21

2.7K 222 94
                                    

“Gini lebih aman,” Natta tersenyum setelah mengikat jaket miliknya di pinggang Banana.

Banana berdecak. “Katanya takut gue masuk angin?”

“Paha lo lebih penting biar nggak berkibar.” Setelah mengatakan itu, Natta menarik bahu Banana. “Gantinya ini,” Sambungnya dengan senyuman yang mengandung aspartam.

Banana menyikut pelan perut Natta, “modus!” Dengusnya. Namun di balik itu, bibirnya berusaha menahan senyumnya.

Natta terkekeh sambil mempererat rengkuhannya. “Nggak papa, sama calon bini ini.”

Banana meniup helaian rambut yang menutupi wajahnya secara dramatis. "Serah lo deh."

Telinganya kini sudah terbiasa dengan ocehan laki-laki ini yang selalu mengklaim dirinya sebagai calon istrinya. Entah itu serius atau tidak, ia tidak tahu. Natta selalu berbicara sesukanya.

Mengingat tentang itu, perkataan Ibu Natta tiba-tiba melintas di kepalanya.

Apa benar mereka akan menikah? Rasanya itu sulit di percaya. Mereka akan menjalin ikatan karena kecelakaan? Ck. Itu sungguh menggelikan. Banana tidak bisa membayangkan hal memalukan itu terjadi padanya. Oke, itu memang kesalahan mereka berdua. Tapi, kenapa harus ketangkap ibu lelaki ini? Banana takut image dirinya akan buruk di mata wanita itu.

Selain itu, mereka juga belum lama saling mengenal. Yang Banana tau, Natta adalah seorang trouble maker dan dedengkot playboy di sekolahnya dulu. Dua kepribadian itu sangat kontras jika di gabungkan. Keburukannya sangat sempurna!

Namun pendapat tentang itu memburam ketika mengingat hubungan intim mereka yang tidak pernah Banana lakukan dengan lelaki manapun. Ah, Banana tidak mungkin melepaskan Natta begitu saja. Meski tak paham dengan perasaannya, Banana tidak rela laki-laki yang sudah melihat bagian privasinya kabur seenaknya. Hubungan mereka sudah terlalu jauh. Dan itu karena sebab dirinya yang memberi lampu hijau pada laki-laki ini.

Malas memikirkan itu, Banana membuang napasnya kasar. Itu bisa di pikir belakangan. Saat ini ia akan menjalani seperti air mengalir saja. Intinya Banana ingin mengenal Natta lebih jauh agar ia paham dengan perasaannya. Sejauh ini, yang ia ketahui tentang Natta selain catatan di sekolahnya dulu, adalah sifat menyebalkan dan perhatiannya.

Banana mengulum senyumnya. Diam-diam ia suka dengan perhatian Natta padanya.

“Mau es krim?” tawar Natta ketika melewati toko makanan.

Banana terkesiap. “Hah? —Enggak ah,nudah males makan." jawabnya diikuti dengan deheman gugup. Banana merutuki diri sendiri. Bisa-bisanya ia memikirkan nasib mereka?

"Oh, oke," Natta mengangguk. Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi. Hanya terdengar bunyi suara langkah mereka yang bergerak seirama di jalanan taman kota, setelah sebelumnya sempat mengisi perut di warung ramen.

Suatu keberuntungan bagi Banana karena selama bersama Natta, ia tidak pernah memikirkan biaya makan.

“Duduk yuk.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PC (Perangkat Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang