sedari tadi diam karena sedang menginstal aplikasi-aplikasi yang di butuhkan untuk komputer baru plus download drama korea di laptop miliknya ikut menimpali.

"Gimana gak banyak temen, orang tiap kali nembak, 'maaf kita temenan aja'. Gak kebayang kan, banyaknya kek apa?" dan si gigi gingsul itu menyambar tanpa perasaan yang langsung di sambut gelak tawa teman-temannya. Termasuk Banana.

PC (Perangkat Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang