29• Sedang Sayang-Sayangnya

5.5K 598 53
                                    

[DUAPULUH SEMBILAN]




"MIE goreng?"

Dari balik counter yang membatasi keberadaannya dengan sosok berparas indah itu, Devon bertanya tak yakin. Nampak dengan ragu memandangi gadisnya yang sudah setengah jam ini berkutat di dalam dapur.

Sambil sesekali melirikkan maniknya ke arah Devon yang saat ini tengah menopang dagu sembari memandanginya, Selena masih mencoba fokus dengan sosis yang tengah ia potong menjadi beberapa bagian.

Apa kalian masih ingat, kapan terakhir ia memasak untuk Devon? Sebuah percobaan gagal berupa pancake gosong itu tentu tak akan pernah terlupakan oleh siapapun.

"Lokan tau gue gak bisa masak. Bikin pancake aja gak bisa."

Mendengar ucapan itu, lantas menghadirkan cengiran geli dibibir Devon, "Tuhan gak mau bikin lo jadi terlalu sempurna kali, Na. Yang gak bisa masak aja udah bikin gue cinta mati, gimana ditambah lo pinter masak? Mati beneran gue yang ada."

Selena bungkam dengan wajah memerah, gombalan menyebalkan itu sepertinya sudah sangat sering dirinya dengar dari mulut Devon. Meski nyatanya, dirinya tetap saja jatuh ke dalamnya.

"Sama kayak gue yang gak pinter buat nahan emosi. Terutama kalo udah berkaitan sama lo."

Kali ini, bungkam Selena berubah. Bagaimana Devon membawa kembali topik yang belum terselesaikan, tentu menjadi faktor utamanya. Termenung dengan pikiran melayang-layang.

Me-reka ulang kejadian panjang pada hari ini, yang tentu membuat pikiran Selena lambat laun terusik. Karna mustahil bagi gadis yang dahulu tak pernah sama sekali mendapatkan sebegitu banyak cibiran, yang saat ini berubah menjadi sasaran gosip para mahasiswa dikampusnya.

"Aw!" seru Selena tiba-tiba saat bagian jari telunjuknya merasakan nyeri.

Mendapati tetesan darah tepat diatas potongan sosis yang sedari tadi ia iris. Menghadirkan wajah panik Devon yang dengan sigap memutar counter sebelum meraih pergelangan gadisnya.

Tak mengatakan apapun, hanya bungkam dengan rahang mengeras. Mencoba membawa Selena menuju pancuran air pada wastafel. Membersihkan darah yang mengalir di jari kesayangannya itu.

Masih dengan serius membersihkan lukanya, sampai tiba-tiba, sebuah dagu berakhir mendarat tepat dipundak Selena. Tak lupa dengan kedua tangan kokoh Devon yang saat ini sudah melingkar sempurna dipinggang ramping gadis itu.

"Von?" panggil Selena saat dirinya mulai merasakan ada yang tak beres dari tingkah mencurigakan ini.

Tidak berhasil mendapatkan jawaban membuat Selena berniat untuk melepaskan pelukan, sebelum tangan Devon yang melingkar justru terasa semakin erat memeluknya. Alhasil, gadis itu hanya bisa terdiam diposisinya, menunggu cowok tampan itu untuk memulai.

"Jangan pernah nyerah sama gue ya, Na."

Dari balik hening yang mengelilingi, Selena berhasil menangkap sempurna permintaan disertai suara lembut itu. Menyadari kalau sosok itu tengah diselimuti perasaan bersalah, memahami benar situasi sulit dirinya pada hari ini.

"Lo harus percaya kalo gue beneran cukup sama lo."

Selena tersenyum samar sebelum dengan perlahan melepaskan lilitan itu dari pinggangnya. Beralih membalikkan badan sempurna sebelum menatap jelas manik kemerahan Devon.

As If It's Your LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang