46• Malam Kelam

342 33 5
                                    

[EMPATPULUH ENAM]



SEBUAH alunan indah yang berasal dari seorang komponis klasik Ludwig Van Beethoven berjudul Fur Elise yang sering Selena dengar begitu indah, kini terasa sangat menyeramkan ditelinganya.

Bagaimana ia tengah duduk melingkar diantara Fernand, Vivi, Tiara dan tak lain dan tak bukan adalah Verza, menjadi sebuah pertanda kalau mimpi buruk yang selalu ia takuti akhirnya menjadi nyata.

Ditemani dentuman merdu yang berasal dari senggolan alat makan dan piring, Selena yang padahal sedang tak memiliki napsu makan sama sekali dipaksa harus memotong sebuah steak dan menelannya perlahan.

"Sudah berapa lama terakhir kita menikmati makan malam bersama?" Vivi, masih dengan sanggul khas Ibu-ibu pejabat itu bersuara. Tersenyum karir kepada Tiara yang berada di sebelahnya.

"Cukup lama sepertinya," timpal wanita bergaun putih polos dengan tambahan aksen bunga lily pada bagian kalungnya, "Senang rasanya, anak-anak kita sudah kembali akur."

Mau tak mau, Selena dengan gaun merah menyalanya tersenyum. Tidak dengan hatinya yang perlahan hancur berkeping-keping karna di kepalanya, sudah tersusun ide gila yang bukan hanya akan menghancurkan hati Devon, namun juga hatinya.

"Bagaimana kalau setelah ini, kita membahas hal yang sudah beberapa kali tertunda?" lanjut Fernand bersemangat sembari menatap putra semata wayangnya, Verza.

"Saya rasa gak perlu lanjut berbasa-basi lebih jauh, Om." Dan sayangnya, Selena yang sudah tak tahan dengan baju ketat dibadannya itu memilih menyelesaikan malam kelamnya dengan lebih cepat.

Sebuah respon yang dengan segera mendapati senggolan pelan dari arah Tiara. Tak lupa dengan pelototan tajam yang mungkin dahulu, akan menakutinya. Tidak dengan saat ini.

Sambil tersenyum, ditegakkannya posisi duduk Selena. Menatap yakin ke arah dua orang dihadapannya, Fernand dan Vivi secara bergantian.

"Saya setuju untuk menikah dengan Verza dalam waktu dekat ini."

"Sel?" tegur Verza setelah sempat tersedak air mineral yang baru ia teguk. Tidak menyukai apa yang baru saja wanita disebelahnya ini ucapkan dengan begitu lantang.

Sebuah respon yang jauh berbeda dari yang Tiara, Vivi dan Fernand berikan. Ketiga orang itu justru tersenyum selebar mungkin dan tak percaya atas apa yang baru saja Selena ucapkan.

"Kamu yakin?" ucap Vivi bersemangat, bahkan ia terlihat menggengggam tangan Fernand kuat.

Mendapati anggukan penuh keyakinan dari arah Selena, "Aku gak perlu acara pertunangan, bukannya lebih cepat menuju inti akan lebih baik?"

Tiara mengangguk dengan mata berkaca, setelahnya ia terlihat bangkit dari posisi duduknya sebelum mengecup kening Selena lembut. Seakan mengucapkan terima kasih.

Kecupan yang dari dulu dirinya dambakan. Kecupan yang malam ini, berubah menjadi ajang mematikan yang bahkan sudah tak ia inginkan lagi.

"Setuju." kata Fernand diakhiri tawa bahagia, bahkan dari ujung pelipis, Selena dapat melihat kalau Vivi dan Tiara berpelukan singkat.

"Kita bahas ini setelah kalian selesai makan," tambah Fernand, "Kamu bisa antar Selena lebih dahulu agar para orang tua bisa membahas hal ini lebih lanjut."

Dan sekali lagi, dengan begitu manisnya Selena mengangguk. Meninggalkan lirikan tak percaya dari arah Verza yang hanya bisa terdiam pasrah.

Ia menyukai Selena, tentu saja.

Menikah dengannya? Lelaki mana yang akan menolak wanita seindah Selena?

Namun entah mengapa, apapun ini yang tengah Selena lakukan saat ini terasa mengganjal di hatinya. Dan ia tahu, ada yang tak beres dengan wanita cantik dengan rambut tergerai sempurna itu.

As If It's Your LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang