09 : Cry again?

10.2K 845 16
                                    

Hari ini adalah Musim semi pertama, banyak sekali pasangan-pasangan yang saling bergandengan berjalan bersama di bawah musim semi yang indah ini. Tidak dengan Ara. Wanita itu berjalan sendirian menuju cafe yang di janjikan oleh seorang laki-laki yang akan di temuinya.

"Ah, Oppa kau sudah sampai, sudah lama menunggu kah?" di sapa lah lelaki yang di sebutnya oppa itu lalu duduk saling berhadapan.

"Aniya, aku juga baru saja sampai. Kau pesanlah yang kau mau."

"Samakan saja denganmu Yoongi oppa."

"Spagethi Tuna dan americcano."

"Baiklah, silahkan menunggu 15 menit lagi." Pelayan itu pun pergi, menyisakan Yoongi dan Ara.

Lama Yoongi menatap Ara yang sedang melamun ke arah kaca besar di depannya, di perhatikannya raut wajah Ara yang sedih akhir-akhir ini.

"Ada apa? Kau ada masalah dengan Taehyung?" tanya Yoongi lembut

"Gwenchana oppa, aku dan Taehyung tidak ada masalah." Ara tersenyum sambil mengatakannya, namun terlihat sangat jelas bahwa senyuman itu adalah senyuman yang terpaksa. Yoongi menyadari itu

"Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk menceritakannya padaku. Namun jika ada masalah ku mohon padamu jangan segan untuk memberitahu ku" Yoongi menggenggam tangan Ara lembut untuk memberi tahu ketulusannya.

Ara tersenyum sambil menggenggam balik tangan Yoongi.

"Ku antar ya sampai depan perumahanmu. "

"Tidak apa oppa, aku berjalan kaki saja lagipula dekat kok."

"Yasudah kalau gitu, hati-hati dan kabari aku jika kau sudah sampai."

Ara pun tertawa kecil lalu melambaikan tangannya ke arah Yoongi.

Selepas pulang makan siang berdua dengan Yoongi, Ara pun langsung pulang ke rumah mereka. Tak disangka Taehyung ternyata sudah pulang lebih awal darinya.

"Dari mana saja kau? Hebat. Aku kelaparan disini dan kau malah makan di luar." Ucap Taehyung tajam melirik ke arah Ara.

Ara pun terlihat merasa bersalah, "Mianhae Taehyung-ah, bagaimana jika ku buatkan nasi goreng?" Terlihat Ara sudah melepas slingbagnya dan berjalan ke arah dapur.

"Tidak usah memasak. Masakan mu itu tidak enak tahu. Lebih baik aku makan di luar saja." Taehyung pun masuk ke dalam kamar, memakai mantel nya dan keluar meninggalkan Ara.

Taehyung Side

"Jiminie, bisa tidak kau menemaniku makan malam?"

"Wah tentu saja untuk Taehyungie yang tampan aku akan menemanimu"

Ku tutup langsung sambungan telfonnya saat Jimin mengatakan itu. Sangat menjijikan. Ku lajukan mobil ku ke arah rumah Jimin untuk menjemputnya.

"Kenapa kau memintaku untuk menanimu, kemana Ara?" tanya Jimin sambil mengunyah makanannya, dan terlihat pipinya yang mengembung.

"Aku malas dengannya, mana mau aku pergi berdua saja dengan dia." Ucapku sambil memotong steak.

"Hey cobalah kau buka hatimu sedikit untuk istrimu itu, lagipula Taehyung-ah Irene sudah sulit dalam jangkauanmu."

"Siapa bilang dia jauh dalam jangkauanku? Kami bisa Video call setiap saat." Ucapku tak mau disalahkan, walau yang dikatakan Jimin ada benarnya juga.

"Ya! Memangnya kau tahu apa dia disana melakukan apa saja, terserahlah."

"Ya! Kenapa kau jadi marah kepadaku?"

"Kau--- ah sudahlah Taehyung aku lelah membicarakan itu kepadamu." Dalam sekali tebak, ku tahu dia kesal kepadaku.

Setelah memikirkan kata-kata Jimin, Irene yang sudah jauh dalam jangkauanku memang benar adanya. Buktinya seharian ini dia sama sekali tidak membalas pesan dan mengangkat telfon ku.

Ah positive thingking, positive thingking. Aku tidak boleh memikirkan yang macam-macam.

Setelah mengantar Jimin, aku langsung pulang kerumah. Ku lihat Ara tertidur di depan PC yang berada di ruang kerjaku. Ku lihat wajah lelahnya saat tertidur.

Ku goyangkan pelan tubuhnya agar dia terbangun dan pindah ke kamar. Karna sungguh aku harus mengerjakan tugas kantor sampai tengah malam.

"Kau baru pulang Taehyung-ah?" kulihat matanya merah dan sedikit-- bengkak(?)

Dia menangis lagi? Karena ku?

"Bisakah kau lihat dengan mata kepalamu sendiri? Aku sudah disini dan sekarang juga kau harus pindah"

Ara terlihat tersenyum, namun tersenyum miring "Woah, kata-kata ku kepada ku sekarang sudah mulai panjang ya."

Dia tepuk tangan? Sial.

Ku tarik rambutnya sampai ku lihat raut wajahnya berubah menjadi takut. "S--akit Tae, lepaska--nn."

Terus ku tarik rambutnya sampai ku lihat dirinya menangis.

Ku lepaskan tanganku dari rambutnya, dan ku lihat banyak helai rambut Ara rontok di tanganku karna ulahku.

Tanpa satu kata pun, Dia lari meninggalkan ruang kerjaku dan membanting keras pintu ruangan ku.

Membuat ku berpikir, apakah yang ku lakukan sudah keterlaluan?

Namun perlakuan kasar itu refleks selalu ku lakukan terhadapnya.

Seakan-akan otak dan tangan ku tidak singkron.

Dan bayangan perlakuan kasar Ibu terhadap aku dan Ayah kembali berputar setelah aku melakukannya.


-13052018-

Semoga sukaa❤ sebelumnya aku mau minta sama kalian tolong jangan jadi silent reader😭 aku sedih liat Vote sama Viewrs itu beda jauh banget😭😭😭 jadi tolong hargain aku yaa seenggaknya vote, thank you! Good night y'all🌠💜

', don't forget untuk klik bintang di sebelah kiri😊

XoXo
-srh



Married With The Devil - KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang