14• Terlambat

9.8K 1.1K 48
                                    

jangan tanya seberapa aku terluka, karna darimulah goresan itu tercipta

Selena
••••


[EMPAT BELAS]


DEVON selesai meneguk habis gelas berisi minuman beralkohol yang diberikan oleh Fabio. Membuat kepalanya semakin terasa berat, belum lagi karna kondisi lampu penerangan yang sangat minim dengan tambahan suara musik yang amat kencang.

Kembali tertawa terbahak-bahak saat Martin baru saja menyampaikan sebuah lelucon bodoh, seakan menganggap dunia hanya milik mereka.

"Jam berapa ini?" suara Davi terdengar pelan, seakan tenggelam ke dalam lautan musik.

Pertanyaan yang menghadirkan perhatian Fabio, cowok itu terlihat menyalakan ponselnya, "Jam satu, kenapa?"

"Cabut ya gue. Deana tadi nitip beli makanan soalnya. Kasian nanti kelaperan." kata Davi lagi, dan kali ini, ucapan itu membuat perhatian Devon beralih.

Mengingat Selena yang sudah semalaman ini dirinya tinggal, membuat Devon dengan segera mencari-cari ponselnya. Terlihat merogoh semua saku yang berada di tubuhnya walau di ending, ia tetap tak menemukan benda yang dirinya cari.

"Liat ponsel gue, gak?" cowok itu bertanya kepada tiga temannya, pandangan sudah berpindah pada meja yang berada tepat di hadapannya.

Mengangkat setiap sampah disana, siapa tahu ponselnya terselip atau tertindih sesuatu.

"Bukannya lo titipin sama Felicia pas mau ke kamar mandi?"

Devon menghentikan pencariannya ketika Martin berucap, segera mengalihkan pandangannya ke arah sekitar. Mencari wanita cantik yang tadi datang bersamanya.

Dan setelah menemukannya, cowok itu bergegas bangkit. Berjalan sempoyongan ke arah wanita bertubuh indah yang tengah meliuk-liukan tubuhnya diatas lantai dansa. Sangat menikmati musik yang disajikan oleh seorang DJ disana.

Tangan cowok itu meraih bahu Felicia, membuat wanita berambut panjang itu memutar tubuhnya, tak lama tersenyum karna mengetahui Devonlah yang sudah mengganggunya.

Bahkan wanita itu secepat kilat terlihat mengalungkan tangannya pada leher Devon, kemudian dengan ganas mulai menciumi wajah cowok itu.

Tak ada penolakan memang, hanya diam yang menjadi balasan dari perlakuan wanita bernama Felicia itu, "Ponsel gue mana?"

"Hm?" Felicia bergeming, tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan dari Devon, malah semakin gencar mencari tempat di setiap wajah cowok itu untuk kemudian dikecup.

"Ponsel gue mana?" ulangnya yang terlihat sudah mulai pusing, berniat untuk pulang dan tidur.

"Sayang, mending kita check in, yuk? Panas banget disini." jawaban yang kembali tak sama dengan pertanyaan yang padahal sudah Devon tanyakan sebanyak dua kali itu.

Dan kali ini, Devon sudah jengah. Tanpa menunggu waktu, dilepaskannya tangan yang sedari tadi melingkar sempurna dilehernya itu, sebelum kemudian dicengkramnya bahu Felicia kuat.

"Ponsel. Gue. Mana." ketiga kata itu diucapkan Devon secara terpisah, memiliki jeda yang membuat perkataan biasa itu terdengar mengerikan ditelinga siapapun.

Untuk itu, Felicia menyerah. Dengan tak suka, ia terlihat memberikan benda pipih milik Devon pada pemiliknya.

"Thanks." kata terakhir sebelum Devon pergi meninggalkan Felicia di tengah kerumunan orang, berdecak sebal dengan memandangi Devon dari kejauhan.

As If It's Your LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang