40• Berhenti Berharap

4.4K 543 100
                                    

[EMPAT PULUH]



"KOK mukanya gitu?"

Dengan manik yang tengah serius menatap Devon, alis kiri gadis itu nampak terangkat sebelah. Pasalnya saat ini, ekspresi aneh cowok itu tengah sejelas itu terlihat kala sesuap mie goreng buatan Selena sampai ke dalam mulutnya.

Masih dengan mulut yang sibuk mengunyah, cengiran lebar Devon perlihatkan, "Tadi pas kamu masak, ditinggal ngapain?"

Ada jeda lima detik sebelum gadis itu kembali bersuara, "Main games. Emang kenapa?"

Anggukan kepala paham Devon perlihatkan. Mengetahui penyebab dari terciptanya mie goreng super lembek yang kini tengah susah payah dirinya coba telan.

Beralih bangkit dari kursi makan sebelum memutari counter untuk kemudian menggapai kedua bahu gadisnya.

"Mulai sekarang, biar aku aja yang masak semua makanan," katanya lembut, "Kamu cukup liatin aku dari meja makan."

Dari kedua hal yang berlawanan itu, Selena tak paham arti dari apa yang cowok tampan dihadapannya ini katakan. Karna nada lembut yang dikeluarkannya, berbanding terbalik dengan apa yang baru saja dirinya dengar.

"Emang se-enggak enak itu?"

Devon tersenyum dengan tangan kanan yang ia pergunakan untuk mengusap puncak kepala gadisnya.

"Kan udah aku bilang, apapun yang kamu masak itu pasti enak."

Selena berdecih. Mengetahui jika apa yang baru saja Devon ucapkan adalah sindiran semata. Berniat untuk membalas hal menyebalkan itu, kalau saja suara bel yang datang tak menghalangi.

"Siapa?" Devon yang lebih dahulu bersuara ketika ia berhasil melirik jam dinding, "Kamu pesen makan buat aku karna tau kalo aku bakal mati kelaperan?"

Satu pukulan berhasil Selena layangkan di bahu koko Devon. Meninggalkan kekehan geli dari sang lawan bicara dengan kembali mengusap puncak kepala gadisnya.

Sementara bel kedua yang kembali terdengar, kini membawa langkah Selena untuk menghampiri. Meninggalkan Devon yang kini kembali dengan 'makan malamnya'.

Tak memiliki niatan untuk mengintip siapa sosok yang datang, gagang pintu itu terlihat ia buka tepat saat suara bel ketiga datang.

"Mama?"

Tubuh gadis itu mematung kala sosok wanita berbalut dress panjang berwarna biru tua itu berdiri tepat di hadapannya.

Tengah manatapnya tajam dengan napas yang terlihat naik turun. Bahkan Selena kini dapat merasakan aura dingin yang tiba-tiba saja mengelilinya.

"Mama nga--"

PLAAAK

Selesai. Pertanyaan Selena selesai tepat saat tamparan telak menyapa wajah bagian kanannya. Tamparan menyakitkan yang membuat telinganya spontan berdengung hebat. Bahkan ia hampir saja terjatuh kala merasakan perihnya efek dari apa yang baru saja dirinya dapatkan.

"Saya pikir dengan kamu kuliah, sepertiga dari jalan pikiranmu itu akan sedikit lebih cerdas."

Hal pertama yang Selena dengar, membuatnya mau tak mau kembali menatap Tiara.

"Maksud Mama?"

Tiara mendengus tak percaya, dapat Selena lihat kalau kekesalan wanita itu sudah sampai di ujung tanduk.

"Kamu? Berpacaran dengan siapa? Anak Herma?" Tiara bertanya dengan tak habis pikir, "Kamu gila?"

Disela-sela perih diwajahnya, Manik berkaca-kaca gadis itu menatap Tiara telak, "Nana ngejalanin hubungan sama Devon, Ma. Dan itu gak ada hubungannya sama Om Herma."

As If It's Your LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang