25 : Marah & cemburu satu paket

1.4K 166 68
                                    

Suara dering ponsel membuat sosok di bawah selimut terganggu dari tidurnya. Ia pikir dering ponselnya akan berhenti pada panggilan pertama dan kedua, maka ia malas untuk mengangkatnya. Namun nyatanya sudah panggilan entah ke berapa, ponselnya masih tetap berbunyi.

“Ck! Sialan!” gumamnya sembari mengeluarkan satu tangannya dari balik selimut. Tangan itu meraba-raba atas nakasnya untuk meraih benda yang terus berbunyi.

“Siapa sih pagi-pagi?! Ganggu orang tidur aja!” semburnya begitu ia mengangkat panggilannya.

“GANGGU KATAMU?!” suara familiar di sebrang sana membuat Natta langsung terbangun dan menyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuhnya dengan cepat.

“Ehh, Mama.” Natta menyengir, “apa kabar?”

“Nggak usah basa-basi! Kenapa kamu nggak masuk kerja selama seminggu?!”

“Itu... Nggak enak badan Ma.” jawabnya setengah benar. Natta memang sakit selama tiga hari, tetapi pada hari selanjutnya, ia tidak berniat melakukan apapun. Berdiam diri di kamar adalah aktivitasnya selama sepekan ini.

“Sakit? Kamu sakit apa?” suara Ibunya kini mulai melunak.

“Cu-cuma demam kok, Ma.”

“Kenapa nggak ke Rumah sakit?”

Natta menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Posisinya kini berubah menjadi duduk. “Udah kok, iya udah. Udah minum obat juga.” Bohongnya. Ia sama sekali tidak ke Rumah Sakit. Luka-lukanya ia obati sendiri dengan obat seadanya.

“Apa Mama perlu ke situ? Tapi jadwal Mama lagi padet banget.”

“Nggak usah, Ma!" Sahutnya, cepat. "Aku udah mendingan. Cuma tinggal pemulihan saja, lagi pengin istirahat.”

Pemulihan hati lebih tepatnya.

Terdengar helaan napas ibunya, "Ya sudah kalau begitu.”

“Ya—“

“Oya satu lagi,” tahan Ibunya sebelum Natta menutup sambungannya.

“Apa?”

“Bagaimana tes pacarmu? Ini udah sebulan loh.”

Natta seketika kehilangan kata-kata. Butuh beberapa detik untuk Natta berfikir sampai suara Ibunya menegur.

“Tta?” panggil ibunya karena tidak ada jawaban dari anaknya.

“Ah, iya Ma!”

“JADI BENAR HAMIL?” suara ibunya tiba-tiba meninggi hingga membuat Natta terlonjak kaget.

“Yaelah, Ma! Maksudnya belum di test.” tapi ya nggak mungkin hamil. Orang gue belum pernah masukin, eh. Natta menggaruk tengkuknya akan pikiran gilanya.

“Ya ampun, kamu.... Yasudah lah Ibu udah kesiangan. Kamu jangan lupa makan. Cepet sembuh ya?”

“Iya, Ma. Pagi...”

Natta menghela napas lega begitu sambungannya terputus. Entah harus bersyukur atau tidak, Natta tidak tahu. Ibunya tidak tahu apa yang telah terjadi antara dirinya dan Bima.

Tidak perlu bertanya-tanya mengapa Ibunya tak tahu. Sebab ia tahu Ibunya Bima memang orang baik. Wanita itu pasti melarang Ayahnya untuk memberi tahu Ibunya, seperti sebelum-sebelumnya saat ada perkelahian antara dirinya dan Bima.

Meski begitu, Natta tetap tidak menyukainya. Alasannya jelas. Dia adalah mantan pacar Ayahnya yang kini berakhir menjadi Istrinya. Wanita itu tiba-tiba muncul di tengah-tengah kehidupan keluarganya yang memang tidak pernah harmonis. Dia datang dengan membawa Bima sebagai anak mereka ——yang telah ada sebelum pernikahan Ayah dan Ibunya.

PC (Perangkat Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang